÷
"Berhenti tersenyum. Kau seperti orang gila."
Kau membuatku gila!
Gadis dengan kaus putih menemani jeans biru serta jaket hijau disampirkan dibahu tak memperdulikan teguran nan menyelinap masuk ke telinga selagi Ia menggeserkan jari diatas permukaan benda elektronik persegi panjang; memandangi foto - foto yang sempat dia ambil bersama sang kekasih di taman siang ini.
"Oke, baiklah. Lanjutkan dan aku akan pergi."
Joy tidak main - main dengan kalimatnya. Terbukti dirinya kini sudah setengah berdiri sebelum sebuah jari - jari ramping menarik ujung crop top hitamnya seraya mengerucutkan bibir.
Joy benar - benar merasa kesadarannya mulai pudar sebab ketika melihat bibir yang dimajukan itu, hasrat dalam diri Joy mengatakan bila Ia harus maju lantas memberikan kecupan kilat pada objek merah muda di hadapan. Lalu beberapa detik setelahnya Ia ditampar oleh kenyataan bahwa Ia tidak punya hak.
Tapi ini sudah menjadi kebiasaannya; menyimpan segala kegilaan sendirian sementara sang pelaku justru dengan polos terus melakukan apa yang membuat Joy kehilangan kewarasan.
"Aku disini bukan untuk diabaikan oleh orang yang terus menerus melihat ponselnya padahal ada aku yang sudah meluangkan waktu di depan matanya."
"Maaf. Tidak akan kuulangi."
Tanpa gadis mungil bertitle Bae Joohyun itu tahu, wajah memelas juga puppy eyesnya merupakan salah satu kelemahan Joy nan berada di urutan paling atas.
"Kau sudah mengatakan itu ratusan kali semenjak resmi menjadi kekasihnya 2 minggu lalu."
Dan aku dengan bodohnya selalu mengiyakan.
Kembali mendudukkan diri, Joy melipat dua tangan di meja depannya dan memberikan tatapan datar pada dewi dengan visual mematikan itu.
"Kau bicara dengan Wendy?"
Topik nan serta–merta muncul tanpa aba - aba sedikit membuat Joy lepas dari control diri; tampak dari gerakan menegakkan punggung sambil menaikkan satu alisnya namun masih tak ingin mengalihkan pandangan dari tatapan mengintimidasi di depannya.
"Kau tahu Wendy?"
"Tidak. Hanya saja tadi siang aku dan Seulgi melihat kalian berbicara. Dari situ aku tahu kalau gadis itu adalah Wendy. Dia ternyata juga sahabat Seulgi."
Tenggorokan Joy terasa kering mendadak. Padahal Ia tahu kalau Irene sudah memiliki kekasih, jadi apapun yang ada di pikirannya saat ini tak mungkin terjadi. Namun entah kenapa Ia merasakan adanya sedikit indikasi rasa bersalah di dalam hati.
Konyol sekali kau, Park Sooyoung.
"Lalu?"
"Yeah, siapa yang tahu akan ada apa selanjutnya."
"Dan apa maksudnya itu?"
Sebenarnya Joy pun sudah mengerti kemana pembicaraan ini terarah. Ia hanya ingin mengetes apakah Irene masih ingat apa yang paling Ia benci.
"Kami —Aku dan Seulgi, bisa membantumu mendapatkan dia."
"Mwo?!"
Aksen asli keluar, Irene mulai paham bila Ia baru saja memancing amarah Joy.
Joy pun merutuki diri sendiri sebab tanpa sadar mengharapkan Irene akan dapat mengerti bila Ia tak akan pernah suka hal - hal seperti dijodohkan dan sejenis itu; persis seperti yang beberapa tahun lalu Joy peringatkan pada Irene.
Lalu fakta kembali mengingatkan bahwa kini apa yang Ia suka dan tidak suka bukanlah hal penting lagi bagi Irene. Atau mungkin memang tak pernah seberharga yang Joy pikirkan untuk gadis mungil tersebut.
"Kau juga harus memulai yang baru, Soo. Jangan —"
"Stop! Ini memuakkan. Aku pergi!"
Joy kira Ia bisa menahan apapun nan tengah meletup - letup dalam dirinya. Tapi ternyata dia salah.
Joy memang selalu salah memperkirakan sesuatu.
Dan itu menyebalkan.
÷
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpentine ✔
FanfictionJust some JoyRene contents for minority ship's stans. ⚠️ gxg area