Bab 8 (Penggemar)

95 9 11
                                    

Zakky baru bisa pulang ketika terbebas dari banyaknya karyawan yang menyapa maupun ingin bersalaman dengan CEO baru mereka. Tentu saja Zakky tidak mungkin menolak hal itu. Suasana semakin heboh ketika rombongan staf perempuan berlari ke arahnya sambil meminta foto selfie bersama. Lagi-lagi proses untuk dirinya bisa pulang kini kembali terhambat.

Situasi Zakky sekarang bagaikan seorang artis terkenal yang diburu oleh fansnya. Sebab selain meminta foto, mereka pun meminta tanda tangan. Tampilan wajah Zakky yang tampan dan tubuh yang atletis membuat dirinya patut di sandingkan dengan Devi yang cantik dan cerdas.

"Pak Zakky, saya boleh minta cium tidak?" tanya salah satu staf dengan histeris dan langsung mendekat ke arah Zakky.

"APA??!!" Zakky sangat kaget, istrinya saja tidak seagresif itu.

"Iya, boleh kan Pak?" tanya staf itu lagi, di ID cardnya tercantum nama Septiani.

"Jika Bapak mencium dia, maka kami pun harus dicium juga," sahut staf lain kompak.

Zakky mengakui bahwa pesona yang dimilikinya mampu membius para wanita. Meminta foto dan tanda tangan adalah hal yang menyenangkan baginya yang memang narsis itu. Tapi jika dalam hal mencium, dengan keras dia akan mengatakan tidak. Karena bibirnya ini diciptakan khusus untuk mencium istrinya seorang, tidak lebih.

"Kalau hal itu saya tidak bisa," jawab Zakky akhirnya yang membuat rombongan karyawati tersebut mengeluh bersamaan.

Tanpa diduga staf yang bernama Septiani itu langsung jatuh pingsan, semua orang langsung mengerubunginya dengan heboh.

"Bagaimana ini? Dia pingsan."

"Pak Zakky harus menolongnya," ujar staff yang lain.

Zakky bingung dengan apa yang harus dia lakukan, terlebih lagi hanya ada satu pria saja disitu yaitu dirinya sendiri. Dia harus mempertahankan wibawanya sebagai bos teladan yang dikagumi banyak orang.

Keadaan Septiani semakin memburuk, yang tadinya hanya pingsan saja kini megap-megap seperti kehabisan napas.

"Bapak harus memberinya nafas buatan."

"APA??!! Ke-ken-kenapa harus saya?" Lagi-lagi Zakky kaget untung saja dirinya tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Dirinya pun merasa gugup dengan keadaan ini. Oh tidak jika istrinya tahu maka dia akan sangat mengecewakannya.

'Ya Tuhan bagaimana ini?' batin Zakky memohon pertolongan.

Kini keadaan Septiani tidak megap-megap seperti tadi, namun hal itu bukan kabar yang baik sebab perempuan yang menjabat sebagai resepsionis ini masih dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Ayo Pak cepat bertindak. Bisa-bisa dia meninggal jika dibiarkan seperti ini."

"Kamu saja, atau kamu, kamu. Kenapa harus saya?" sanggah Zakky sambil menunjuk satu persatu staf yang berkumpul disitu.

"Saya tidak bisa Pak. Saya tidak tahu teknik CPR yang baik," tolak salah satu staf.

"Saya juga tidak bisa Pak," ujar yang lain bergantian.

"Bapak kan pemimpin disini dan tentunya berkepribadian cerdas. Maka tidak ada pilihan lain selain Bapak yang memberikan napas buatan."

Zakky hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tentu saja tidak gatal, pujian dari para karyawannya itu membuatnya percaya diri dan Zakky tidak mungkin meninggalkan citra yang buruk di hadapan para staf.

'Dev, saya mohon agar kamu memaafkan suamimu yang tampan ini. Sebab sekarang adalah dalam keadaan darurat,' batin Zakky.

Pria jangkung itu mulai menurunkan badannya, kini dia sudah berlutut di hadapan Septiani yang masih terbaring di lantai akibat pingsan. Jujur saja Zakky pun tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia memang pandai dalam berbisnis dan tentu saja pintar meluluhkan hati Devi. Namun, dalam hal mengatasi orang yang pingsan dia sama sekali tidak paham dengan hal tersebut.

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang