÷
"Sooyoung. Soo~"
Kali ini Joy sengaja memblokir suara - suara masuk ke dalam indra pendengaran. Kalau tidak, telinganya hanya akan memerah nantinya. Bukan karena malu atau blushing atau sejenis itu, namun sebab rengekan dari sosok mungil di belakangnya tak kunjung berhenti.
"Aku sudah bilang, 'kan? Kau akan kedinginan jika hanya memakai kaus tipis dan jaket seperti itu. Kenapa tidak pernah mendengarkanku?"
"Iya, iya. Maaf. Bisakah kita kembali sebentar saja supaya aku bisa mengambil baju hangatku?"
Joy berbalik. Menatap Irene dengan alis tertaut sebal. Dikarenakan omelet mereka yang tidak layak dikonsumsi hanya karena mereka terlalu mendalami suasana romantis beberapa menit lalu, keduanya memilih untuk keluar dari apartemen, menyusuri jalanan basah bekas hujan yang baru saja reda. Sebenarnya Joy malah bersyukur. Dengan hangusnya sarapan mereka, Ia jadi memiliki alasan untuk membawa Irene keluar dari blok pengap tempat Ia dan Irene tinggal. Tapi jika berakhir membuang waktu, Ia tetap tidak mau. Siapapun tahu Joy paling tidak suka membuang - buang waktu dengan tidak efektif.
Walaupun begitu, Ia lebih benci mendapati hidung gadis nan baru 20 menit lalu resmi menjadi kekasihnya, memerah karena tidak kuat menahan hujaman hawa dingin disekitar. Masih dengan bibir dikerucutkan, Joy memindahkan syal pink terang di lehernya ke leher gadis hadapannya. Setelah itu Joy menarik pergelangan tangan Irene dan menyembunyikan tubuh mungilnya kedalam lingkup mantel bagian kiri.
"Bagaimana? Lebih baik?"
Joy lanjut berjalan secara perlahan saat merasakan kepala Irene yang sedikit menempel ke bahunya, bergerak naik turun tanda mengiyakan. Tidak mau membuang kesempatan yang ada, Joy kembali menunjukkan kebiasaan barunya; menciumi kepala Irene. Gadis bermarga Bae itu pun mendapati dirinya sendiri tak merasa terganggu, justru Ia mulai kecanduan merasakan nafas hangat membelai kulit kepalanya.
Perjalanan mereka dalam mencari sarapan di dekat gedung berlangsung hening tanpa percakapan. Walau begitu, hanya ada rasa nyaman yang membuncah di hati mereka sampai di satu titik si gadis tinggi mulai menyuarakan kecemasan lain nan muncul tiba - tiba.
"Hyun, apa orang tuamu akan menyetujui hubungan ini?"
Merapatkan diri semakin dalam ke balik mantel biru gelap disusul gerakan tangan Joy yang merangkul bahunya semakin erat sebab mengerti bila rasa dingin mulai berhasil menembus perlindungannya, Irene menemukan dirinya sendiri berjalan menyerong hanya supaya tangan kanannya bisa dilingkarkan di pinggang Joy.
"All of sudden?"
"Hmm. Bagaimana jika —"
"Soo, kau lupa kalau aku juga sudah pernah memiliki mantan kekasih seorang gadis? Orang tuaku tau soal itu dan mereka tidak menentang atau bahkan menceramahiku. Tenanglah."
Tapi mungkin penjelasan semacam itu masih tidak terasa cukup untuk membuat perasaan Joy merasa lebih baik. Pada akhirnya Joy berhenti seluruhnya dan melepas mantelnya sebelum disampirkan ke pundak Irene. Hampir tertawa melihat kain tebal yang baginya hanya selutut, tampak sangat panjang dan besar bagi Irene sebab sampai menyentuh betis gadis tersebut.
"Sebentar lagi natal. Kita pulang saja, bagaimana? Aku tidak mungkin memberi tahu paman dan bibi melalui telfon. Sangat tidak sopan."
Senyum Irene mulai terbentuk dan semakin lebar seiring otaknya menangkap maksud dari rencana Joy yang akan datang; meminta ijin sendiri pada orang tuanya. Mungkin Irene sedikit membengkokkan jari di dalam sneakers yang membalut kaki putihnya atas kesadaran tentang seberapa cheesy hal itu. Tapi Ia tak bisa menghindari debaran jantungnya saat membayangkan Joy datang ke rumahnya dan meminta restu pada sepasang orang tua yang sudah Joy anggap orang tuanya sendiri selama ini.
"Okay. Kau sungguh bersemangat soal ini, 'kan?"
"Tentu saja! Ini salah satu mimpiku, tahu!"
Lantas kecupan di dahi Irene seakan memperjelas bahwa hal ini jugalah yang Ia butuhkan selama ini.
÷
Udah masuk uwu2 aku jadi gatega mau kasih konflik huaaa
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpentine ✔
FanfictionJust some JoyRene contents for minority ship's stans. ⚠️ gxg area