Chapter 10- Jadian?

430 23 4
                                    

Dari tadi setelah balik sekolah gue cuma diem sambil natap kaca balkon kamar gue tanpa minat.

Gue bingung reaksi apa yang harus gue kasih kediri gue sendiri. Seneng? Bahagia? Terharu? Apasih!

Akhirnya gue cuma bisa menenggelamkan kepala gue ke bantal gue. Karena engap gue singkirkan bantal yang nutupin muka gue. Ya ampun gue bener-bener seneng banget.

Flashback on

"Lo bisa nangis di depan gue."

Sontak suara itu membuat gue mendongakkan kepala. Gimana kak Dev bisa menemukan gue di sini sedangkan gue berusaha mati-matian agar suara tangisan gue gak kedengeran.

Gue memalingkan wajah sebentar lalu mengusap sisa air mata gue yang ada di pipi gue. Gue mau pergi, gue gak mau ketemu sama kak Dev untuk sementara ini. Gue malu.

Tapi tiba-tiba tangan gue di cekal sama kak Dev gue di dorong sama kak Dev ke dinding dan kak Dev mendekat ke gue, tolong gue butuh oksigen.

"Kenapa nangis?" Tanya kak Dev.

Gue cuman diem aja gak niat mau balas. Gue juga buang muka, ogah liat muka gantengnya.

"Leta, tatap gue," pinta kak Dev. Gue gak nurut, gue masih setia buang muka sampai akhirnya tangan kak Dev nyetuh muka gue yang membuat gue terpaksa natap kak Dev.

"Kenapa lo nangis?" Tanya kak Dev lagi.

Gue gak mau jawab, gue cuma mau pergi dari sini atau enggak gue mau nunduk aja.

"Leta!"

Terkesiap dengan suara bentakannya akhirnya gue nangis lagi.

"Lo jahat kak! Lo jahat!" Teriak gue gak mau kalah.

"Kasih tau gue dimana letak jahat gue ke lo!"

Gue diem. Gue juga sebenernya gak tau sih letak jahat dia dimana, disini yang jahat itu mama. Mama yang bikin surat itu, jadi mama disini yang jahat.

"Gue mau keluar minggir!" Bentak gue sambil berusaha ngelepas tangan gue yang di cekram tangan dia.

Kak Dev gak ada ngasih tanda mau ngelepas tangan gue, dia cuman natap gue seakan-akan lagi neliti gue kalau gue itu makhluk dari negeri antah berantah.

"Jangan tatap gue kek gitu," protes gue sambil natap tajam kak Dev.

Kak Dev menyeringai, "terus? Gue harus natap lo gimana?"

Belum gue jawab kak Dev ngelepas tangan gue dan sedikit menjauh dari gue tapi selanjutnya dia nyentil jidat gue.

"Akhh," ringis gue. Pengen gue maki-maki rasanya, emang di Sentil jidatnya gak sakit apa!

"Nafas! Gue gak punya niatan mau bunuh lo di toilet," ujar kak Dev yang buat gue terdiam.

"Gue nembak lo bukan karena surat dari nyokap lo, tapi emang ini kemauan gue, lo pikir gue mau disuruh-suruh apa lagi tentang perasaan?"

"Jadi gak usah lebay sampai harus nangis di toilet gini. Lagipula lo nangis gak ada tempat yang bagusan apa? Seenggaknya lo bisa nangis di atap sekolah kalau lo berfikir lebih pinter, gue gak harus susah-susah masuk ke toilet cewek," ujarnya panjang lebar.

Gue gak tau mau berkata apalagi, ini kak Dev kan? Gue takut dia abis nabrak sesuatu sebelum ketoilet.

Walaupun cara bicara kak Dev yang santai dengan muka yang hampir memberikan ekspresi datar, tapi dimatanya gue liat dia serius. Jadi gue harus seneng apa nangis lagi?

"Gue suka sama lo. Jadi, lo mau jadi pacar anak OSIS?"

Kaki gue lemes, ya ampun gue ditembak sama kak Dev. Cowok yang gue suka dari awal MOS akhirnya nembak gue. Persetan sama omongan kak Dev yang bener apa enggak, tapi gue keburu baper jadi gue gak bakal sia-siain semua ini.

"Lo serius nembak gue kak?" Tanya gue memastikan biar gak keliatan murahan amat.

Kak Dev natap gue setelah itu mendekat lagi ke gue, dan gue tahan nafas lagi. Jantung gue berdetak gak karuan.

"Iya gue nembak lo Aleta Nicolla Putri,"

Oke fiks, reflek gue peluk kak Dev dan gue berkata, "GUE MAU!"

Setelahnya kak Dev jitak pala gue, "lepas sesek bego!"

Flashback off.

"Huaaaa mama!! Leta ditembak kak Dev!" Tanpa sadar gue teriak di dalam kamar.

Dan tiba-tiba mama datang buru-buru dari luar.

"Kamu ini kenapa sih Leta! Malam-malam jerit-jerit gak jelas gitu! Kesurupan kamu?!" Ucap mama setelah masuk ke kamar gue.

Si bego, gue abis teriak semoga mama gak denger gue teriak apa tadi.

Gue cengengesan, "ma-maaf ma, tadi Leta kebawa suasana sama drama yang Leta liat, maaf ya ma." Bohong gue, gue belum siap ngasih tau mama.

"Masa? Mama tadi denger ada nama Dev nya pas kamu teriak?" Selidik mama yang nambah buat gue salah tingkah.

"Eh anu, apa ya itu mah aktor dramanya namanya juga Dev tapi bukan kak Dev," bohong gue lagi.

Mama natap gue curiga setelahnya mama mengedikkan bahunya acuh. "Ya udah jangan nonton drama Mulu, keluar makan malam,"

"Leta gak mau makan ma, Leta di-"

"Ya udah gak usah makan selamanya!"

Blam!

Suara pintu ditutup menggema di kamar gue, Mak gue serem kalau lagi ngamuk.

___________

Lanjut?

Gimana gimana tentang chapter 10 ini?

Jangan lupa vote dan komen❤️


WILL BE TOGETHER? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang