Motor Ankaa berhenti di depan rumah mewah berwarna putih. Ia langsung membunyikan klakson berulang kali. Tak berselang lama, dari luar pagar ia melihat Sadena yang sedang mengeluarkan motor dari bagasi.
Sadena tampak rapi mengenakan hoodie berwarna biru dan celana jeans panjang. Ankaa lantas menepikan motornya ketika pagar dibuka, memberi jalan Sadena untuk keluar.
Kini cowok itu tiba di depannya.
"Lama lo, Na," celetuk Ankaa.
"Elo kali yang kecepetan," sahut Sadena. Lalu dia memakai helm full face-nya. "Acaranya setengah jam lagi baru mulai."
Ankaa nyengir. "Sengaja, Na. Soalnya kita jemput Selin. Bokap nyokapnya nggak bisa nganter."
"Apa?!" Sadena menautkan kedua alisnya lalu berdecak. "Enggak ah. Lo aja sono."
"Yaelah, nyet. Deket kok dari sini. Setengah jam nggak nyampe."
"Ngabisin bensin gue," dengus Sadena. "Lo aja sana jemput. Gue tunggu di sekolah."
"Ban gue, Na."
"Kenapa ban lo?"
"Kurang angin. Jadinya nggak bisa boncengan," jawab Ankaa yang berjongkok di samping ban belakang motornya. Seolah menunjukkan kepada Sadena bahwa ia mengatakan yang sebenarnya.
"Halah tai," Sadena melirik sinis Ankaa. Ia mendapati wajah cowok itu memelas. "Alesan lo."
"Nggak percaya, bro? Liat sini," pinta Ankaa. Cowok itu memang selalu sabar menghadapi sahabatnya.
Mendengus pelan, Sadena akhirnya berjongkok samping ban Ankaa. Ia menekan sedikit ban tersebut dan benar saja, kurang angin alias hendak kempes.
Sadena mengangguk. "Tumben jujur lo."
"Yee dugong," cibir Ankaa.
Sadena akhirnya mengalah dan menaiki motornya begitu pun Ankaa. Meski ada rasa kesal ketika ia harus menjemput Selin. Namun, ia juga tidak bisa membiarkan motor Ankaa berakhir kempes karena dipaksa berboncengan. Segalak-galaknya dia, Sadena tak setega itu.
"Yaudah, lo jalan duluan. Kasih tau gue rumahnya dimana."
--Sadena--
Selin mengecek arloji pink di pergelangan tangannya. Dia sudah berada di depan pagar rumahnya demi menunggu kedatangan Ankaa. Lima menit berlalu, tetapi, cowok itu tak kelihatan menampilkan batang hidungnya sama sekali.
Mendadak lampu motor menyorot wajahnya dari arah kiri, Selin mengangkat tangannya untuk menghalau sinar terang yang menyilaukan tersebut.
Ih Ankaa nyebelin banget sih, silau tau, gumam Selin lalu bibirnya mengerucut.
Ketika motor itu berhenti di depannya barulah Selin bisa menghela napas lega kemudian menurunkan tangannya. Ditatapnya cowok yang baru saja mematikan mesin motor itu dengan alis mengerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadena
Teen Fiction[WARNING! CERITA MENYEBABKAN HALU BERAT, BAPER SAMPAI URAT, DAN MENGUMPAT] "Jangan kasih tau siapa pun kalau gue petinju. Oke?" Sadena Rasya Arcandra, cowok paling galak, dingin dan penuh teka-teki yang pernah Selin temui. Perkataannya nyelekit dan...