#10. Harsh

640 94 5
                                    

÷

"Aku tidak tau kalau hobimu bertambah."

"Hmm?"

Joy mendongak di detik suara familiar itu menelusup gendang telinganya.

Disana berdiri Wendy; menatapnya dengan senyum menjalar sampai mata seperti biasa. Tak terlihat lelah atau berbeban sama sekali. Mungkin jika di pertemuan pertamanya Wendy tak mengatakan bila Ia juga mengalami cinta sepihak seperti dirinya, Joy akan mengira Wendy adalah gadis independen nan berpikiran bebas tanpa masalah.

"Melamun. Aku berdiri di sini hampir 2 menit dan kau bahkan tak menyadarinya."

"Ouwh, maaf."

Saling bertukar kekehan, Wendy mempersilahkan dirinya sendiri duduk di sebelah kiri Joy; mengikuti si gadis semampai untuk sekedar menikmati angin sore sambil memandangi beberapa mahasiswi duduk beralaskan kain di tengah taman. Agaknya sedikit mendecih saat melihat ada sepasang gadis tengah berciuman dibawah kicauan burung gereja.

"Tidak merasa kasihan dengan buku di pangkuanmu? Dia diabaikan."

Ah, puitis ternyata. Tidak jauh berbeda.

Mengubah arah mata ke bawah, ke buku yang sudah 15 menit lalu menjadi teman perenungan, Joy mengusap satu kata yang terakhir Ia baca sebelum pikiran berubah kosong beberapa saat lalu.

'penyesalan'.

Senyum pedih mulai terukir tanpa Wendy tahu.

"Dia sendiri penyebabnya. Aku bisa apa?"

Ia kira pembicaraan akan berhenti sampai di titik dimana Ia ingin, tapi ternyata Wendy tetap menyuarakan pikirannya. Sebagian diri Joy merasa cukup lega karna tak harus berada pada keheningan canggung mencekik. Namun sebagian yang lain sedikit terganggu sebab tujuan Ia duduk di tempat ini ialah supaya mendapat sececah ketenangan.

"Kau terdengar berbeda. Ada masalah?"

"Seperti kau tahu saja bagaimana aku biasanya."

Nyatanya bukan hanya Wendy yang terkejut dengan ucapan sinis barusan. Sang pembicara sendiri juga membeku usai seluruh kalimat selesai ditumpahkan.

"You're right. Aku tidak tahu."

Tujuan baik yang diintensikan Wendy dihancurkan oleh Joy dan berakhir menjadi sunyi nan terasa menyerap setiap oksigen di sekitar. Sampai Joy akhirnya sadar ada yang bisa diperbaiki sebelum kesalahpahaman semakin menyakitkan.

"Sorry. Tampaknya kau yang benar. Kelihatannya aku memang sedang tidak baik - baik saja."

Wendy menunduk; melengkungkan senyum tulus sembunyi - sembunyi usai darahnya terasa seperti mengalir kembali setelah dibekukan oleh ketegangan menggetarkan. Mulai melihat Joy sebagai gadis dengan visi luas dan dewasa walau sedikit rumit.

"Mungkin kau butuh waktu sendiri."

Greb.

Wendy bahkan belum sempat berdiri sepenuhnya, namun sebuah cengkeraman di pergelangan tangan menahan pergerakannya hingga kembali terduduk.

"Ani. Temani aku. Bantu aku agar tak kehilangan kewarasanku."

Dengan kalimat menyedihkan ditemani sorot mata memilukan, Wendy berakhir menghabiskan seluruh petang akhir pekannya bersama sesosok yang belum Ia kenal seluk–beluknya.

Tidak terlalu buruk.

÷

Regards
- C

Serpentine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang