🕸12 | Silent

2K 156 8
                                    

Vote dan komen yaa. Semoga suka. Share juga cerita ini ke teman2😙...

Pulang sekolah, tepat setelah beberapa menit Pak Marwan mengeluari kelas, Sadena dengan cepat memasang jaketnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pulang sekolah, tepat setelah beberapa menit Pak Marwan mengeluari kelas, Sadena dengan cepat memasang jaketnya. Meski terkesan buru-buru, cowok itu padahal berniat menunggu Ankaa yang harus melaksanakan tugas piketnya terlebih dahulu.

Sebagian penghuni kelas juga sudah keluar. Menyisakan beberapa murid yang mulai bergerak untuk mengambil peralatan menyapu agar bisa melaksanakan piketnya.

"Na, sore nanti ke rumah gue, yuk! Kita kerjain tugas bareng-bareng," pinta Ankaa. Cowok itu sedang menyapu kolong meja di belakang Sadena.

"Hmm." Sadena hanya bergumam. Berikutnya, cowok itu memasang tas hitamnya ke punggung.

"Oke. Sekalian ajak si Selin, Na. Biar seru," ucapnya. Membuat Sadena terpaksa memandang cowok itu sambil menghela napas.

"Ngajak Selin mulu. Demen ya lo sama dia?" tanya Sadena sembari memicing.

Ankaa menggeleng cepat. "Etdah, kita cuma temenan, Na."

"Temen tapi dibawa terus."

"Salah gituuu?" Ankaa bertanya dengan lebay. "Selin itu anaknya baik, Na. Walau rada nakal sih. Tapi sebenarnya dia pintar kok asal sering diajarin. Apalagi sama lo."

"Kenapa harus gue?! Lo tau sendiri gue nggak pernah ngajarin dia."

"Ya diantara kita bertiga kan cuma lo yang paling pinter."

"Males," tolak Sadena mentah-mentah. "Manusia banyak di sekolah ini. Guru-guru juga ada. Kenapa nggak lo suruh aja itu si Selin les privat. Supaya nggak pake ngerepotin gue."

"Kita sahabatan, Na," kata Ankaa. Sadena terdiam lalu menatap dalam cowok itu.

"Dari kecil, bokap gue udah minta jagain Selin. Bokap gue sama Om Kevin berteman baik sejak SMA. Juga bokap lo, Om Dian. Kenapa kita nggak sahabatan kayak mereka aja sih, Na? Lo, gue, sama Selin. Kayak ortu-ortu kita dulu."

"Mustahil cewek sahabatan sama cowok," Sadena menjeda lalu menarik napasnya. "Tanpa melibatkan perasaan."

"Contohnya?"

Bokap gue, jawab Sadena dalam hati. Ia hanya bisa membatin tanpa berani mengatakan itu secara langsung.

"Siapa, Na?" Ankaa bertanya lagi karena Sadena tiba-tiba melamun.

Sadena yang tersentak itu menggidikan bahu acuh. "Nggak tau. Lo cari aja sendiri," jawabnya cuek. Ia lalu menaikan resleting jaketnya. "Gue duluan gih. Lo lama banget nyapunya."

Ankaa cemberut, namun saat teringat sesuatu ia lantas mengangguk. "Oke, gue baru inget kalo lo mau pulang bareng Selin."

Jleb.

Seketika, wajah Sadena berubah masam, tanda tak suka mendengar ucapan Ankaa barusan. Bagaimana tidak? Kalimat itu memancing beberapa penghuni kelas menatap penuh selidik ke arahnya.

SadenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang