Bab 23 (Racun)

86 7 17
                                    

Setelah sampai di klinik Zakky langsung membaringkan tubuh Emma ke ranjang. Dokter pun langsung menghampiri untuk memeriksa pasien tersebut. Zakky kemudian keluar dari ruang rawat dan duduk di kursi tunggu bersama Devi.

"Kenapa Mbak Emma bisa pingsan seperti itu?" tanya Devi khawatir sambil mencengkram tas milik Emma yang masih berada di pangkuannya.

"Entahlah, tapi sebelumnya dia terlihat baik-baik saja dan setelah itu langsung pingsan seperti tadi," jawab Zakky yang sebetulnya merasa kaget.

"Apakah Mbak Emma akan baik-baik saja?"

"Hmm, kita doakan saja."

Sekitar setengah jam kemudian, dokter yang sudah memeriksa keadaan Emma keluar menemui Zakky yang mengantarkannya tadi. Saat ini memang tidak ada keluarga dekat dari Emma yang berada disini jadi Zakky dan Devil yang menjadi wali Emma untuk sementara waktu.

"Keadaan pasien untuk saat baik-baik saja Pak. Berdasarkan hasil yang telah saya periksa tadi, tampaknya pasien mengalami keracunan, dia mengalami gejala sakit perut, pusing, juga tadi setelah siuman dia merasa mual kemudian muntah-muntah. Sehingga sempat mengalami kekurangan cairan. Tapi sudah saya tangani dengan memberikan cairan infus padanya."

"Kenapa dia bisa keracunan seperti itu?" tanya Zakky penasaran.

"Tadi saya juga sempat bertanya mengenai makanan yang di konsumsi oleh pasien. Dia mengatakan di pagi hari dia hanya mengkonsumsi nasi goreng dan belum lama ini dia hanya meminum secangkir kopi saja. Jadi bisa saya simpulkan jika pasien mengalami keracunan makanan disebabkan oleh nasi goreng atau kopi. Namun, jika di teliti secara cermat pasien langsung menunjukkan gejala keracunan setelah meminum kopi padahal dia sama sekali tidak bermasalah dengan minuman tersebut. Bisa saja penyebab pastinya berasal dari kopi," jelas dokter.

"Baiklah, terima kasih dokter. Tolong rawat dia dengan baik. Saya akan menghubungi keluarga dari pasien."

Dokter tersebut mengangguk kemudian masuk kedalam ruangan rawat lagi. Disisi lain Devi terlihat sedang menunduk, dia merasa bersalah karena kejadian ini bisa jadi disebabkan oleh dirinya.

"Dev," panggil Zakky.

"Iya?" Devi langsung menoleh ke arah suaminya.

"Apakah kamu menaruh racun di minuman itu?" tanya Zakky straight to the point.

"Mas Zakky mencurigai saya?"

"Kalau boleh jujur jawabannya adalah iya. Saya mencurigai kamu."

"Kenapa?" tanya Devi yang kini hatinya diliputi rasa kecewa.

"Bukankah kamu yang menyiapkan minuman tersebut? Lalu saya harus mencurigai siapa lagi? Tinggal jujur saja kemudian meminta maaf pada Emma, maka saya tidak akan memarahi kamu."

"Saya tidak mungkin melakukannya. Mbak Emma adalah teman baik saya jadi mana mungkin saya melakukan hal sekejam itu."

"Dev, kita sudah menikah hampir dua tahun lamanya. Saya sudah paham kebiasaanmu ketika sedang emosi, kamu seringkali bertindak bodoh."

"Apa maksud Mas Zakky?" Devi melirik ke arah suaminya dengan tatapan tidak percaya. "Ya saya memang seringkali bertindak bodoh saat emosi, tapi tak lantas membuat Mas Zakky menuduh saya seperti ini."

"Dulu ketika kita belum menikah kamu pernah mengempeskan ban mobil saya hingga saya terlambat sampai ke kantor, juga pernah mempermalukan saya di restoran dengan pantun buatanmu, lalu mencurigai Angela dan saya memiliki hubungan spesial padahal nyatanya tidak. Kamu mengakuinya dan saya pun memaafkanmu. Kini tinggal jujur saja maka saya akan memaafkan kamu."

Bagaimana Devi akan jujur dengan perbuatan yang sama sekali tidak dia lakukan. Dia mengakui bahwa seringkali bertindak bodoh ketika sedang dilanda emosi dan Devi memang sedang emosi pada saat itu karena orang-orang menghina dan meremehkannya juga merasa kesal karena Zakky membatalkan rencana mereka kemudian malah menyuruhnya membuat kopi. Tapi semua emosi yang dia rasakan tidak mungkin sampai berujung mencelakakan orang lain.

"Saya tidak melakukannya!" elak Devi sekali lagi.

"Saya tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Rahasia ini biar kita berdua yang pendam, asalkan kamu berkata jujur. Jadi, apakah kamu yang meracuni Emma?"

"Tidak!"

Zakky menarik napasnya dengan kasar, dia tahu bahwa istrinya keras kepala. Membutuhkan tenaga ekstra untuk membuat wanita itu mengungkapkan segalanya apalagi di situasi dan tempat umum seperti ini.

"Serahkan dompet dan handphone kamu!"

Sama seperti biasanya ketika Devi berbuat kesalahan maka salah satu hukumannya adalah suaminya menyita dua benda penting itu hingga waktu yang tidak ditentukan. Kontan saja Devi menolak mentah-mentah jika handphone dan dompetnya disita, kali ini dia benar-benar tidak mau dihukum atas kesalahan yang sama sekali tidak diperbuatnya.

"Jangan biarkan saya memarahimu disini Dev, itu akan membuatmu malu," ucap Zakky dengan nada datar.

Devi hanya berdiam diri, dia ingin mengelak namun saat ini dia tidak memiliki bukti yang kuat.

"DEVI!" teriak Zakky marah, Devi tahu bahwa suaminya ini tidak pernah ragu dalam meledakkan emosinya.

Wanita ini jelas-jelas tidak ingin mendapatkan amarah di tempat umum apalagi di area perkantoran yang hampir semua penghuni disini mengenal mereka. Dia memilih mengalah dan menyerahkan tas miliknya yang berisi dompet dan handphone bahkan perlengkapan lain di tasnya itu. Tak lupa dia pun menyerahkan tas milik Emma pada Zakky, biarlah suaminya itu menyerahkan tas milik karyawannya karena Devi sudah merasa amat kesal dan ingin pergi menjauh dari hadapan suaminya.

"Mau kemana kamu? Diam disini dan minta maaf pada Emma," tanya Zakky ketika melihat Devi bangkit dari duduknya.

"Meminta maaf?" Devi membalikkan tubuhnya ke arah Zakky.

"Iya, memangnya apa lagi?"

Devi mendengus sambil tersenyum sinis. "Mas Zakky sendiri yang jelas-jelas sering melakukan kesalahan dengan angkuhnya tidak mau meminta maaf dengan dalih tidak memiliki kata maaf di kamusnya. Lalu apa hakmu memaksa saya untuk mengucapkan kata maaf padahal saya benar-benar tidak bersalah sama sekali?"

"Kasusnya berbeda, kamu melakukan kesalahan fatal. Racun yang kamu taruh di minuman seseorang bisa berbahaya. Bagaimana jika korbannya meninggal?"

"Kasus berbeda? Pembunuh dan penguntit adalah suatu kasus yang berbeda tapi kenapa keduanya bisa dijebloskan kedalam penjara? Karena dua hal tersebut tetaplah suatu kesalahan. Jangan mentang-mentang Mas Zakky adalah seseorang yang memiliki jabatan tinggi lantas mengelak dari suatu kesalahan."

"Sudah Dev, cukup. Duduk dan diam disini!"

"Biarkan saya pergi."

"Jangan pergi. Bertanggung jawablah pada kesalahan kamu."

Devi memilih untuk tidak menjawab dari pertanyaan suaminya, napasnya sudah terlihat naik turun tidak beraturan. Sesabarnya manusia jika terus didesak dan dimarahi maka akan merasa kesal dan marah juga.

"Jadilah manusia bertanggung jawab. Diam disini dan minta maaflah pada Emma."

Rasanya Devi ingin berteriak di kedua telinga suaminya bahwa dirinya tidak bersalah jadi untuk apa meminta maaf? Apakah pria ini tidak sadar diri bahwa dirinya pun lebih sulit meminta maaf pada orang lain meskipun dia sendiri yang salah. Devi memilih berjalan pergi meninggalkan klinik kantor, tak peduli dengan teriakan suaminya yang terus memanggil dirinya. Untung saja hari ini klinik kantor sedang sepi dan hanya ada satu pasien, jadi tidak ada seorang pun yang menyaksikan pertengkaran mereka.

***

Publish pada: 5 September 2020

.

.

.

Jangan lupa vote dan komennya ya 💛

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang