1. Encounter

13.7K 1.6K 29
                                    

AKU cemberut sedari tadi. Aku kesal, aku ingin marah dan tentu saja aku juga kecewa. Ini semua karena tanteku! Beliau mendaftarkanku kuliah di Korea Selatan dengan jalur beasiswa tanpa sepengetahuanku. Dan lucunya aku diterima.

"Udah kali, Fa. Jangan cemberut mulu entar tambah jelek loh." Ucap tanteku. Aku melirik singkat kearahnya lalu kembali lagi ke aktivitas awalku, merajuk.

"Biarin. Tante juga nyebelin, ngapain coba daftar-daftarin aku kuliah disana, nah kan jadi keterima beneran, iseng sih, " gerutuku.

Nama tanteku Sofia, dia adalah adik dari Abi-ku. Tanteku adalah pengganti Ummi semenjak ummi kecelakaan dan pergi dari dunia ini. Beliau adalah orang yang berharga untukku walaupun sering menjahiliku. Contohnya kejadian ini, waktu itu tanteku iseng mendaftarkan namaku untuk kuliah di Korea Selatan lewat jalur beasiswa. Tanteku berfikir aku tidak akan diterima karena, ya tentu saja yang mendaftar banyak sekali, tapi sekarang malah diterima sungguhan.

"Ya kan tante juga ga nyangka kalo kamu bakalan keterima beneran disana, Sayang."

"Aih tante~" rengekku.

"Udah sih terima aja, mana tau nanti dapet jodoh oppa-oppa¹ Korea kan? Lumayan loh kalo tante punya mantu orang sana." Goda tanteku.

"Tante apaan ih! Ga lucu," teriakku tak terima dan dibalas kekehan oleh beliau. "Hayfa kan pengennya kuliah di Stanford University. Disana fakultas psikologinya bagus, Tan," ucapku dengan nada merajuk.

Tanteku akhirnya hanya menghela nafas. "Kamu udah nganggur satu tahun buat nunggu pengumuman dari universitas yang kamu mau itu, tapi lihat? Dua kali kamu nyoba daftar tapi ditolak terus."

Aku cemberut dan lebih memilih diam. Yang tanteku bilang memang benar, aku sudah menganggur satu tahun ini untuk menunggu hasil pengumuman dari Stanford University dan sudah dua kali aku mencoba dan tetap saja namaku tidak ada yang artinya aku ditolak.

Tante Sofia berjalan mendekatiku lalu mengusap kepalaku yang ditutupi hijab instan. "Kamu terima aja ya? Siapa tau Allah sudah mempersiapkan yang terbaik buat kamu disana. Meskipun ini tak sesuai harapanmu tapi mungkin sebenarnya inilah yang terbaik untuk kamu, insya Allah. Ingat loh, Allah itu sebaik-baik rencana. Apa yang menurut kamu baik belum tentu buat Allah itu baik tapi sebaliknya apa yang menurut Allah baik sudah pasti baik juga buat kamu," ucap tanteku lembut.

Aku akhirnya menghela nafas dan mengangguk. Ya tanteku benar, mungkin ini adalah jalan terbaik dari-Nya, entah apa yang menungguku disana, semoga benar-benar ini yang terbaik untukku. Aamiin.

***

Minggu, 23 Februari. Pukul 10.45 KST
Bandara Incheon, Korea Selatan.

Aku berjalan menggeret koperku dengan santai seraya melihat kearah ponselku. Aku sedikit kebingungan karena aku baru pertama kali datang ke Korea Selatan. Apalagi bahasanya sedikit sulit untuk di ucapkan, tapi Alhamdulillah aku bisa berbahasa Inggris. Tapi itu juga tidak menjamin, dari yang aku searching di google, Korea Selatan sebagian besar warganya tidak bisa berbahasa Inggris. Dan karena itu tanteku mengajariku untuk belajar Bahasa Korea selama beberapa bulan belakangan ini dengan keras bahkan mendaftarkan aku ke kursus Bahasa Korea sehingga selama itu pula aku ingin menangis karena begitu tertekan. Jangan salah, tanteku juga pandai dalam berbahasa korea. Karena dia pecinta drama negara gingseng ini dan tentu saja beliau sangat tertarik dengan apa yang berbau Korea, bahkan ia bernafsu sekali untuk membuatku pintar dalam Bahasa Korea. Dan ya Alhamdulillah berkat itu aku sedikit bisa berbahasa korea dan membaca Hangeul walaupun masih sangat sulit dalam mengejanya.

Saat aku tengah berhenti di depan coffee street yang tersedia di bandara, ada seseorang berdiri didepanku dan dengan nafas yang terengah-engah. Aku mendongak menatapnya bingung. Siapa dia? Kenapa dia berhenti di depanku? Kenapa penampilannya serba hitam? Dan kenapa dia menoleh kekanan dan kekiri? Dia terlihat mencurigakan. Pikiran negatifku tentangnya mulai bermunculan. Orang yang berdiri di depanku adalah seorang pria yang tingginya Masya Allah sekali. Pria bermasker dan bertopi itu menatapku. Aku sedikit menjauhkan jarak tubuhku darinya.

Islammu Maharku (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang