Vote dan komen yaaa. Semoga suka❤
Selin menangis sesegukan di dalam tenda. Air matanya mengucur deras membasahi pipinya. Cewek itu tidak membiarkan siapa pun untuk masuk dan melihat keadaannya. Tak terkecuali Vega dan Marsha yang sedari tadi meminta Selin membuka kuncian resleting tenda agar mereka berdua bisa masuk.
"Enggak! Biarin gue sendiri! Tinggalin gue sekarang!" perintah Selin pada Vega dan Marsha. Air kembali menggenang di pelupuk matanya.
Terdengar derap langkah kaki yang menjauh. Selin menyimpulkan jika kedua temannya menyerah dan memilih pergi. Selin pun mengusap air mata lalu duduk menekuk lututnya. Ia melipat tangan di atas lututnya tersebut kemudian menenggelamkan wajahnya di sana.
Seharusnya lo sadar diri, lo bukan tipe gue. Semua perhatian yang gue berikan ke elo nggak lain karena gue manusia. Gue punya simpati. Salah gue ngasih itu ke elo? Salah gue bersikap seperti manusia biasa? Dan lo nggak usah kecakepan deh. Muka dibawah rata-rata aja sok--
"Cukup! Dena, cukup!" pekik Selin sembari menutup kedua telinganya. Karena kalimat Sadena tersebut masih terngiang di pikirannya. Terasa sangat jelas dan tentunya menyakitkan untuk didengar.
Kemudian Selin mengusap air matanya. Ia merasa lelah setelah menangis hampir setengah jam. Alhasil, kedua matanya sembab dan hidungnya yang mancung itu jadi memerah. Ingusnya juga nyaris meler kemana-mana.
Dibukanya sedikit resleting tenda, Selin mengintip dari celah kecil itu. Tidak ada orang di sekitar tendanya, Selin pun keluar dan langsung pergi berlari dari sana. Sebab, ia tidak ingin ada yang melihatnya.
Langkah kakinya yang pendek itu membawa Selin ke tepi danau. Mencari posisi yang lebih jauh dari tenda. Ia duduk menekuk lutut. Tak berselang lama, seekor kucing berbulu putih menghampiri dan mengendus-ngenduskan kepala ke paha Selin.
"Miaw," cicit kucing itu sembari menengadah.
Selin balas mengelusi puncak kepalanya. "Iya. Miaw kenapa?"
Kucing itu tiba-tiba melompat naik ke pangkuannya.
"Eh, miaw mau apasih?"
Kucing itu malah mengenduskan kepala ke dada Selin. "Miaw," cicitnya.
Selin tidak mengerti ucapan kucing tersebut, namun ia merasa, kucing itu tahu kalau dia sedang bersedih.
"Gue lagi sedih, cing," ungkap Selin. Seolah kucing tersebut akan mengerti ucapannya. Selin mengelusi kepalanya. "Dan kucing tau nggak? Kucing garong yang bikin gue sedih."
"Miaw?"
"Iya kucing garong. Namanya Sadena, dia ganteng tapi jahat banget. Dia nggak pernah menghargai perasaan orang lain. Pokoknya, gue benci banget sama dia sekarang, cing. Tau begini, gue nggak bakalan pernah suka sama dia. Ini yang terakhir. Gue nggak mau sakit hati lagi. Eh, cingg mau ke mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadena
Teen Fiction[WARNING! CERITA MENYEBABKAN HALU BERAT, BAPER SAMPAI URAT, DAN MENGUMPAT] "Jangan kasih tau siapa pun kalau gue petinju. Oke?" Sadena Rasya Arcandra, cowok paling galak, dingin dan penuh teka-teki yang pernah Selin temui. Perkataannya nyelekit dan...