🕸50 | Gejolak

1.1K 101 34
                                    

Langsung baca aja😁

Jgn lupa vote dan komen...

Rasa kecewa itu ada, karena manusia berharap terlalu tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa kecewa itu ada, karena manusia berharap terlalu tinggi.
-Sadena-
🌺🌺🌺

Dena 😺: Gue hari ini absen, jaga diri lo baik-baik terus pergi ke toilet jangan sendiri. Oke?

Baru saja memijaki lobby sekolah dan membuka gawainya Selin langsung disuguhi chat dari Sadena. Ia mengulas senyum pasrah lalu mengirimkan balasan.

Selin: Iya. Dena makan obatnya yang teratur juga ya. Aku nanti sore jenguk kok. Get will soon Dena😇💝

Setelah itu Selin menyimpan kembali gawainya ke saku rok. Sedikit merasa keberatan tapi apa boleh buat? Sadena perlu istirahat. Toh, karenanya juga cowok itu harus berjuang mati-matian.

Dan entahlah, Selin masih merasa bersalah.

Maka Selin menggeleng cepat, ia memilih melanjutkan langkah.

"Oi Tuan Putri Dena!!" Namun suara itu membuatnya sedikit terlonjak dan segera menoleh. Mendapati Sadava menghampiri.

"Ngagetin banget sih Dava!" gerutu Selin.

"Maapkeun. Hehe." Sadava nyengir kuda dan selin membuang napas, tatapannya turun pada selembar amplop di tangan cowok itu.

Selin bertanya, "Surat Dena?"

Sadava mengangguk, ia mengulurkan amplop itu. "Maunya lo apa gue yang anter ke kelas Dena?"

"Ka-kamu aja deh," jawabnya sembari menggeleng cepat mengingat kalau ia yang mengantar, cewek-cewek centil yang mengagumi Sadena di kelas itu pasti memberi tatapan sinis. Selin tidak suka.

"Gagap gitu mbak?" tanya Sadava melihat perubahan raut Selin seperti orang ketakutan.

"Enghh gak papa." Selin lantas menggeleng cepat.

"Oh ya soal malam tadi gue udah tau, Dena juga udah jujur sama bokap nyokap tentang pertandingan itu," ungkap Sadava membuat mata Selin membulat.

"Se-serius?" Selin kurang yakin pasalnya, Sadena sendiri yang kukuh meminta agar persoalan tinju itu tidak diketahui siapa pun. Terutama keluarganya. "Terus gimana? Dena dimarahin ya?"

"Dimarahin sih nggak terlalu karena bokap biasa aja nanggepinnya. Lain sama nyokap, sampai pagi ini masih cuek gitu ke Dena," sahut Sadava.

Mata Selin terasa memanas dan akhirnya berkaca-kaca, ia tidak tau mengapa karena setiap Sadena mendapatkan masalah ia selalu merasa bersalah. Andai ia tidak mengikuti Sadena ke gedung itu, andai Zoe tidak melihatnya. Maka permasalahan ini tak akan terjadi.

Melihat Selin menitikan air mata tanpa sebab Sadava pun gelagapan. "Dih, jangan nangis gue kan nggak ngapa-ngapain lo?"

"Enggak nangis kok," kata Selin menyeka air matanya, tersenyum paksa.

SadenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang