-Arvelo'31

3K 306 115
                                    

Kalian team mana nih?

Baru baca

Baca ulang

🍭🍭🍭

Dengan kaku aku mengetuk pintu bercat putih dengan tiga buah stiker yang tertempel rapih.

Sembari menunggu si pemilik kamar menyahut, aku iseng membaca deretan huruf di kedua stiker tersebut. Kata demi katanya kueja dalam hati.

Proklisi

No challange, not life.

Proklisi adalah keluarga
Misi utama kami saling menjaga
Berani mengusik salah satunya
Harus siap melawan semuanya

Ah, aku baru ingat pernah melihat stiker yang sama tertempel di pintu kamar milik Shaidan. Sepertinya itu stiker khas geng proklisi. Dan, kalau boleh jujur, aku suka dengan slogan geng mereka. Benar-benar mencerminkan kesolidan yang tak main-main.

Tinggalkan perihal stiker tersebut. Karena tujuanku berada di sini bukanlah untuk itu, melainkan untuk menemui si pemilik kamar yang aku datangi saat ini.

Kembali kuketuk pintu kamar di depanku. "Vel, lo di dalem?" tanyaku dengan suara yang tak terlalu keras.

Jangan kaget! Aku memang sedang berada di rumah Arvelo saat ini, lebih tepatnya di depan pintu kamar cowok itu.

"Masuk aja, Dik. Gak dikunci kok." aku mengangguk sebagai balasan dari perkataan seorang ART di rumah besar milik Gadriana ini.

Dengan tidak sopannya jantungku berdebar saat tangan kananku mulai mendorong pintu kayu tersebut.

Kalau bukan karena amanah, aku tidak mungkin nekat ke sini sekarang.

Baru menyembulkan kepala, aku sudah disambut oleh punggung lebar Arvelo yang dibaluti kaos putih. Cowok itu berbaring menyamping membelakangi pintu.

Sekitar sepuluh menit yang lalu, Bunda mendapat telpon dari Tante Dhania. Istri dari Om Rafael Gadriana tersebut menitipkan putra kesayangannya.

Lalu, tidak berselang lama, aku yang mendapat telpon dari Kak Vela. Sama halnya dengan Tante Dhania, ia juga menitipkan Arvelo padaku.

Ternyata mereka menitipkan cowok itu bukan tanpa alasan, merupakan karena Arvelo sedang demam saat Tante Dhania dan Om Rafael pergi ke Bandung untuk mengunjungi neneknya si kembar. Mereka pikir, Kak Vela yang akan merawat Arvelo. Namun, ternyata Kak Vela juga terpaksa harus ikut menyusul ke Bandung. Bukan untuk ikut mengunjungi sang nenek, melainkan karena ada pemotretan.

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan cewek itu yang bisa-bisanya lebih memilih pemotretan dari pada menjaga saudaranya sendiri yang sedang dalam keadaan sakit.

"Shen?" Dadaku mencelos mendengar suara berat Arvelo.

Kutatap cowok itu sembari menipiskan bibir. "Katanya lo demam. Udah minum obat?" tanyaku disertai langkah yang kian mendekat dengan king size-nya.

Arvelo menggeleng lemah. "Gak nafsu."

Menghembuskan nafas kasar, aku mengulurkan tangan untuk memeriksa suhu tubuhnya.

ARVELO (Want You With Me)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang