Jangan lupa vote
.
.
.
."Gue-"
"Maaf, waktu besuk buat anda habis," ucap suster memotong ucapan Endra.
Galang hanya menanggapi ucapan suster tersebut dengan anggukan kepala. Ia memalingkan kepalanya lagi menatap Endra yang sedang menatap nya.
Galang tahu, Endra sekarang sedang menahan sakit. Walaupun dari luar ia terlihat tegar seperti biasanya, tapi percayalah. Setegar-tegarnya Endra, ia juga akan merasakan sakit yang bisa mengikis benteng pertahanannya.
"Ndra, gue keluar dulu ya. Jangan nyerah, gue tahu lo kuat," ucap Galang sebelum keluar dari kamar rawat Endra.
Galang membalikkan tubuhnya lagi dan menatap Endra. "Gue janji, gue bakal jagain Caca sebisa dan semampu gue." Ucap Galang serius.
Endra tersenyum lalu menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Ia menatap punggung Galang yang kini kian menjauh dan keluar dari ruang rapatnya.
Endra memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Tubuhnya mendadak merasa lemas kembali. Ia memegangi dadanya yang terasa, sangat sesak padahal ia sudah memakai alat bantu untuk bernafas.
"YaAllah, berikan aku kekuatan." Batin Endra dalam hati.
Endra menurunkan tangannya dari dada ketika Fahry memasuki ruang rawat nya. Sebisa mungkin ia harus menahan sakitnya, ia tidak mau orang lain melihat ia menderita.
Fahry tidak langsung mendekat, ia memilih untuk berdiam diri seraya menatap Endra dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kenapa lo di situ?" tanya Endra dengan suara lemah.
Fahry menghapus bulir-bulir air mata yang kini mulai terjun bebas membasahi pipinya. Setelah dirasa air mata yang ada di pipinya hilang, ia mulai berjalan mendekati ranjang Endra.
"Hai, bro. Gimana keadaan lo?" tanya Fahry tersenyum ke arah Endra.
"Gue baik."
Fahry mengangguk-anggukan kepalanya. Berharap air matanya tidak lagi jatuh di hadapan Endra.
"Sory Ndra, gara-gara gue lo ja-" ucapan Fahry terpotong.
"Bukan salah lo," ucap Endra.
"Tapi gara-gara gue, nyawa lo jadi taruhannya."
"Takdir."
Endra menutup matanya karena kepalanya terasa sangat pusing. Ia berusaha menahan sakit yang menyebar di seluruh tubuhnya.
"Ndra, lo kok kuat sih? Kalau gue jadi lo, pasti gue udah balik," ucap Fahry menatap Endra dengan tatapan sendu.
"Ndra, kok lo diem sih?"
"Endra?"
"Heh es balok."
Fahry terus memanggil Endra, akan tetapi laki-laki itu tetap saja memejamkan matanya. Fahry menolehkan kepalanya ke arah alat pendeteksi detak jantung yang ada di samping ranjang Endra.
Elektrocardiogram yang tadinya berjalan naik turun, kini perlahan mulai mendatar. Fahry melebarkan matanya, ia sangat bingung harus bagaimana.
"Ndra, lo nggak apa-apa kan?"
"Ndra, jawab gue dong. Lo jangan diem aja."
"Endra ... Ndra, jawab dong."
Karena tidak ada jawaban dari Endra, Fahry langsung menekan tombol yang terletak di dekat ranjang Endra untuk memanggil dokter.
"Dokter ... Dokter, tolong sahabat saya Dokter. Tolong selamatkan sahabat saya," ucap Fahry dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Cold {SUDAH TERBIT}
Teen FictionEND Revisi {SEGERA TERBIT} "Bagiku kau adalah penyemangatku, tanpamu aku beku seperti es batu yang selalu memberikan hawa dingin di setiap waktu." Endra Anggara Prasetya, salah satu laki-laki tampan dan sering dijuluki dengan sebutan es kutub utar...