Pukul sepuluh malam, Zakky masih belum pulang. Rasa khawatir mulai berubah menjadi kesal, sedang apa pria itu sampai tidak pulang? Dia melewatkan makan malam bersama, membuat khawatir istrinya dan hampir semua penghuni rumah. Memang bukan pertama kali Zakky keluar rumah dan pulang larut malam. Namun, Zakky selalu mengatakan kemana tempat yang dia tuju dan kira-kira akan pulang pukul berapa, sekarang justru sebaliknya.
Devi merapatkan selimut yang di pakai, dia mulai memejamkan kelopak matanya. Jam tidurnya sudah lewat sejak dua jam lalu. Semoga saja dengan mencoba untuk tidur dapat menghilangkan rasa khawatirnya.
Terdengar suara pintu kamar terbuka, Devi yang belum bisa tidur langsung menoleh ke arah sumber suara.Akhirnya, orang yang di tunggu pulang juga. Bibir pria itu tersenyum seperti tidak merasa bersalah sama sekali karena telah membuat seisi rumah bertanya-tanya. Devi langsung bangkit kemudian menyandarkan tubuhnya di kepala kasur.
"Kamu kemana saja sih Mas Zakky?" tanya Devi, dirinya memang merasa kesal namun rasa lega lebih mendominasi hatinya saat ini.
"Habis dari ruangan kerja," jawab Zakky jujur.
"Jadi selama lima jam terakhir ini kamu sebenarnya ada di rumah? Mengunci diri di ruangan kerja? Ah, saya menyesal telah merasa khawatir."
"Saya pun menyesal telah berkata jujur. Padahal saya lebih senang jika kamu khawatir."
"Apa yang kamu sembunyikan?" Devi melihat tangan suaminya terus berada di belakang punggungnya.
"Ini untuk kamu." Zakky menyodorkan benda yang sedari tadi dia sembunyikan.
"Sepasang sepatu putih? Saya mempunyai tiga pasang di lemari."
"Yang ini berbeda. Ini istimewa."
Zakky memperlihatkan lukisan beruang coklat di masing-masing sisi luar sepatu, lukisan yang sama sekali tidak simetris bahkan mata dan telinga beruang tersebut terlihat besar sebelah. Gambarnya terkesan seperti karya anak SD namun perjuangan suaminya yang memang pandai berbisnis tapi buruk dalam melukis ini patut diberikan apresiasi. Dia sudah menghabiskan waktu berjam-jam menyiapkan ini.
"Jangan lihat gambarnya, tapi rasakanlah ketulusan hati ini dalam membuatnya," ucap Zakky percaya diri sambil memamerkan senyum kotaknya.
"Gambar karyamu ini cukup bagus. Setidaknya ini terlihat jelas menunjukkan gambar beruang. Terima kasih," puji Devi sambil tersenyum, baginya dari suatu kesederhanaan justru menyimpan suatu keindahan.
Zakky merebahkan tubuhnya di kasur, sudah berjam-jam tubuhnya hanya bersandar pada kursi. Rasa pegal terbayar lunas karena istrinya dengan senang menerima karya lukisan darinya.
"Kenapa kamu selalu memakai piyama bergambar kartun atau berwarna merah muda?" tanya Zakky setelah melihat istrinya kembali dari ruang wardrobe untuk menyimpan sepatu.
"Memangnya kenapa? Mas Zakky ingin memanggil saya seperti anak kecil?"
"Bukan begitu, hanya saja saya jadi tidak bisa memakai piyama dengan gambar maupun warna yang sama," keluh Zakky, memakai piyama dengan motif atau warna yang sama memang terlihat serasi apalagi untuk pasangan.
"Ya ampun, hanya piyama saja harus di permasalahkan. Ini hanya pakaian untuk tidur."
"Tentu saja masalah bagi saya yang tampan dan mempesona ini. Mana mungkin seorang Zakky Ibrahim Wijaya memakai piyama berwarna merah muda. Tidur itu juga harus fashionable."
"Terserah kamu saja, lah."
"Ya, memang seharusnya begitu. Saya ganti baju dulu ya."
Zakky kembali lima menit kemudian, sekarang dirinya sudah memakai piyama coklat dengan motif kotak kecil. Pria ini kembali merebahkan tubuhnya di kasur, tangannya menopang kepalanya sambil menghadap ke arah Devi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Zone: Wake Up (2)
Любовные романы(COMPLETED) [Romance Comedy] Dream Zone: Sleeping Pills season 2 Kisah lika-liku kehidupan sebuah pasangan suami istri yang baru menikah. Zakky yang dulu menderita insomnia bisa sembuh berkat wanita yang kini menjadi istrinya. Masalah yang teratasi...