Jangan lupa vote
.
.
.
.Adhaza dan Gerald kini sedang duduk bersama di salah satu bangku taman kota. Mereka duduk berdua dengan menikmati ice cream yang baru saja dibeli oleh Gerald.
Sedari tadi Gerald terus bercerita, bahkan ia melakukan hal konyol untuk sekedar menghibur Adhaza. Adhaza sesekali tertawa melihat tingkah konyol Gerald, namun setelah itu ia kembali diam dan pandangan lurus ke depan.
Setelah terjadi perdebatan antara Adhaza dan Nina membuat Adhaza merasa bersalah.
“Rald,” panggil Adhaza dengan pandangan yang masih luruskan ke depan.
“Iya, apa?”
“Ucapan gue ke Nina tadi kasar ya?”
Gerald diam ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia menegakkan tubuhnya lalu menyampaikan tasnya di bahu kirinya.
“Ayo pulang, udah sore nanti dicariin Tante Vivi,” ucap Gerald menarik tangan Adhaza.
“Gue rasa gue udah keterlaluan ke Nina,” ujar Adhaza.
“Ca lo—”
“Nina sahabat gue Rald.” Ucap Adhaza memotong ucapan Gerald. “Nina dia sahabat gue dari dulu, Nina selalu ada buat gue, tapi gue malah ngatain dia dengan kata-kata yang nggak seharusnya gue ucapin ke dia. Gue jahat banget gue jahat banget, yang munafik itu gue bukan dia.” Ucap Adhaza yang mulai meneteskan air mata.
Gerald menatap Adhaza yang kini mulai menangis sesenggukan. Gerald menghela nafas lalu berjongkok di depan Adhaza. Perlahan tangan Gerald menarik tangan Adhaza lalu menggenggamnya erat.
“Ca, lo nggak salah kok. Justru ucapan lo tadi benar,” ucap Gerald.
“Nggak salah? Justru benar? Gue ngatain sahabat gue munafik menurut lo benar?” tanya Adhaza menatap tajam Gerald.
“Bukan gitu maksud gue. Maksud gue, kalau dia benar-benar sahabat lo gamungkin dong dia bakal belain Endra sama Galang?”
Adhaza terdiam ia mengingat kembali pertengkaran yang terjadi beberapa jam yang lalu. Ucapan Gerald ada benarnya, karena ia bertengkar dengan Nina karena Endra dan Galang. Dan nggak mungkin juga Nina membentak nya kalau tidak gara-gara mereka berdua.
“Terus maksud ucapan Nina tadi apa?” tanya Adhaza.
“Yang mana?”
“Yang tadi waktu di kelas.”
“Gue juga nggak paham sama ucapan dia. Gue mempengaruhi siapa coba? Perasaan nggak ada deh. Lagian gue juga murid baru di SMA Pelita Bangsa,” ucap Gerald juga masih tidak faham dengan ucapan Nina.
“Mereka bener-bener jahat, justru yang mempengaruhi itu bukan lo. Tapi yang terpengaruhi itu Nina dan yang mempengaruhi itu Endra sama Galang.”
“Mereka licik banget ya Ca,” ucap Gerald.
“Licik? Ngaca dulu sebelum ngatain orang licik!” ucap seseorang yang ada di belakang mereka.
Adhaza memutar tubuhnya, sedangkan Gerald menegakkan tubuhnya dan melihat siapa yang membalas ucapannya. Namun mereka telat melihatnya, karena cowok itu sudah berjalan membelakangi nya.
“Siapa sih?” tanya Gerald.
“Kayak kenal sama suaranya,” ucap Adhaza mencoba mengingat-ingat pemilik suara tersebut.
“Ayo pulang.” Ajak Gerald menarik tangan Adhaza.
Mereka berdua berjalan menuju parkiran dengan tangan yang masih bertautan. Adhaza yang menyadari tangannya sedang digenggaman berusaha melepaskan namun genggaman tangan Gerald sangatlah kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Cold {SUDAH TERBIT}
Teen FictionEND Revisi {SEGERA TERBIT} "Bagiku kau adalah penyemangatku, tanpamu aku beku seperti es batu yang selalu memberikan hawa dingin di setiap waktu." Endra Anggara Prasetya, salah satu laki-laki tampan dan sering dijuluki dengan sebutan es kutub utar...