#15. Realisation

569 99 8
                                    

A.N. Aku pikir2 lagi, hampir 14 chapter sebelumnya aku terlalu fokus sama sisi Joy. Jadi biar fair, aku mau kasih setidaknya satu POV Irene sebelum nanti balik fokus ke Joy lagi aowkawokk. Bhay max

÷

Aku sempat bertanya pada diriku sendiri; apa yang sebenarnya aku inginkan? I mean, yang sungguh - sungguh hatiku butuhkan.

Nyatanya aku disini, berpijak pada predikat 'kekasih Seulgi', namun dengan bodohnya memutar nama lain dalam pikiran dan sedikit banyak mengabaikan gadis monolid nan merajuk sejak 10 menit lalu.

Entahlah. Aku sendiri tak mengerti gejolak ini. Getaran mengganggu perasaan sejak mantan kekasih Joy memunculkan dirinya dua hari lalu padahal sudah hampir lebih dari 2 tahun kami—aku maupun Joy—tak mendengar kabarnya.

Bagai kelopak bunga mawar yang terlepas dari tangkainya, aku membiarkan diriku terombang - ambing dibawa angin. Cukup menyenangkan, tapi terkadang tekanan yang kudapatkan juga tak main - main efeknya.

Aku hanya takut.

Takut bila aku menyakiti seseorang nantinya karena kegoyahanku.

Ku akui, aku butuh Joy. Sebagai sahabat tentunya.

Dia baik. Bahkan kadang sikapnya lebih dewasa daripada aku yang lahir beberapa bulan sebelum dia. Tapi hal asing yang datang belum lama ini sungguh membolak - balik opiniku.

Aku semakin... ketergantungan.

Dia Park Sooyoung.

Aku mendapati diriku sendiri rapuh ketika tahu dia tidak disisiku. Aku merasa seperti ada objek menggelitik perut kala menangkap pemandangan dimana Joy tertawa begitu lepas dengan sahabat Seulgi, Wendy, beberapa hari lalu.

Terserah.

Toh ini bukan seperti aku memiliki perasaan lebih dari sahabat padanya.

Tidak mungkin, kan?

"Apakah ini semua tentang Joy?"

Jujur saja, tak ada yang aku dengar dari mulut Seulgi. Hanya nama itu. Seolah otakku adalah sebuah program yang akan langsung bekerja jika diberi kata kunci nan paling tepat. Dan tak ada yang paling tepat selain nama itu, i guess; menjadikan was - was datang seketika melapisi seluruh permukaan hati.

Ini tidak tepat. Jelas.

"Huh?"

Apa yang bisa kulakukan saat ini adalah memberikan tenaga bagi tanganku untuk mencengkeram siku Seulgi. Berusaha sekuat tenaga namun tetap terlihat tulus menahannya ketika Ia tiba - tiba berdiri dari sofa sudut studio dance, meraih tas selempang hitam mininya, dan melewatiku begitu saja tanpa kata - kata.

Aku salah. Aku tahu itu.

What?! Lupa mengabari Seulgi—my girlfriend—sepanjang malam sebab menemani sahabatku menonton film yang telah dia tunggu - tunggu sejak bulan lalu?!

Benar - benar konyol.

"Seul,"

"Nope!"

Tapi hal terakhir nan aku inginkan terjadi (atau mungkin aku tak pernah akan pernah menginginkannya) adalah Seulgi yang menghempaskan tanganku tanpa pikir panjang; tepat ketika aku berhasil melingkarkan jari - jariku ke lingkar lengannya.

"Get your mind together first, Rene! Aku pikir ini akan baik - baik saja. Tapi sepertinya kau memang harus memilih antara aku atau Joy! Tetapkan hatimu karena aku tidak mau menjadi satu - satunya pihak yang berkontribusi dalam hubungan ini!"

"Kang Seulgi!!"

"Kau mencintainya, Rene!!!"

Aku juga berpikir segalanya akan kembali seperti semula. Sampai Seulgi berbalik. Tatapan kerasnya berubah menjadi raut terluka. Tak ada lagi amarah disana. Namun mungkin ekspresi yang baru ini justru membuatku takut. Semakin gelisah kala mulutnya bergetar saat berucap–

"Kau mencintai dia. Kau selalu seperti itu."

÷

Kayaknya kedepannya aku mulai bikin cerita ini jadi kategori 18++ 🌚🌚🌚
Nope!! Cuma pemikiran, belum tentu juga. Bhay max ajalah...

Regards
- C

Serpentine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang