32.

375 38 1
                                    

“Gue lihat bulan malam ini tertutup oleh awan hitam, angin malam ini juga sangat kencang, menambah keheningan di sepanjang malam”

~Endra Anggara Prasetya

Jangan lupa vote
.
.
.
.

Vivi memasuki kamar Adhaza yang tidak terkunci. Ia dapat melihat Adhaza yang kini sedang menangis sesenggukan sambil memeluk boneka gajah kesayangannya. Vivi menghampiri Adhaza dan duduk di tepi ranjang.

Tangannya terulur mengelus elus puncak rambut Adhaza. “Maafin bunda ya?” ujar Vivi.

Bukannya menjawab, tangisan Adhaza tambah kencang. Isakannya terdengar oleh Vivi. Vivi langsung merangkul tubuh Adhaza. Setetes air matanya pun ikut turun membanjiri pipinya.

“Maafin bunda sayang,” ucap Vivi

“Maafin bunda, maafin bunda. Bunda tau bunda salah,”

“Maaf bunda selalu ninggalin kamu sendirian,”

“Maafin bunda karena nggak ada disamping kamu ketika kamu butuh bunda,”

“Bunda minta maaf Ca,”

“Caca nggak mau maafin bunda?”tanya Vivi sambil mengelap air matanya

“Caca sayang nggak sama bunda?”

“Caca maafin bunda,”

Vivi menatap punggung Adhaza yang masih bergetar. Ia tahu, putrinya itu pasti sangat marah kepadanya. Ia memilih untuk keluar dari kamar Adhaza dan membiarkan Adhaza sendiri di kamarnya.

Vivi menyenderkan tubuhnya dibalik pintu kamar Adhaza. Air mata yang tadi ia tahan sekarang mulai menetes kembali.

Sebuah tangan mengusap usap bahu Vivi untuk memberikan kekuatan.

Vivi menatap suaminya itu dengan bahu yang bergetar, “Mas, Caca.”

Surya langsung membawa  Vivi ke dalam pelukannya, “tidak papa, biarkan Caca menenangkan diri dulu.”

“Tapi mas?”ucap Vivi mendongak menatap  Surya

“Sudah tidak apa, ayo kekamar kamu juga butuh istirahat,” ujar Surya

Adhaza dapat mendengar perbincangan kedua orangtuanya. Kali ini ia sangat kecewa kepada bundanya. Bundanya lebih  memilih untuk menemani ayahnya dibandingkan dia. Sebenarnya Adhaza tidak masalah jika bundanya menemani ayahnya, akan tetapi kini sudah melewati batas wajar bagi Adhaza. Jika tadi bundanya tidak menjawab 'hanya satu bulan' Adhaza tidak akan semarah ini kepada bundanya.

Drrt drrt

Getaran ponsel dari atas nakas membuat Adhaza bergegas mengambilnya dan melihat siapa yang sedang mengirim chat kepadanya. Mata Adhaza terbuka sempurna dan ia sangat terkejut melihat pesan itu dikirim oleh Endra. Ia segera membuka room chat dan membalasnya. Senyum Adhaza mengembangkan sempurna ketika Endra membalas pesan tersebut dengan cepat.

~~~~~

Endra sampai dirumah dengan pikiran yang terus memikirkan Adhaza. Ia langsung menuju kamar dan menjalankan ritual wajibnya. 30 menit berlalu Endra selesai menjalankan ritualnya.

Endra merebahkan badannya di kasur king size nya. Ia memejamkan matanya untuk mencari ketenangan.

“Argghhh,”teriak Endra pusing

“Bang, kenapa teriak teriak?” tanya Lina dari luar kamar.

“Nggak papa ma,”jawab Endra.

Senior Cold {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang