-Arvelo'41

2.8K 279 116
                                    

Kedua bola mataku rasanya hampir loncat keluar melihat keberadaan Arvelo di teras rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua bola mataku rasanya hampir loncat keluar melihat keberadaan Arvelo di teras rumah. Sedang bercengkrama bersama Ayah sambil bermain catur. Kedua laki-laki yang menempati posisi spesial di hatiku tersebut kompak masih mengenakan baju koko, peci, serta kain sarung.

Tanpa sadar, bibirku tertarik membentuk senyum. Aku sudah akan kembali ke kamar, jika saja wajah menyebalkan Shaidan tidak tiba-tiba muncul saat aku berbalik badan.

"Kalau gak lagi pake baju koko sama peci, lo udah gue teriakin Setan," kesalku.

"Cakep begini dikatain Setan. Kalau gue Setan, berarti lo kakaknya Setan dong?" Shaidan tertawa keras hingga tanganku reflek menampar pipinya. Tidak terlalu kuat namun, sukses membuatnya diam.

"Yah, Kakak jahat nih, Yah!" ia mengadu yang sialnya langsung menarik perhatian Ayah serta Arvelo. Dua pria itu kini menatap heran ke arahku dan Shaidan.

"Kenapa sih, Kak? Ribut mulu sama adiknya." Ayah berujar lembut. Dari dulu, Ayah tidak pernah berbicara denganku, Bunda, maupun Shaidan dengan intonasi tinggi. Mau semarah apapun ia, sama sekali tidak pernah. Dan aku amat berharap, jika suatu saat nanti, aku berjodoh dengan laki-laki seperti Ayah.

"Gak papa, Yah," balasku sambil memelototi wajah cengengesan Shaidan.

"Dari pada ribut sama adikmu, mending kamu bikinin Ayah sama Velo teh manis, gih!" perintah Ayah langsung kuturuti.

Aku beranjak menuju dapur, membuat teh manis hangat, lalu kembali ke teras. Dua buah gelas dari atas nampan kutaruh di samping papan catur. Sekilas, aku melirik pada Arvelo yang tampak serius dengan permainannya.

"Ini bikinnya pake gula 'kan, Kak?" aku cemberut mendengar pertanyaan Ayah. Laki-laki itu tertawa. "Siapa tahu kamu mau bereksperimen lagi kayak waktu itu. Bikin jus alpukat pake micin," lanjutnya.

Wajahku seketika memanas tat kala Arvelo menatapku dengan senyum tertahan. Ayah jahat sekali mempermalukanku di depan cowok yang kusukai.

"Ayah, itu 'kan gak sengaja!" pekikku.

Tawa Ayah dan Arvelo pecah bersamaan. Rasanya aku benar-benar malu. Untung saja Shaidan tidak ada. Kalau ada, kurasa dia yang paling tertawa keras dan mengejekku habis-habisan.

Teringat bagaimana anak itu tertawa sampai guling-guling karena kecerobohan yang pernah kulakukan beberapa waktu lalu. Yang mana, saat itu aku hendak membuat jus alpukat. Walaupun, tidak bisa memasak, tapi kalau hanya membuat jus tentu saja aku bisa. Memang saat itu sedang sial saja, aku menambahkan micin ke dalam jus alpukatku, bukan gula. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang kupikirkan hingga tak bisa membedakan mana gula dan mana micin.

Sialnya lagi, aku baru sadar setelah menghabiskan hampir setengah gelas jus alpukat tersebut. Alhasil, aku dilanda sakit perut tiga hari tiga malam. Belum lagi rasa manis, asin, dan lemak yang benar-benar membekas di tenggorokan.

ARVELO (Want You With Me)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang