Bab 27 (Papper Bag)

127 12 13
                                    

Ruangan klinik kantor Wijaya Group layaknya ruangan di rumah sakit. Fasilitas disini tidak kalah dengan rumah sakit sungguhan. Terdapat sebanyak tiga ranjang, disediakan pula berbagai alat untuk menunjang para dokter untuk melakukan tugasnya.

Emma masih di rawat di klinik ini, dia memilih untuk di opname disini dan tidak pindah ke rumah sakit. Dokter maupun perawat disini mendapat pasokan obat maupun alat dari anak perusahaan Wijaya Group yaitu Wijaya Hospital. Klinik ini di awasi penuh oleh rumah sakit tersebut.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Zakky yang kini menjenguk Emma.

"Sudah lebih baik, saya tidak merasakan pusing lagi. Namun, masih terasa lemas."

"Syukurlah kalau begitu."

"Dimana Devi? Sejak siuman saya belum melihat dia."

Zakky terdiam, dia merasa malu atas apa yang dilakukan istrinya. Devi malah menghilang dan tidak minta maaf bahkan tidak hadir untuk sekadar menjenguk. Zakky merasa terlalu memanjakan istrinya itu hingga akhirnya Devi malah bertindak seenaknya.

"Entahlah, mungkin sedang merenungkan kesalahannya," jawab Zakky asal.

"Kesalahan apa? Kamu ini ada-ada saja."

Hubungan Zakky dan Emma semakin akrab saja, ditambah usia mereka yang tidak jauh berbeda membuat Emma memanggil bosnya itu tanpa embel-embel kata 'bapak'. Mereka berdua sudah menjadi teman yang sudah memahami satu sama lain. Zakky merasa salut pada perempuan dihadapannya, dia menjadi korban kejahatan namun bisa menganggap bahwa pelakunya tidak bersalah.

Sebuah nada dering handphone menghentikan obrolan mereka, Zakky mengecek siapakah yang meneleponnya. Ternyata hanya Ami yang merupakan salah satu karyawannya juga, memang tidak biasanya sahabat istrinya itu menelepon. Mungkin memang ada sesuatu yang perlu dibicarakan.

"Halo, Pak Zakky cepat kesini Pak!" sambar Ami ketika sambungan telepon sudah diangkat oleh bosnya.

"Ada apa?"

"Devi... saya mohon Bapak cepat kesini."

"Kenapa? Apakah dia membuat masalah lagi?"

"Tolong datang ke taman kota yang berjarak dua kilometer dari restoran seafood, saya tidak bisa bicara terlalu banyak karena baterai handphone saya hampir habis. Bapak harus datang kesini jika tidak ingin kehilangan Devi, sebab Dev-" sambungan telepon terputus yang membuat Zakky kebingungan, masalah apalagi yang ditimbulkan istrinya?

Zakky mencoba untuk tidak peduli, dia menyangka bahwa istrinya sedang memperalat Ami agar bisa mengerjainya. Namun, entah mengapa dia merasa penasaran dan perasaannya pun tidak enak. Pria ini sudah tidak tahan lagi, apapun yang terjadi dia harus ke tempat yang disebutkan oleh Ami sekarang juga.

.

.

.

Suasana taman kota yang sepi membuat Zakky sedikit ragu untuk masuk sebab tidak ada siapa-siapa disana. Dia mencoba menghubungi istrinya tapi Zakky sadar kalau handphone Devi sedang disita olehnya. Zakky memasukkan kembali handphone miliknya ke saku jas, kakinya mulai melangkah dan kepalanya menoleh ke seluruh arah. Matanya teralih pada seorang perempuan yang diyakininya sebagai Ami, dia sedang berjongkok dan entah tengah melakukan apa sebab terhalang tanaman boskus. Tanpa ragu Zakky langsung berlari menghampirinya.

"Ami apa yang kau butuh-" pertanyaan Zakky terhenti ketika melihat seseorang tengah terbaring di depan Ami. "D-da-darah." Zakky gemetar, peristiwa ini mengingatkannya pada sang kakak yang dulu meregang nyawa.

Perlahan tangan gemetar itu menyentuh kepala wanita yang sedang tergeletak. Benar, ini adalah istrinya. Cairan merah itu terus mengucur dari area leher wanita ini. Blazer putih milik Ami yang digunakan untuk menutup leher sahabatnya itu sudah berubah warna.

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang