🕸24 | Langkah Awal

1.6K 118 22
                                    

Vote dan komen yaaa. Semoga suka...

Tambahkan juga ceritanya ke reading list kalian, tengkyuu...

Berapa lama pun waktunya, aku akan setia menunggu kamu menyadari perasaan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berapa lama pun waktunya, aku akan setia menunggu kamu menyadari perasaan itu.
🌺🌺🌺

Langkah cowok itu tepat berhenti di depan toilet perempuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah cowok itu tepat berhenti di depan toilet perempuan. Dengan terpaksa ia memasuki toilet tersebut membuat penghuninya yang sedang bercermin menoleh dan membulatkan mata, kaget.

Namun Sadena tidak pedulian. Ia justru bergerak cepat mencek semua bilik toilet. Dan hasilnya kosong. Tidak ada Selin di sana. Sadena mengacak rambutnya frustasi. Ia pun menatap deretan siswi di depan cermin itu yang juga menatapnya.

"Liat cewek pake sweater pink masuk sini nggak?" tanya Sadena.

Deretan siswi itu kontan menggeleng.

Sadena mengangguk singkat dan segera beranjak pergi. Tetapi, beberapa langkah setelah keluar dari toilet. Ia melihat Selin berjalan dengan santainya di koridor.  Sepertinya cewek itu baru kembali dari kantin. Lihat saja, di tangannya ada bungkusan.

"SELIN!!" Panggil Sadena nyaring.

Yang dipanggil, hanya berjarak beberapa meter darinya itu mendongak. "Dena?"

Demi menghemat waktu, Sadena berlari menghampiri cewek itu.

"Lo dari mana aja sih, bego?! Lama banget, bikin khawatir tau nggak?" tanya Sadena kesal. Setibanya di depan Selin.

"Mulutnya minta di sentil ih. Gue dari kantin tauuu." Bibir Selin mengerucut, sebal. "Niatnya pengen ke toilet doang buat pipis. Tapi tiba-tiba pengen beli martabak. Laperr." Cewek itu mengusap perut ratanya. "Hehe."

Sadena terkekeh beberapa saat karena sempat berpikiran ambigu, Selin ngidam.

"Dena mau?" Selin kini menunjukkan bungkusan di tangannya. Nyengir. "Gue beli dua porsi, ada sambel yang pedes sama manis."

Sadena mendengus kesal, tapi diam-diam menghela napas lega. Ketakutan akan tidak menemukan Selin perlahan memudar.

"Nggak," sahutnya. Sadena kemudian membungkuk dan memunggungi Selin. "Bis kita udah mau berangkat. Cepet naik ke punggung gue."

SadenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang