÷
"Apa kau sungguh baik - baik saja? Aku akan membatalkannya jika kau tidak suka."
Jika kalian mengira itu adalah Joy, maka kalian salah.
Satu - satunya pihak yang memang seharusnya memiliki sense untuk menanyakan hal tersebut adalah Irene. Dengan keberanian begitu cilik seperti biasa, Irene dengan kaus putih dilengkapi jeans biru, berdiri di depan gadis semampai dengan wajah khawatirnya.
"No, no. It's okay. Lagipula kau... ingin mengakhirinya kan?"
Sejujurnya Irene sadar, sekedar mengatakan pada Joy bahwa Ia akan menemui Seulgi saja sudah cukup membuat gadis itu gelisah. Namun Irene pun tak mau munafik; Ia sungguh ingin meluruskan pada Seulgi, mereka telah benar - benar berakhir dan tak ada celah untuk sekedar mengharap satu sama lain.
Sebab, ya. Irene sudah yakin akan apa yang Ia putuskan.
"Apa kau ikut saja? Bagaimana?"
"Kau tahu itu akan menambah rasa sakitnya."
Kembali lagi, seberapapun Joy berusaha membuktikan pada semua orang bila dia kuat, tetap saja Irene merupakan pengecualian. Menangkap Joy yang mengalihkan mata dari wajahnya selama sepersekian detik, sudah cukup bagi Irene mengerti apapun nan tengah mengganggu pikiran Joy.
Tanpa peringatan apapun, Irene memegang kedua pundak Joy lantas berjinjit diatas jari - jari kakinya. Menempelkan bibir tipis merah mudanya ke bibir tebal Joy.
Mungkin tindakan ini lebih dari berhasil untuk membuat keduanya bertukar pikiran. Saling berbagi apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka ingin pasangan mereka tahu. Irene pun tak bisa menahan senyum di dalam ciumannya ketika Joy melingkarkan salah satu tangan ke pinggang kecil Irene untuk menariknya semakin dekat, sementara tangan lain beralih ke belakang tengkuknya demi memperdalam lumatan - lumatan kecilnya.
Dia gelisah. Sangat gelisah.
Kegiatan keduanya diakhiri dengan kecupan singkat Joy di kening Irene sebelum menariknya ke pelukan erat dua lengan panjangnya. Menyandarkan pipinya sendiri ke sisi kepala Irene sambil sesekali menciuminya.
"Maaf. Sangat kentara ya?"
Joy diam - diam tersenyum masam kala merasakan kepala Irene mengangguk di bahunya. Cukup menjabarkan seberapa jelas keresahan yang Ia coba sembunyikan.
"Tidak apa. Aku suka."
÷×÷
"Maaf, Rene. Aku hanya... aku emosi. Amarahku menggerogotiku secara perlahan sampai aku tidak sadar bila hatiku memunculkan keinginan untuk balas dendam. Aku pun tahu Joy sangat berhak mendapatkan semua ini, aku hanya—"
"Seul,"
Gadis monolid yang duduk di bangku kayu depan kampus menghentikan ocehannya kala suara tegas Irene nan sangat jarang Ia dengar, menelusup telinga; menoleh dan disuguhi senyum sendu Irene yang membuat Seulgi tanpa sadar mengalihkan pandangan secara cepat.
Jantungnya masih saja berdegup kencang tiap mendapati senyum itu. Dan kali ini, Ia merasa... salah.
"Kau tahu 'kan kalau kita tidak bisa berteman? Tidak. Aku tidak bisa. Aku bahkan masih merasa bersemangat saat melihat kau tersenyum."
Lengkung bibir Irene mulai menghilang disusul sudut bibir nan semakin jatuh usai mencerna apa yang Seulgi maksudkan. Kembali menatap pemandangan monoton di depannya, hati Irene serasa dihimpit oleh rasa bersalah yang jauh lebih besar dari yang Ia pernah rasakan sebelumnya. Ini memang salahnya. Salah dari segala pilihan gegabah nan Ia ambil tanpa pikir panjang. Dan berakhir dengan hukuman perasaan nan akan Ia pikul seumur hidupnya.
"Aku tahu. Maafkan aku, Seul."
÷×÷
Joy masih belum bisa menghentikan gerakan jari - jarinya yang saling menggaruk satu sama lain ketika melihat Irene pulang dan langsung menjatuhkan diri di sofa sebelum berakhir melamun selama lebih dari 10 menit. Joy bahkan tak memiliki keberanian bangkit dari kursi kayu nan bersandingan dengan meja makan.
Ia... ketakutan.
Bagaimana jika pertemuan Irene dengan Seulgi hanya membuat hubungan mereka kembali merenggang? Bagaimana jika apa yang Seulgi katakan menjadikan Irene lagi - lagi berhenti di tengah atau bahkan melangkah mundur?
Pikiran - pikiran negatif mulai bermunculan hingga Joy merasa kepalanya hampir meledak karena itu. Maka, Joy berdiri. Tanpa basa - basi langsung mengarah ke sofa solo dekat Irene.
God! Irene bahkan tak menyadari kehadiran Joy di sekitarnya.
"Apa kau meninggalkanku, Hyun?"
Seolah disentak keluar dari pikirannya, Irene menatap Joy dengan satu alis terangkat; tidak percaya.
"What?! What are you talking about?"
Joy kehilangan dirinya sendiri sedikit demi sedikit. Ia sampai tidak berani membalas tatapan Irene. Segalanya terasa sangat semu baginya sekarang. Kebahagiaan, kelegaan, cinta dari Irene. Joy mulai berpikir bahwa selama ini hanya khayalan untuk menyenangkan dirinya sendiri.
Lagipula aku tidak pantas untuk itu semua, bukan?
"Kau bahkan tidak menyadari bahwa aku disini."
Yang tidak Joy kira adalah beban yang tiba - tiba bertumpu di kedua pahanya. Disana Irene sudah duduk nyaman dengan dua tangan diatas pundak Joy. Mengusap garis rahang Joy lembut menggunakan ibu jari kemudian disusul menurunkan wajah untuk sekedar menghujani wajah Joy dengan kecupan - kecupan kecil.
Dahi, kelopak mata, alis, pelipis, dagu, hidung, bibir. Tak ada satupun yang Irene lewatkan. Ditutup dengan melingkarkan kedua lengan di sekitar leher Joy sebagai pegangan selagi Ia mulai membuka mulutnya; melumat bibir Joy dengan lembut dan penuh perasaan.
"Apa itu cukup sebagai bukti? Aku disini, Soo. Aku tidak akan kemana - mana lagi. I promise."
÷
Ini end aja kali ya? Apa lanjut? Xixixi
AKU MASIH MAU LANJUTT tapi serius, kalo dilanjutin bakal lebih dari 100 chapter loll 😂😂😂
Dan aku yakin banget di chapter 70an aja udh 0 readernya hahaha 😂😂Regard
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpentine ✔
FanfictionJust some JoyRene contents for minority ship's stans. ⚠️ gxg area