÷
What the hell?!
Apakah hanya aku yang terlalu bersemangat disini?
Aku dengan gembira melangkah cepat dari tempat mobilku diparkirkan menuju dua pintu kayu besar yang terbuka, tidak sabar bertemu dengan orang yang selama 3 hari ini sangat ingin kutemui. Tapi kala aku mencapai teras, aku tak melihatnya. Hanya ada orang tua Sooyoung nan ceria menyambut kolega - kolega kerjanya termasuk ayahku. Bahkan Yena juga tak ada. I mean, where are they, exactly?
Tentu saja aku akan langsung masuk usai ibunya mempersilahkanku sementara beliau mengobrol dengan ibu - ibu lainnya. Ternyata ini belum seberapa. Sudah kesal karena tak disambut oleh kekasihku di rumahnya sendiri, aku harus disuguhi pemandangan dimana dia berdiri di dekat jendela, mengobrol dengan dua orang lelaki yang—aku tak akan bohong—memang terlihat keren dengan fashion khas mereka masing - masing. Oke, semuanya diperparah oleh Sooyoung yang sepertinya dengan sengaja mengekspos satu pundaknya; tertawa lepas entah karena apa, dengan gelas ramping berisi cairan kuning bening di tangan kiri.
Aku tahu, aku tahu. Itu hanya style, dan aku pun paham dia cukup menyukai yang semacam itu. Tapi aku tidak bisa menahan diriku. Rasanya seperti sesuatu tengah mendidih di dalam. Pendingin ruangan pun perlahan mulai tak cukup membantu. Kenapa dia harus berpakaian seperti itu sementara aku menaruh segala usaha untuk memilih baju nan tak terlalu terbuka? Ini curang!!
Oke, aku tak bisa membiarkan ini. Kepalaku tak mau menerimanya. Dan aku tanpa sadar berjalan mendekat sambil mengepalkan tangan di sisi tubuh sebelum berhenti di sisinya, merebut gelas champagne dari jepitan jari jenjangnya, meminum cairan tersebut sampai habis, lantas menggunakan tanganku yang lain untuk dilingkarkan di pinggangnya; sedikit menariknya agar aku tak merasakan jarak diantara kami.
"Oh hey, Sehun, Chanyeol. Bagaimana kabar kalian berdua?"
Aku bisa merasakan tatapan intens yang dilontarkan gadis tinggi di sisiku ditambah sorot terkejut dari dua makhluk di hadapanku.
"Whoa, calm. Kami sudah tahu kalian berkencan, okay? Aku tidak akan merebutnya, Rene."
Ouh, lihat seringaian miring monster jangkung itu. Aku tak bisa menganggap dia manusia karena tingginya yang begitu mengerikan. Dia bahkan tidak ingin repot - repot membalas basa - basiku. Dia juga secara tak langsung menggembar - gemborkan bahwa dia sempat mengejar Sooyoung dulu. Tapi semuanya berakhir saat Ia tahu Sooyoung tak terlalu tertarik pada pria. Lucu sekali mengingat bagaimana wajah kalahnya saat itu. Dan menyaksikan bagaimana mereka berdua menjadi sangat angkuh sebab dikelilingi perempuan yang mengantri untuk dijadikan korban mereka selanjutnya sungguh membuatku jijik.
"Bahkan jika kalian mencoba, aku yakin Sooyoung tak akan mengatakan 'iya'. So, get the fuck away from my girlfriend!"
Tepat setelah mengatakan itu aku menaruh gelas di tanganku ke meja terdekat lantas menarik kasar tangan Sooyoung; kuseret dia ke kamarnya sendiri.
"Seriously, Soo? Kau tidak menungguku dan malah bersenang - senang dengan lelaki yang pernah mengejarmu habis - habisan? I mean, how could you—"
Oke. Aku baru sadar bahwa aku berjalan kesana kemari di kamar Sooyoung sementara gadis itu menutup pintu lalu berdiri terdiam dengan dua tangan dilipat di depan dada; tersenyum geli melihatku.
"Apa?!"
Sentakanku malah membuat Ia terkekeh. Apa - apaan situasi ini? Aku emosi dan dia terkikik??!!! Oh, c'mon!
Tentu saja aku mengerucutkan bibirku. Katakan bagaimana bisa aku tidak kesal saat Ia terus tersenyum lebar dan sesekali tertawa pelan saat mengambil langkah mendekat.
"You're so cute when you're jealous."
Bagian pertama memang memuaskan tapi kata terakhir sedikit... apakah aku tampak sedang cemburu? Ini hanya...
Oke, fine. Aku memang cemburu.
Sejujurnya aku sedikit berdebar saat Ia perlahan menguraikan silangan tangannya hanya supaya Ia bisa meletakkan dua telapak itu di pinggangku, menarik tubuhku lantas berubah mengaitkan jari - jarinya sendiri di belakang punggung bawahku. Tatapannya pun ikut berganti dari jenaka menjadi lebih serius. Nyatanya alasan aku tak ingin balik memandangnya bukan karena aku masih marah tapi karena aku sendiri tahu wajahku akan langsung memerah kala kepalaku terangkat untuk mengembalikan tatapannya dan sadar seberapa dekat jarak kami saat ini.
Dia sepertinya tak peduli aku menatapnya atau tidak, karena kini hidungnya perlahan menyentuh kulit wajahku sebelum menempelkan bibir tebalnya diatas milikku. Penuh ketulusan dan kasih sayang. Aku mengerti bahwa kecemburuanku sangat tak berdasar mengingat semalam kami mengobrol serius membahas perasaan dan dari situ aku tahu seberapa besar cinta yang Sooyoung berikan padaku. Mungkin segala emosi ini hanya karena aku mendamba perhatiannya lagi setelah beberapa hari. Rasa rindu yang mulai kembali muncul ke permukaan mengambil alih kami berdua. Aku sendiri perlahan menutup mataku. Membuka mulutku sedikit hingga ciuman kami menjadi semakin intim dan dalam. Sampai di titik kami berpisah saat merasa udara di dalam paru - paru kami tersedot habis. Aku tak bisa menghilangkan sensasi terbakar di wajahku kala tangannya naik, mengusap sudut bibirku dengan ibu jarinya.
"Aku merindukanmu."
Ingatan tentang kekesalan beberapa menit lalu, tersapu begitu saja oleh senyum ceria Sooyoung nan perlahan menular padaku.
"Aku juga merindukanmu."
Tapi jelas ini bukan waktu yang tepat. Jadi ketika dia kembali memajukan wajahnya, aku dengan cepat meletakkan tiga jariku di depan bibirnya sebagai penahan dari gerakan yang akan Ia ambil selanjutnya.
"Tidak sekarang, Soo. Aku malas jika harus merapikan lipstikku setelah ini."
Rengekannya akan selalu menjadi musik yang bisa berhasil memanjakan telingaku. Ha! Kini giliranku yang tersenyum jahil sementara dia mengerutkan wajahnya sebal.
"Fine!!"
÷
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpentine ✔
FanfictionJust some JoyRene contents for minority ship's stans. ⚠️ gxg area