"JAEHAN-AH, kau siap?" tanya ibuku.
Aku tersenyum dan mengangguk kearahnya. Tentu saja aku sudah siap, bahkan sejak tadi. Aku tidak ingin memikirkan sebuah pesan yang aku terima dua hari lalu. Mungkin memang dari orang yang sengaja mengisengiku.
Aku berjalan menuju ibuku, ayah tiriku, kakakku Yanan dan adikku Hyoje. Mereka sudah menungguku di ruang tengah.
Ibuku berbalik menghadap ke arahku dan menunjukkan wajah sedihnya. "Kau sudah besar ternyata, Han," ucapnya mengusap hangat pipiku.
Aku tersenyum dan memegang tangan ibuku yang digunakan untuk mengusap pipiku. "Eomma, aku tidak apa-apa."
"Islam bukan agama yang selama ini kita ketahui. Eomma, aku tetaplah anakmu dan aku tidak akan meninggalkanmu." Senyumku.
Ibuku mengangguk lirih, air matanya keluar dan dengan cepat aku menyeka air mata yang keluar dari pelupuk mata ibuku.
"Uljima," ucapku lembut. "Mianhe, ini jalan yang sudah Jaehan pilih, Eomma. Han tidak ingin menyesal karena tidak segera mengambilnya."
"Ya, Eomma percaya padamu. Setidaknya ini yang bisa Eomma berikan kepadamu, Han. Memberikan kau kebebasan untuk memilih jalan."
Aku tersenyum. "Ne gomawo, Eomma."
Ibuku mengangguk lalu mengusap pipiku sekali lagi. "Kajja, kita tidak boleh telat untuk hari yang begitu penting untukmu."
Aku mengangguk lalu berjalan bersama menuju ruang tengah.
"Han, kau siap?" ucap paman Kim atau lebih tepatnya ayah tiriku. Pria itu tersenyum lembut kearahku.
Aku membalas senyumannya. "Ya, aku siap Appa."
Mataku lalu menatap kearah Yanan Gege, disana dia menatapku tajam. Aku tersenyum pahit, aku mengerti kekhawatirannya. Sejak tadi pagi dia tidak henti-hentinya menanyakan keputusanku apalagi dengan masalah pesan kemarin yang membuat kami terkejut terutama diriku.
Yanan Gege mengatakan ia akan mengawasiku perkara pesan yang aku terima. Padahal aku sudah menjelaskan jika aku tidak pernah melakukan hal itu dan sudah tidak menimbulkan banyak masalah sekarang, mungkin benar hanya orang asing dan iseng.
"Baik. Kajja, Hyoje-ah kau dengan Eomma-mu dulu ya?"
"Oke."
Aku berjalan bersebelahan dengan Kakakku, dia tengah menggunakan topi dan masker. Kalau dipikir-pikir kenapa aku baru menyadarinya? Yanan Gege adalah seorang idol wajar saja sekarang memakai pakaian serba hitam.
Kami berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan oleh supir tadi. Appa atau Paman Kim atau ayah tiriku sendirilah yang akan mengendarainya, ia bilang di moment penting ini, biarkan dia ikut andil dalam hal ini.
***
"Yi, kau yakin?" Bisik Yanan Gege.
Appa dan Ibu sibuk menghibur Hyoje dengan bernyanyi sepanjang perjalanan dan hanya tersisa aku dan Yanan Gege dikursi belakang yang sejak tadi diantara kami hanya ada keheningan.
Aku sibuk menenangkan rasa gugupku sedangkan Kakakku, aku tidak tahu apa yang sedang ada dipikirannya, sedari tadi dia diam dan hanya melihat kearah luar jendela mobil.
Aku melirik kearahnya dan tersenyum. "Gege, aku sudah mengatakan beberapa kali padamu. Aku sudah sangat yakin dengan keputusan yang aku ambil," ucapku.
Yanan Gege menghela nafas dan mengangguk. "Yi, apa aku harus menyuruh orang untuk menyelidiki pesan itu?" ucapnya kemudian. Ternyata itu yang di khawatirkannya? Padahal aku tidak memikirkannya sama sekali.
![](https://img.wattpad.com/cover/217722413-288-k914278.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Islammu Maharku (Sudah Terbit)
SpiritualVersi Revisi ada dibuku **** "Aku mencintaimu, tapi kenapa kau menolakku? Aku tampan, pintar, populer dan aku bisa melakukan apa pun dengan mudah. Apa yang kurang dariku?" -Zhang Yi "Kau sangat tampan. Wanita mana pun jika dijadikan kekasih olehmu m...