Bab 42 (Rencana)

108 9 13
                                    

Khusus hari ini Zakky memutuskan untuk pulang lebih awal, dia ingin mengecek keadaan istrinya yang sejak pagi kabur dari rumah. Ada keinginan untuk mengembalikan handphone milik istrinya agar dia mudah untuk dihubungi namun rasanya itu bukan keputusan yang tepat untuk saat ini. Bisa saja Devi mencairkan uang melalui e-banking dan membeli tiket melalui aplikasi pembelian tiket kemudian kabur entah kemana, itulah yang dikhawatirkan Zakky. Pria ini memang seringkali berpikir berlebihan.

Lain halnya Zakky yang sedang stress justru istrinya malah terlihat bahagia sambil menyantap pizza hasil pemberian Farish di ruang keluarga.

"Darimana pizza itu? Uang kamu disita bukan?" tanya Zakky.

Devi malah bungkam sambil fokus menatap layar televisi yang sedang menampilkan konflik menegangkan dari drama kesukaannya.

"Devi apakah kamu tuli? Kenapa tidak menjawab pertanyaan saya?" desak Zakky.

"Peduli apa Mas bertanya seperti itu?" jawab Devi tidak terima.

"Ini adalah salah satu bentuk perhatian saya pada kamu. Saya suamimu."

"Bentuk perhatian namun layaknya introgasi. Apakah menyewa bodyguard juga sebagai bentuk perhatian? Hal itu justru membuat saya merasa seperti terdakwa yang harus diawasi oleh pihak kepolisian selama dua puluh empat jam. SAYA ADALAH MANUSIA YANG BUTUH PRIVASI."

Bayangan mengenai ucapan Emma kembali terngiang di kepala pria berusia 32 tahun itu.

"Protes merupakan salah satu bentuk bahwa seseorang tidak menerima apa yang kita lakukan."

Di sisi lain masih segar di ingatannya peristiwa Farish yang meneleponnya, sehingga bentuk protes apapun tidak akan membuat Zakky memecat Eddy, dia harus menjaga Devi dengan ekstra.

"Apa yang kamu inginkan selain itu? Kamu minta apapun akan saya lakukan asalkan jangan memecat bodyguard."

"Kembalikan Om Tomi."

"Tidak bisa."

"Kenapa? Tolong jelaskan semuanya agar saya tidak terus bertanya."

"Semuanya memiliki sesuatu yang tidak perlu kamu tahu alasannya."

"Mas Zakky benar-benar egois."

"Cepat katakan apa yang kamu mau, maka saya akan mewujudkannya kecuali dua permintaan tadi."

"Di awal Mas Zakky sudah mengucapkan saya boleh meminta apapun, tapi kenapa tiba-tiba malah ada pengecualian?"

"Semua hal bisa berubah sewaktu-waktu bukan? Baiklah, apa yang kamu inginkan?"

"Bagaimana kalau saya minta agar dalam hidup saya tidak pernah mengenal bahkan menikah dengan Zakky Ibrahim Wijaya? Hidup saya sepertinya akan lebih bahagia jika tidak mengenal anda."

"CUKUP! Kamu mulai keterlaluan, apakah semua kebaikan yang saya lakukan hilang begitu saja sehingga kamu lebih memilih tidak mengenal saya? Buang jauh-jauh permintaan itu karena semuanya tidak akan terjadi. Takdir kita adalah bertemu dan menikah."

"Rasanya kehidupan kita yang dulu lebih bahagia daripada sekarang, kenapa Mas Zakky berubah?"

"Saya tidak berubah."

"Oh, jadi sepertinya Mas memiliki sifat jahat seperti ini sejak dulu, namun baru terungkap sekarang?" tanya Devi sinis.

"Apa maksudmu? Devi cepat ke kamar sekarang, sepertinya kamu kelelahan."

Bukannya melangkah maju justru Devi melangkahkan kakinya ke belakang. Dia seperti melihat kilatan monster di kedua manik mata suaminya, panggilan yang dia sematkan pada Zakky sepertinya memang nyata adanya. Rasanya dia pernah melihat ini, ya tidak salah lagi kilatan itu pernah dia lihat ketika Zakky menamparnya di kantor. Dia masih ingat betul bagaimana rasa sakit dan ketakutannya kala itu.

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang