Bab 35 (Terungkap)

144 12 6
                                    

"Eumm... Bos Kecil ada sesuatu yang harus kita bicarakan."

"Kita kan sedang bicara Om."

"Iya sih. Tapi ini penting sekali, menyangkut kasus Bos Kecil di kantor. Ada suatu cara yang bisa membuktikan kalau Bos Kecil tidak bersalah."

"Oh ya? Cepat katakan bagaimana caranya?"

"Sepertinya ada yang meretas komputermu atau justru menggunakan komputer Bos tanpa sepengetahuan siapa pun. Saya dan teman saya sedang meneliti dulu kira-kira apa yang harus kami lakukan untuk menemukan pelakunya."

Devi mengangguk paham, hal itu membuktikan bahwa Devi memang tidak bersalah atas kasus ini. Dan mengenai pengungkapan siapa pelakunya itu agak sulit dilakukan sebab tidak ada satu pun bukti yang mengarah pada siapa pun kecuali Devi.

"Lalu sekarang bagaimana? Bos mau pulang?" tanya Tomi menyadari bahwa Bosnya sedang terluka karena jatuh dari sepeda.

"Tentu saja tidak, kita harus menikmati danau buatan ini dulu. Saya tidak akan pulang hanya karena terjatuh dan terluka di pelipis. Asal Om tahu, permasalahan yang tengah saya hadapi di kantor dan rumah tangga itu lebih sakit daripada apa yang barusan saya rasakan. Dan terima kasih kepada Om yang telah mempercayai bahwa saya memang tidak bersalah. Om Tomi kan menghitung saja tidak lancar tapi kenapa Om bisa tahu bahwa ada yang meretas komputer saya?"

"Iya deh Bos Kecil yang pintar, dulu kan saya sudah bilang bahwa saya pernah bekerja menjaga warnet, saya juga sebetulnya saya lulusan IT (Information Technology) dan sebetulnya saya itu hanya berpura-pura bodoh saja di hadapan Bos Kecil, aslinya saya itu pintar sekali."

"Oh ya? 14×29 hasilnya berapa?"

"Tunggu dulu, kenapa tiba-tiba kasih soal mendadak seperti ini sih?"

"Hasilnya 406, oke Om Tomi memang tidak bisa berhitung."

Matahari mulai turun ke peraduannya menjadi tanda bahwa hari telah mulai meredup. Devi memandang sunset tersebut dengan perasaan campur aduk, dia merindukan Zakky tapi pada saat yang bersamaan dia marah pada pria itu. Dia berharap masalah yang menimpanya sekarang bisa menghilang seiring dengan matahari yang perlahan tenggelam.

"Kasihan sekali kamu Bos, masih muda namun sudah memiliki masalah yang pelik." Tomi memandang Bos Kecilnya itu dengan prihatin.

"Saya tidak perlu dikasihani, banyak orang di luar sana yang lebih menderita daripada saya."

"Benar juga, seharusnya Bos lebih kasihan pada saya yang jomblo, tidak punya rumah, dan tidak memiliki uang juga."

"Inilah dampak dari sifat pelit yang Om miliki, maka Tuhan pun pelit pada Om."

"Tidak usah menyindir."

Mereka melanjutkan perjalanan untuk mengelilingi danau dengan menggunakan sepeda, namun kali ini tidak balapan. Pelajaran yang bisa mereka ambil dari kecelakaan tadi adalah seharusnya mereka bisa menikmati pemandangan danau dengan perlahan, menyerap segala keindahan dengan hati bukannya ambisi. Jika dengan balapan maka setiap detail keindahan hanya akan terlewatkan karena mereka terlalu fokus dalam berkompetisi.

Sama halnya dengan kehidupan yang mereka alami, seharusnya Devi lebih bisa menikmati setiap sisi dari hidupnya baik itu kebahagiaan maupun ujian. Jika dia berusaha menghindari masalah dengan cara balapan dalam artian menghindari tanpa menghadapinya maka bisa jadi dia akan terjatuh dalam kesalahan yang sama.

Menghabiskan waktu di tempat wisata memang asyik sekali rasanya sampai-sampai lupa waktu. Sama halnya dengan Tomi dan Devi, niat awal mereka adalah akan pulang ketika hari sudah senja. Namun, sayangnya hujan mengguyur daerah danau tersebut dari pukul lima sore sampai malam, itu menjadi penyebab Tomi dan Devi berteduh dahulu di salah satu warung di dekat danau.

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang