Bab 28 (Bodyguard)

127 11 16
                                    

Cahaya putih terasa menyilaukan mata, rasa ngilu mulai menjalar di area leher. Cahaya itu hanyalah berasal dari lampu tempat ruangan Devi dirawat. Wanita itu telah siuman keesokan paginya, waktunya untuk siuman ternyata jauh lebih lama dari perkiraan dokter, bahkan Zakky sempat panik karena istrinya tidak kunjung sadar. Untung saja dokter berhasil menenangkan pria ini karena beberapa pasien memang terkadang seperti ini, anastesi yang diberikan pada setiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda.

Devi mulai mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Tubuhnya merasa tengah berbaring di sesuatu yang empuk yang tak lain adalah ranjang rumah sakit. Selang oksigen masih terpasang di area hidungnya, pernapasannya harus dibantu alat tersebut karena tidak stabil.

Dia melirik ke arah kirinya, tampak tubuh Zakky yang berdiri dengan wajah yang datar, tangannya terlipat di dada. Juga ada seseorang yang tidak Devi kenal sedang berdiri pula di sebelah suaminya. Zakky tidak mengucapkan sepatah kata pun saat ini, hal itu membuat Devi ragu untuk mengucapkan sesuatu. Bukankah dia dan suaminya masih bertengkar?

Suasana masih hening, tidak ada yang memulai bicara. Devi melirik suaminya sekali lagi, pria itu masih berdiri dengan posisi yang sama dan tatapan datar yang sama, itu membuat Devi takut. Suasana seperti ini sungguh membuat tidak nyaman, Devi ingin bicara tapi terlalu takut akan reaksi suaminya nanti.

Seperti kebiasaan Zakky yang selalu bersikap tegas terhadap perbuatan fatal Devi sebelumnya. Meskipun sekarang Devi sedang terbaring lemah di rumah sakit Zakky tidak bisa memaafkannya begitu saja, istrinya tetap harus bertanggung jawab atas kesalahannya dan sikap dingin Zakky kali ini pun sebagai hukuman.

"Saya haus." Itulah frasa pertama yang keluar dari mulut Devi.

"Ambil air sendiri!" jawab Zakky datar.

Devi memasang wajah cemberut, suaminya itu kenapa judes sekali, bukannya menanyakan keadaannya malah hanya diam saja. Hal ini memang karena masalah kemarin sehingga Zakky marah besar padanya karena data karyawan menjadi tersebar. Tapi, bukankah kali ini situasinya berbeda, Devi butuh perhatian.

Tenggorokkannya terasa kering, wanita itu benar-benar haus. Dia berusaha bangun sendiri untuk mengambil air minum. Hidup ini memang kejam, apalagi untuk orang yang disangka memiliki kesalahan macam Devi sekarang.

"Ini!" Zakky menyodorkan botol air mineral setelah Devi berhasil bangun, air minum berada di nakas yang jaraknya cukup jauh dari ranjang sehingga walaupun Devi berhasil bangun pun pasti akan kesulitan meraihnya.

"Terima kasih," ucap Devi seraya menyunggingkan senyumannya.

"Jangan tersenyum sebelum menyadari apa kesalahanmu," ketus Zakky.

Air minum itu langsung terasa pahit di lidah dan terasa menikam tenggorokan, sepertinya Zakky akan marah besar lagi pada dirinya.

"Dev, kamu tahu apa kesalahanmu?"

"Tidak, karena saya tidak bersalah. Kenapa harus membahas masalah kantor disini?"

"Akan selalu ada konsekuensi dibalik semua perilaku."

"Maaf jika saya bersalah pada Mas Zakky."

"Jangan meminta maaf pada saya. Minta maaflah pada Tuhan, Dia sudah memberimu kesempatan hidup maka pertanggungjawabkan kesalahanmu. Korban tidak berjumlah satu atau dua melainkan ratusan. Biaya untuk mengganti kerugian mereka mencapai milyaran rupiah, kamu harus sadar itu Dev."

Devi menarik napasnya dengan kasar. "Kenapa Mas Zakky ini ngotot sekali? Oh iya, sepertinya memang sifatmu sudah sejak lahir seperti ini, enggan mendengar pendapat orang lain. Kebanyakan orang kaya selalu bersikap demikian, bukan?"

"Seharusnya kamu berterima kasih pada saya, sebab saya telah menutupi masalah ini dan tidak memperpanjangnya kepada kepolisian. Lagipula, memangnya saya salah kalau kaya sejak lahir?"

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang