🕸Special Part (Marsha)

1K 86 16
                                    

Hai!! I'm back.... hehe, membawa part yang special, untuk kalian yang bermental baja.

Sebelum baca jangan lupa tekan tanda bintang lalu tinggalkan jejak alias komen ya😄

Sayang kalian💝

Ruangan yang gelap gulita menyambut penglihatan gadis itu saat membuka mata, hanya ada sedikit cahaya merembes masuk lewat celah kecil di depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan yang gelap gulita menyambut penglihatan gadis itu saat membuka mata, hanya ada sedikit cahaya merembes masuk lewat celah kecil di depan sana. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, mengumpulkan nyawanya, berusaha mengenali tempat dimana sekarang ia berada.

Nihil, ruangan ini begitu asing, tidak ada satu pun benda, kosong, semua sisi dindingnya pun hitam.

"A-aku dimana?" Kini gadis itu berdiri. Tubuhnya gemetaran. Saat sadar di ruangan ini hanya dia sendiri, gadis itu semakin ketakutan.

"Putriku." Sebuah suara mengalihkan atensi gadis itu, cahaya kecil yang merembes di depan sana terlihat membesar. Disusul seorang pria berpakaian serba putih keluar dari baliknya. Umurnya berkisar empat puluh tahunan.

"Ka-kamu siapa?" Gadis itu mundur beberapa langkah. Ia takut. Ia tidak mengenal sama sekali pria itu, tapi mengapa dia menyebutnya putriku?

"Pergi!" Gadis itu membentak. Matanya kian berkaca-kaca. Pria ini pasti orang jahat, aku nggak kenal siapa dia!

"Tenanglah," ucap pria itu. Ia berjalan mendekat. Dan entah kenapa, gadis tadi merasakan sebuah kedamaian kala netra mereka saling bertemu.

"Ayo ke sini," ucapnya merentangkan tangan. Menyunggingkan senyum tipis yang menghangatkan. "Papa kangen banget sama kamu."

Pupil mata gadis itu lantas membesar. Papa? Apa ia tidak salah dengar? Papa, figur yang selama ini ia cari-cari dan selama ini ia butuhkan. Papa, sosok yang ia harap mau menemaninya kala kesepian.

"Papa?" Gadis itu masih tidak percaya. Air menggenang di sudut matanya. Betulkah pria ini adalah papanya? Jika benar, ia sangat ingin memeluknya.

"Iya, papa," kata pria itu lembut. Terkesan tidak masalah dengan bentakan gadis itu sebelumnya. Malah tersenyum hangat. "Ini papa.... Marsha."

Deg.

Marsha membelalak, air matanya berhasil jatuh, dan tanpa buang waktu, Marsha berlari menghampiri bersama tangisnya yang tertahan. "Papa!!" Dalam pelukan pria itu Marsha menangis sejadi-jadinya. Tangisan bercampur rasa haru karena setelah sekian lama, Marsha akhirnya bertemu figur papanya.

"Papa kemana aja?" Marsha mendongak, airnya matanya yang bercucuran di seka oleh pria itu. "Marsha kangen, Pa. Hiks. Marsha kesepian."

"Maafin, Papa ya," Pria itu menyahut. Marsha merasakan kepalanya di usap dengan lembut. "Papa banyak salah sama kamu."

"Maksud papa?"

"Kamu harus jadi anak yang baik. Nggak boleh jahatin orang."

Marsha semakin bingung kenapa papanya menjawab lain. Tak mau ambil pusing, Marsha pun mengiyakan saja.

"I-iya. Marsha selama ini baik kok," katanya tersenyum. Ia tidak mau terlihat cengeng di hadapan papanya. "Udah yuk, kita pulang. Marsha takut di sini." Meraih tangan pria itu dan serta merta menggenggamnya erat. Marsha menyisir pandangan. "Pintunya dimana ya, pa?"

Bukan jawaban yang gadis itu dapatkan, justru tangan papanya yang kian melonggarkan genggaman.

"Papa?" Marsha menoleh, melihat papanya seperti ditarik mundur mendekati cahaya. Marsha menggigit bibir bawahnya, menahan tangis serta pikiran negatif. "Papa kenapa mundur? Papa nggak mau pulang bareng Marsha?"

"Papa nggak bisa, Sha. Papa harus pergi."

Deg. Pergi?

"Enggak!" tolak Marsha spontan. Ia mendekati papanya dan berusaha menggapai tangan pria itu. Kaki mungilnya berlari kecil. Tapi semakin ia melangkah maju, papanya juga semakin melangkah mundur. "Papa nggak boleh pergi! Marsha nggak mau kesepian lagi!"

"Kamu nggak sendiri, Sha. Papa udah minta Tuhan mengirim seseorang buat kamu. Dia yang akan selalu menjaga kamu."

"Pa..."

"Jadi anak yang baik, semua ini salah papa, papa minta maaf, papa yang bikin kamu begini, Sha. Kamu mau maafin papa, kan?"

Marsha terisak, ia tidak peduli ucapan itu, ketika tubuh papanya berhenti melangkah mundur. Marsha mengambil kesempatan meraih jemari pria itu. Tetapi, Tuhan berkehendak lain, tubuh papanya perlahan memudar. Hingga jemari mereka menolak saling bertautan. Rasanya, Marsha sedang menggapai angin berbentuk tubuh papanya.

"Nggak! Papa nggak salah! Ini bukan salah siapa-siapa, Pa. Jangan tinggalin aku..."

Selanjutnya, tubuh papanya benar-benar mengecil, hilang ditelan cahaya.

Selamat tinggal Marsha.

"PAPA!"

***

Vomentt.

Adakah yang berhasil aku buat menangis di part ini? Hehe. Kalau ada sudah... Seka dulu air matanya ya.

Sengaja di tulis malem biar enak nangisnya. Hiks. Hiks.

Siapa yang nggak sabar nunggu part selanjutnya?

Dikit loh part ini😁

Oh ya, aku minta tolong yang punya IG bikin story cerita ini dong. Biar yang lain ikutan baca. Tag aku jua ya. 😁

Ig: @xerniy_
@sadenarasya

Sayang kalian forever❤

SadenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang