Bab 9 (Amarah)

124 11 8
                                    

Zakky masih terdiam di lobi, dia sedang menunggu istrinya kembali dari menolong seseorang yang tiba-tiba pingsan. Sesekali CEO Wijaya Group itu membalas senyuman para karyawan yang menyapanya atau berfoto bersama dengan beberapa staf yang mengaku sebagai penggemarnya.

Pria kaya itu mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai, hatinya merasa tidak tenang sekaligus khawatir jika istrinya kesusahan mengurus korban pingsan sendirian. Ketukkan kaki Zakky terhenti ketika sosok yang ditunggu berjalan mendekat.

Senyuman kotak itu terukir manis di wajahnya, dia merentangkan kedua tangannya bersiap untuk memeluk wanita yang dicintainya itu. Namun, ternyata Devi hanya melewatinya begitu saja seperti tidak ada sosok sang suami disana.

Zakky langsung berlari menyusul Devi yang sudah keluar dari gedung Wijaya Group. Zakky berpikir bahwa mungkin saja istrinya itu terlalu lelah sehingga melewatinya begitu saja dan tidak melihat dirinya berdiri tak jauh dari jalan yang tadi dia lewati.

"Devi!" panggil Zakky sambil meraih tangan istrinya.

Istrinya itu tidak menunjukkan respon apapun. Wanita itu hanya terus berjalan menuju parkiran. Devi memang lelah, lebih tepatnya merasa lelah terhadap setiap sikap narsis milik suaminya. Apakah dia tidak memikirkan perasaan istrinya ketika melayani para penggemarnya? Meskipun hanya sekedar berfoto ataupun meminta tanda tangan tetap saja itu bukan kewajiban suaminya karena pria itu bukanlah seorang artis maupun model. Dulu wanita ini masih bisa memakluminya dan menganggap hal tersebut wajar-wajar saja tapi setelah peristiwa pura-pura pingsan yang dilakukan salah satu penggemar tadi membuat Devi merasa muak dan ingin suaminya berhenti bersikap menyebalkan seperti itu.

Sekarang para penggemar Zakky semakin menjadi-jadi, tidak malu bahkan tidak merasa bersalah sama sekali melakukan tingkah genit padanya. Untungnya pria itu bisa dibilang setia dan tidak tergoda. Sekarang imannya masih kuat tapi bagaimana di masa depan? Devi merasa seperti dalam lingkaran persaingan meskipun sebetulnya dia merupakan seorang pemenang.

"Devi!"

"Saya ingin pulang," respon Devi tanpa memandang ke arah suaminya.

"Baiklah. Asalkan kamu peluk saya dulu," goda Zakky saat mereka sudah sampai di parkiran.

"Kalau begitu saya naik taksi saja."

"Kamu kenapa sayang?"

"Saya lelah. Saya ingin langsung pulang. Saya akan memesan taksi online sekarang."

"Kamu kenapa? Tumben sekali bertingkah seperti ini. Biasanya selalu bersikap manja dan suka untuk dipeluk," tanya Zakky heran kemudian mengacak puncak kepala Devi.

"Saya sudah pesan taksi online, lima menit lagi sopirnya akan tiba di area kantor. Saya akan menunggunya di depan kantor."

"Eitss tunggu dulu!" Zakky langsung menghentikan langkah Devi dengan cara memegang bahu istrinya kemudian merebut handphone wanita tersebut untuk membatalkan pesanan taksi online. "Kita pulang bersama," lanjutnya, kemudian langsung membuka pintu mobil untuk istrinya.

Mana mungkin Zakky membiarkan istrinya pulang sendirian hari ini apalagi dia telah menyelamatkan bibir sucinya dan juga menyelamatkan kehidupan karyawati yang pingsan tadi. Untung saja Devi datang tepat waktu untuk menolong korban pingsan tersebut, maka dari itu pria ini merasa berhutang budi.

"Cepat injak pedal gasnya!"

"Iya, sabar."

"Bagaimana saya bisa sabar jika Mas Zakky terus mengulur waktu untuk pulang? Seharusnya kita bisa pulang sebelum waktu jam makan siang." Devi mulai kehilangan kesabarannya.

"Tapi kamu harus menjawab dulu pertanyaan saya. Kenapa sikapmu sore ini aneh sekali?" Zakky menujukkan wajah tanpa dosa seperti biasanya.

"Kita akan pulang atau tidak?"

"Jawab dulu pertanyaan saya."

Devi mengontrol napasnya yang sedang naik turun tidak beraturan itu. Dia menguatkan hati dan meyakinkan diri terlebih dahulu. Setelah tiga puluh detik, barulah dia yakin akan melakukan hal ini.

"Mas Zakky."

"Ya?"

Tanpa aba-aba tangan Devi langsung meraih rambut Zakky dan menjambaknya sekuat tenaga. Dia tidak peduli dengan suaminya yang terus meronta-ronta kesakitan. Bahkan Devi tidak peduli jikalau kulit kepala pria itu sampai copot dari tempatnya. Rasa kesal yang terus dipendam bisa membuat orang menjadi seganas ini.

"DEVI LEPASKAN! Kalau rambut saya rontok bagaimana? Nanti jadi tidak tampan lagi."

"Saya tidak peduli." Devi melepaskan jambakannya, biarpun kesal setengah mati dia masih punya hati nurani.

Kedua tangan Zakky langsung memegang kepalanya, dia meringis kesakitan.

"Kenapa kamu bisa sebuas ini sih Dev?" tanya Zakky yang masih memegang kepalanya.

"Semoga saja dengan menjambak rambutmu bisa membuat Mas Zakky sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah kamu perbuat."

"Memangnya saya salah jika terlahir sebagai pria tampan dan kaya raya?"

Devi tertunduk sambil meremas kepalanya. Haruskah dia membongkar isi kepala suaminya kemudian mengganti dengan otak yang baru? Itu kejam sekali dan dia tidak mungkin melakukannya karena dirinya bukan seorang psikopat.

"Mari kita pulang," ucap Devi pasrah.

"Saya kan sudah bilang bahwa kita akan pulang kalau kamu menjawab pertanyaan saya dulu."

"MAS ZAKKY INGIN SAYA JAMBAK LAGI YA?"

"Sepertinya kamu sudah tidak sabar ingin berduaan dengan saya, kan? Baiklah kita pulang sekarang, ketika kita sudah sampai di rumah, kamu akan saya peluk, saya cium, dan saya-" Tatapan dingin dari istrinya membuat ucapan Zakky terhenti. "Sudahlah mari kita pulang," pungkas Zakky dengan semangat tanpa takut akan pandangan seram dari istrinya.

Kebalikan dari Zakky yang moodnya sangat baik meskipun telah dijambak justru Devi merasa bahwa moodnya amat sangat jelek. Rasanya dia tidak ingin meladeni ucapan apapun yang dikeluarkan oleh bibir manis suaminya. Lebih baik dia diam dan tidur saja, dia lelah.

***

Saat tiba di rumah, Devi langsung masuk dan langsung melemparkan tasnya sembarangan. Melepas sepatunya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di bawah tangga menuju kamar. Tentunya Zakky merasa amat sangat heran dengan kelakuan aneh istrinya hari ini. Devi selalu meletakkan sepatu maupun barang lainnya pada tempatnya.

Salah satu asisten rumah tangga yang baru di rekrut Zakky kemarin langsung membereskan tas maupun sepatu Devi dan meletakkan pada rak di ruangan khusus perlengkapan majikannya itu.

Ketika tiba di kamar, Devi yang masih belum bisa mengontrol suasana hatinya langsung membanting pintu kamar mandi dengan keras dan hal itu bertepatan dengan saat Zakky masuk ke dalam kamar. Kejadian tersebut menyadarkan Zakky bahwa ada sesuatu yang tidak beres tengah melanda istrinya.

Zakky langsung melepas sepatu, jas, serta dasinya. Kemudian mencoba mengetuk pintu kamar mandi yang tentunya dikunci dari dalam.

"Dev buka pintunya!"

Tidak ada respon dari dalam, suara shower mulai terdengar menandakan bahwa yang di dalam kamar mandi sudah memulai aktivitas membersihkan badannya.

"Dev bagaimana kalau kita mandi bersama saja?" tanya Zakky dari luar sambil tetap mengetuk pintu.

"TIDAK MAU!" teriak Devi dari dalam.

Meskipun berakhir dengan penolakkan setidaknya Devi merespon pertanyaan Zakky. Itu lebih baik daripada tidak dijawab sama sekali.

***

Publish pada: 23 Juli 2020

.

.

.

Jangan lupa vote dan komennya ya 💛

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang