-Arvelo'14

3.1K 337 34
                                    

🍭🍭🍭

Kupingku rasanya penuh oleh bujukan Kak Vela.

Jika saja permintaannya masuk akal, pasti dengan senang hati kuturuti. Tapi, ini masalahnya dia merengek ingin aku dan Arvelo mengisi kontennya lagi.

Bukan apa-apa, konten sebelumnya sudah membuatku nyaris vakum dari medsos. Aku sampai me-non aktifkan komentar pada postingan instagramku dan memblokir siapa saja yang mengirim DM meminta klarifikasi hubunganku dengan Arvelo.

Memangnya ada apa aku dengan Arvelo?

"Gak mauu!"

Kak Vela menjatuhkan pipi di meja dengan wajah putus asa.

"Kalau gue udah resmi sama kembaran lo. Baru mau," kataku tanpa sadar.

Tatapan berbinar Kak Vela seketika membuatku meringis.

"Gak gitu maksud gue!" kilahku.

Dia tertawa. "Ya udah, gue nunggu kalian resmi aja kalau gitu."

Kuputar bola mataku dengan ogah-ogahan yang membuatnya semakin mengencangkan tawa.

"Gue bilang begitu, bukan berarti udah mauu!"

"Iya deh iya, percaya." kekehan manis Kak Vela malah terkesan menyebalkan kali ini.

"Shen, rencananya lo mau nikah di umur berapa?"

Sebelum menjawab pertanyaan Kak Vela, aku mengucapkan terimakasih lebih dulu pada waitres yang mengantarkan pesanan kami.

Saat ini aku dan Kak Vela memang sedang berada di cafe yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sepulang dari sekolah tadi dia langsung mengajakku ke sini, seragam sekolah bahkan masih kami kenakan.

"Sedikasihnya aja. Gue orangnya ikut alur."

"Lo gak merencanakan apapun gitu buat masa depan lo?"

Aku menggeleng. "Rencana sih, ada. Tapi gak terlalu diporsir. Maksudnya, gue tetap berusaha menjalani hidup gue sebaik mungkin, memenuhi plan yang udah gue buat juga. Tapi, kalau nanti Tuhan ngasihnya yang gak sesuai, ya gue ikut aja. Anggap aja meminimalisir rasa kecewa."

"Tapi, lo punya mimpi 'kan?"

Kali ini aku mengangguk. "Ikut alur bukan berarti gak punya mimpi. Gue punya mimpi kok, tapi gue gak mau ber-ekspektasi terlalu tinggi buat mimpi gue. Biarin semua mengalir apa adanya. Karena yang terpenting itu, bukan gimana mimpi kita, tapi gimana usaha kita buat meraih mimpi tersebut. Jangan pikirin gimana hasilnya, yang penting usaha dulu. Karena memikirkan hasil lebih dulu itu sama aja ber-ekspektasi untuk sesuatu yang belum terjadi. Dan menurut gue, ekspektasi cuma bisa bikin kita benci sama realita."

Kalian pasti akan tertawa melihat bagaimana Kak Vela sejak tadi hendak menyela ucapanku, namun tak berhasil.

"Tapi sebagian orang ada yang menganggap ekspektasi itu rencana."

Aku mengangguk. "Pemikiran setiap orang 'kan, berbeda-beda. Kembali ke mereka masing-masing maunya gimana, mau jalanin hidup kayak apa, mau cantumin prinsip hidup seperti apa. Tergantung mereka nyamannya kayak gimana. Tapi, kalau lo tanya gue, jawaban gue udah pasti 'ikut alur'."

Kak Vela bertepuk tangan dengan kencang hingga menarik perhatian pengunjung cafe yang lain. Aku menegurnya lewat tatapan mata. Dia terkekeh lalu menopang dagu dengan menjadikan aku sebagai objek pandangannya.

"Lo tuh natural, Shen. Dari awal kita ketemu, gue ngerasa lo tuh beda dari cewek kebanyakan. Itu kenapa gue sama sekali gak merasa keberatan kalau lo sama Arvelo. Ngeliat dari beberapa sisi, gue ngerasa lo bisa jadi segalanya buat dia. Lo tuh apa adanya. Tipe kayak lo gak bakal banyak menuntut, untuk hal apapun itu. Dan gue bakal bener-bener ngerasa lega ngerelain Arvelo buat cewek kayak lo. Bukan cuma gue, bahkan mungkin semua orang."

ARVELO (Want You With Me)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang