÷
Uhuk uhuk!
Banyak orang tua memerintahkan anak mereka untuk langsung mandi setelah terkena hujan agar tidak sakit. Hal itu kini dibantah keras oleh gadis tinggi bermarga 'Park' nan terduduk bersama selimut membalut seluruh tubuh kecuali kepalanya, ditemani gadis mungil berdiri di belakang sofa; menggosok rambut basah sahabatnya dengan handuk putih sejak beberapa menit lalu. Nyatanya walaupun Joy langsung membersihkan diri tepat ketika memasuki apartemen, pada akhirnya Ia tetap merasakan gatal di tenggorokan.
Omong kosong, batinnya.
"Bodoh. Kau sendiri tahu Yerimie sejahil apa."
Yang tidak Irene duga sebagai respon kekhawatiran berkedok ejekan itu adalah Joy yang tiba - tiba meraih satu tangan Irene; menghentikan pergerakannya di kepala Joy. Irene sesungguhnya telah berteriak dalam batin kala Joy menarik pergelangannya. Mungkin Irene tidak ingin Joy melakukan hal itu, namun mungkin dalam ruang paling kecil hatinya ada sececah rasa bersyukur sebab Joy mengambil peran sebagai yang pertama memecahkan tembok nan memisahkan mereka selama beberapa hari terakhir.
Ini sungguh tidak baik bagi kesehatan jantungnya. Apalagi saat Joy memaksa Irene duduk disisinya hanya demi dijadikan tempat kepalanya bersandar. Untuk pertama kali Irene menyesal membiarkan Yerim keluar dengan alasan memberikan dirinya dan Joy waktu bicara berdua.
Berdua... adalah kata yang begitu mendebarkan baginya dalam waktu ini.
"Aku bodoh karena kau."
Seperti sebuah mantra, Irene mendadak rileks kala Ia merasa pipi Joy menggesek pundak tertutup kain putih lembutnya. Irene sedikit bergeser; menangkap isyarat bila posisi kepala Joy sangat tak nyaman dikarenakan bahu pendeknya sangat dekat dengan si semampai. Tapi Irene tetap tidak bisa berbohong, jantungnya terpacu cukup cepat dibanding standar normal.
"Benar. Kau sangat bodoh, tolol, konyol. Bagaimana bisa kau mengungkapkan perasaanmu lalu pergi begitu saja? Kau bahkan justru bertemu dengan perempuan lain! Apa kau berusaha mempermainkanku?"
Joy menyunggingkan senyum dalam diam seraya mengaitkan lengannya secara perlahan dengan milik Irene; berusaha mencari kehangatan lebih.
"Kau cemburu?"
"Ani!"
Sahut Irene cepat sebelum mereka kembali didekap keheningan. Berbanding terbalik dengan Irene nan tidak suka ketenangan dalam situasi seperti ini, sebab Ia takut detak jantungnya bisa didengar, Joy justru tampak nyaman hingga tanpa sadar menutup matanya. Bukan tidur.
"Sooyoung."
"Hmm?"
Irene menggigit bibirnya. Merasa ragu dan sedikit bersalah dengan apa yang ingin Ia katakan selanjutnya. Peperangan terjadi di batin tanpa peringatan. Namun usapan ibu jari panas Joy di lengan bawahnya entah bagaimana, berhasil membuat badai di dalam sana mereda sedikit demi sedikit sampai kabutnya hilang, menampakkan satu jawaban pasti atas apa yang harus Ia lakukan.
"Wae? Aku datang karena aku sudah siap mendengar apapun itu. Katakan saja."
Dibumbui sedikit kebohongan, tidak ada yang tahu bahwa bukan hanya Irene yang jantungnya terasa seperti hampir meledak. Walaupun di luar terlihat sangat tenang sampai sukses mengelabuhi Irene, Joy tetap seorang manusia. Butuh cinta. Dan jika cinta yang Ia inginkan tak bisa didapatkan, mungkin saja tidak ada hal lain yang bisa Ia rasakan selain kehancuran secara bertahap.
"Aku tahu ini terdengar sangat egois dan jahat dan kejam dan segala hal buruk lainnya. Tapi bisakah kau menunggu sedikit lagi dan tetap disisiku? Semuanya masih terlalu buram sebab kata 'sahabat' sudah terpahat begitu lama diantara kita. Aku hanya tidak ingin menyakitimu lebih jauh dengan keputusan terburu - buru. Walaupun aku sendiri tahu, dengan memintamu menunggu lagi sudah cukup menyiksamu, tapi... bisakah?"
Hening. Irene sampai meremas celana kainnya karena Ia sungguh takut bila Joy justru marah atas permintaan yang menurut Irene sangat tidak berperasaan itu.
"Apakah perlakuanku padamu selama proses kau berpikir akan mengubah hasilnya?"
Awalnya Irene tidak mengerti. Tapi ketika otaknya berhasil menguraikan maksud ucapan barusan, tahu - tahu semburat merah muncul tanpa aba - aba di wajahnya, menjalar sampai telinga. Untung saja posisi mereka saat ini membuat Joy tidak bisa menangkap hal memalukan tersebut.
Yatuhan, bagaimana Joy bisa sangat percaya diri dan santai saat mengucapkan hal semacam itu?! Sungguh membuat Irene gila.
"M—mungkin iya."
"Deal, kalau begitu."
÷
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpentine ✔
FanfictionJust some JoyRene contents for minority ship's stans. ⚠️ gxg area