"Bagaimana sudah siap belum?" tanya Zakky pada Riska yang datang membawakan pakaian ganti untuknya. Karena Zakky merasa pakaiannya kusut maka dengan terpaksa Riska harus menyetrika pakaian bosnya. Susah payah menahan malu Riska harus meminjam setrika ke salah satu rumah di belakang restoran.
"Ini Mas." Riska menyodorkan satu set pakaian bermerek milik Zakky.
"Arrgh ini masih kusut, setrika lagi!"
Riska hanya bisa pasrah, apalah daya dirinya yang akrab dengan panci dan kompor kini malah berurusan dengan setrika dan pakaian bosnya yang perfeksionis ini. Sebetulnya ini tugas Mbok Niar, dialah yang sudah paham harus selicin apakah pakaian yang sesuai dengan selera Zakky. Namun, karena Riskalah yang paling muda dan terbilang gesit maka dialah yang terpilih mengantarkan pakaian ini.
"Sudah siap belum?" desak Zakky sembari tidak lepas memandang arlojinya.
"Sepertinya sudah," ucap Riska tapi masih ragu.
"Hmm lumayan rapi juga, eh tunggu dulu kenapa kerahnya masih kusut? Tapi tidak apalah saya harus segera bersiap-siap. Pasti ketampanan saya ini akan mengalahkan kusutnya kerah ini."
Akhirnya Riska bisa bernapas dengan lega, tugasnya yang bisa dibilang lebih rumit daripada memasak dodol itu bisa selesai juga.
.
.
.
Zakky masih mematut dirinya di depan kaca toilet restoran. Dia menyemprotkan parfum ke pakaiannya, tak lupa memberikan gel rambut dan menyisirnya serapi mungkin. Intinya hari ini dia harus bisa berpenampilan memukau di hadapan istrinya. Saat dirasa penampilannya sudah sempurna dia melangkahkan kakinya keluar toilet dengan senyum cerah cemerlang.
Langkahnya harus terhenti, dia menyadari satu hal yang luput dari perhatiannya. Sepatu yang dipakainya belum terurus dengan sempurna. Kenapa dia bisa lupa untuk berpesan pada Riska agar membawa sepatu baru juga.
"Riska kesini sebentar!" seru Zakky.
"Iya Mas?"
"Tolong semir sepatu saya, harus siap dalam lima menit."
"Tapi sepatu Mas Zakky masih terlihat bagus, warnanya tidak memudar, lagipula bagaimana mungkin saya bisa selesai menyemir sepatu hanya dalam waktu lima menit, apalagi alatnya tidak ada."
"Kamu betul juga, ya sudah lagi-lagi biarkan ketampanan saya harus lebih menonjol agar mampu menutupi kekurangan sepatu yang sedikit pudar dan kerah yang masih kusut ini."
"Ya, Mas Zakky memang terlihat sangat tampan."
"Hahaha tentu saja." Zakky tersenyum cerah dan langsung mengusap kedua sisi kepalanya bak model iklan sampo. "Karena kamu sudah berkata jujur, ini bonus untukmu. Ambil saja tidak usah sungkan."
Riska membelalak kaget ketika Zakky menyodorkan uang sebesar satu juta rupiah padanya. Dia masih tidak percaya semudah inikah mendapat bonus, hanya bermodalkan pujian. Lain kali dia harus lebih sering memuji majikannya ini, tentu saja di belakang istrinya.
"Terima kasih banyak Mas Zakky, dengan senang hati saya akan menerimanya."
Drama pakaian dan kesempurnaan penampilan akhirnya telah selesai. Dekorasi ruangan yang disiapkan Emma dan pelayan pun sudah terlihat beres. Meja pesanan Zakky sudah diberikan hiasan bunga mawar yang harum semerbak, jalan menuju ke meja tersebut sudah diberikan karpet merah layaknya acara penghargaan internasional, koki pun sedang mempersiapkan makanan yang lezat dan tentunya mahal. Hanya tinggal menunggu Devi datang maka kejutan ini akan sempurna.
Zakky mencoba menghubungi Eddy untuk memastikan di manakah mereka berada, namun telepon bodyguard itu malah tidak aktif sama sekali. Pasti Eddy lupa lagi untuk mengisi ulang baterai handphonennya. Kaki kanan Zakky tidak berhenti dihentakkan ke lantai, walaupun kepercayaan dirinya sudah setingkat dewa tapi jika berhadapan dengan situasi seperti ini tentu saja membuat dirinya gugup juga. Apakah kejutan ini akan berhasil? Itulah pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Zone: Wake Up (2)
Roman d'amour(COMPLETED) [Romance Comedy] Dream Zone: Sleeping Pills season 2 Kisah lika-liku kehidupan sebuah pasangan suami istri yang baru menikah. Zakky yang dulu menderita insomnia bisa sembuh berkat wanita yang kini menjadi istrinya. Masalah yang teratasi...