Bab 21 (Debat)

77 9 4
                                    

Ruangan 7×7 milik CEO Wijaya Group itu tampak dihadiri seorang tamu yang tak lain adalah karyawannya sendiri yaitu Emma. Tidak ada hal lain yang mereka bicarakan selain pekerjaan. Keduanya memang terbilang sering bertemu karena membahas perihal kantor.

"Jadi bagaimana menurut Pak Zakky mengenai karyawan toxic itu?" tanya Emma.

"Tipe karyawan toxic itu memang menyebalkan, mungkin saja dia bertugas dengan baik namun di balik itu semua dia memberikan pengaruh negatif pada karyawan lain," jawab Zakky.

"Apakah menurut Bapak tindakan saya untuk memecat beberapa karyawan toxic itu tepat?"

"Kamu merupakan direktur personalia di perusahaan ini. Tentunya kamu lebih paham seluk beluk dari segala karyawan maka dari itu silakan saja."

"Benarkah demikian? Termasuk karyawan kepercayaan dan karyawan terpenting?"

"Pecuma saja menjadi kepercayaan namun malah toxic sama saja bohong."

"Baiklah kalau begitu. Maka saya akan memecat Bapak saja, sebab memberikan toxic pada para karyawan yang iri akan kemesraan Bapak dan Devi," canda Emma diselingi tawa.

"Kamu akan saya pecat duluan," balas Zakky juga sambil tertawa.

Tok tok tok

"Silakan masuk," ucap Zakky.

Ternyata Devi yang masuk ke ruangannya dengan wajah datar. Kemudian langsung duduk di sofa yang muat tiga orang itu lebih tepatnya di samping Emma.

"Kenapa kalian berhenti tertawa? Sedang membicarakan saya ya?" selidik Devi.

"Iya, membicarakan perilaku kamu yang begitu imut dan lucu," jawab Zakky.

Devi memanyunkan bibirnya tanda tak percaya tapi dibelakang itu hatinya berbunga-bunga karena di puji suami sendiri di hadapan orang lain.

"Kami hanya membicarakan tentang pekerjaan. Dev tolong buatkan minuman untuk Emma."

Sontak saja Devi mendelikkan matanya ke arah Zakky, suaminya ini memang sering minta dibuatkan minuman tapi itu berlangsung ketika mereka di rumah dan sekarang keduanya berada di kantor. Devi jadi merasa seperti pesuruh daripada seorang istri.

"Kenapa tidak panggil OB saja?" tanya Devi tidak terima.

"Ya sudah tolong panggilkan."

"Saya baru duduk lho, masak harus keluar lagi ke pantry?"

"Lalu, apakah saya yang harus ke pantry? Atau Emma?"

Devi menarik napasnya dengan kasar, benar juga dirinya yang menjabat posisi paling rendah diantara mereka bertiga jadi harus sadar diri dan mengalah. Dengan wajah yang memaksakan untuk tersenyum ramah, Devi pergi menuju pantry. Biar dirinya saja yang membuatkan kopi daripada menunggu OB.

***

Rapat mendadak kembali diselenggarakan oleh Pak Wijaya. Topik yang di angkat tak lain adalah mengenai wakil CEO baru. Sejak diumumkan akan di pilih satu orang untuk menjadi wakil CEO, karyawan di Wijaya Group terbagi menjadi tiga kubu, padahal mereka tidak mempunyai hak suara. Tapi tentu saja hal tersebut pun menjadi pertimbangan Pak Wijaya, dilihat dari dukungan para karyawan maka dapat dipastikan ketiga kandidat memiliki kesan tersendiri bagi setiap karyawan.

Berbeda halnya dengan rapat pertama yang mengundang direktur utama anak perusahaan, kali ini rapat dihadiri oleh para petinggi yang bekerja di Wijaya Group dan beberapa wakil pemegang saham.

"Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa ketiga kandidat kita ini memiliki pendukungnya masing-masing. Hal ini jujur saja membuat saya dan para pemegang saham lainnya menjadi bingung tentang siapakah yang harus kita pilih," ucap Pak Wijaya membuka sesi rapat.

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang