37. Mungkinkah? (Hayfa)

4.6K 746 6
                                    

AKU meletakkan mukena lalu berjalan menuju ruangan untuk mengaji atau bahkan mencari tahu tentang islam bagi para Muallaf atau bahkan bagi mereka yang penasaran pada islam.

Sudah sejak Magrib aku berada di Masjid. Setelah menyelesaikam kelasku, aku langsung pergi menuju Seoul Central Mosque. Aku sudah lama tidak kesini, dan aku benar-benar rindu.

Sayangnya teman-temanku yang lain masih sibuk. Yah ... tidak apa-apa, setidaknya aku bisa lebih khusuk. Bukan, bukan aku senang mereka tidak pergi ke masjid, hanya saja aku butuh waktu berdua saja untuk mencurahkan masalahku pada-Nya.

Setelah sholat berjemaah dan berdoa bersama, aku masih cukup punya banyak waktu untuk berdua saja dengan Allah. Masalahku tentang Zhang Yi tidak ada habisnya. Padahal pria itu sudah mengatakan akan menjaga jarak denganku.

Aku menghela nafas panjang. Kata-kata pria itu tidak bisa aku hilangkan begitu mudah.

"Unnie!" Aku tersentak lalu menatap si pemilik suara.

Disana ada seorang gadis remaja seumuran Jiho sedang duduk sendirian di salah satu meja yang kebetulan sepi. Gadis itu melambaikan tangannya padaku.

Aku menggelengkan kepalaku, ternyata sejak tadi aku berdiri dan melamun saja. Aku kembali menatap gadis itu yang sedang tersenyum dan mengisyaratkan aku untuk duduk didepannya.

Aku membalas senyumnya lalu berjalan kearahnya. Gadis itu bernama Cheong Sarang. Aku kenal gadis itu saat menunggu adzan Magrib. Gadis itu datang kepadaku, mengajakku berkenalan. Dia gadis yang manis dan pintar sekali mencari topik.

Saat kami sibuk membicarakan banyak hal dan kadang sedikit tertawa, tiba-tiba gadis itu bilang jika tujuan sebenarnya dia datang ke Seoul Central Mosque untuk mempelajari islam.

Aku tentu saja senang. Jarang sekali remaja tertarik dengan islam apalagi dia adalah seorang perempuan. Dimana seharusnya gadis sepertinya di Korea sibuk merawat penampilan, memikirkan karir atau bahkan menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Allah memang Maha Kuasa dan Maha Baik. Dia menggerakkan hati orang-orang yang dikehendaki-Nya. Tapi mengatakan jika dirinya takut terlalu canggung jika dia menceritakan dan meminta apa yang maksudnya pada muslim yang umurnya seperti ayah-ibunya. Dia ingin orang yang bisa dia ajak berdiskusi dengan santai dan akhirnya gadis memintaku untuk membimbing kebingungan gadis itu.

Sambil tersenyum, aku menggeser kursi untuk aku duduki. Gadis itu langsung memegang kedua tanganku.

"Unnie ... aku sudah yakin jika Tuhan itu ada dan hanya ada satu. Dan yang paling membuatku yakin adalah Al-Qur'an, aku sudah membaca semuanya dan jujur saja ini sesuai dengan yang aku perdebatkan selama ini," ucapnya.

"Tapi yang membuatku kadang bingung. Apa benar Al-Qur'an adalah firman Tuhan? Baru-baru ini aku membaca pendapat orang-orang selain islam yang mengatakan jika Al-Qur'an adalah karangan Nabi Muhammad. Ini sungguh membuatku bingung dan sedikit kecewa, Unnie,"

"Maaf, aku sedikit emosional tentang ini. Aku hanya perlu memastikan sebelum aku benar-benar memeluk islam. Kedua orang tuaku juga sudah setuju, karena dalam keluargaku tidak ada yang benar-benar percaya agama maupun tuhan manapun. Semua keputusan ada pada diriku." Lanjutnya dengan mata berkaca-kaca.

"Alhamdulillah. Tapi sebelum itu aku ingin mengatakan padamu, Sarang-ah. Jika kau ingin belajar islam, belajar dari islam itu sendiri, jangan belajar dari orang yang jelas-jelas tidak mengerti islam. Semua itu pasti bertentangan," ucapku.

"Maaf ...." Cicitnya.

Aku menghela nafas dan tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, langkahmu sudah benar sekarang, kau menanyakan langsung pada islam itu sendiri." Aku mengusap pelan rambut gadis itu yang tertutupi kain panjang untuk hijabnya.

Islammu Maharku (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang