15. Sweet (Hayfa)

6.3K 982 3
                                    

AKU berjalan menuju lift, aku lihat seorang pria dengan masker diwajahnya tengah merenggangkan kepalanya. Dan aku tau siapa pria itu, dari postur tubuhnya yang tinggi dan mata tajamnya saat menatap, sudah dipastikan hanya dia saja yang memilikinya. Jiho juga memilikinya tapi milik Jiho tidak setajam dia. Ya, orang itu adalah Zhang Yi. Aku menghela nafas, lalu mamasuki lift dan berdiri disamping kanan Zhang Yi sedikit agak menjaga jarak, setelah pria itu menekan tombol ke lantai dasar.

Setalah itu diantara kami hening, aku melirik kearah Zhang Yi sedikit bingung. Kenapa pria itu sedikit lebih diam? Ah bukan maksudku aku tidak  ingin dia menggangguku, tidak sama sekali. Aku malah bersyukur atas itu ... Tapi ini benar-benar aneh bagiku melihat Zhang Yi menjadi diam seperti ini.

Mataku memicing, aku melihat ada luka sedikit goresan benda tajam dipelipis kanan pria itu. Lalu aku membuka tasku, mengorek-ngorek mencari plaster atau apapun yang dapat menutupi luka goresan pria itu, setelah menemukannya aku menyodorkan padanya.

Aku lihat alis Zhang Yi terangkat, sepertinya dia bingung. Aku tersenyum kearahnya. "Lukamu," ucapku.

"Aku tidak apa-apa," jawabnya.

"Luka tetap luka, jika terus dibiarkan tidak akan lekas sembuh," balasku masih menyodorkan plaster kearahnya.

Zhang Yi menatap plaster ditanganku datar. Kenapa aku merasa pria disampingku ini sedang ada masalah? Ah tidak seharusnya aku ikut campur. Tapi melihat tatapan matanya, kurasa dia butuh sebuah sandaran.

"Apapun masalahmu sekarang, Sunbae. Jangan bersifat kekanakan lagi, hadapi masalahmu, jangan takut dan jangan mau terkurung oleh masalahmu itu." Zhang Yi terkekeh, apa ada yang salah?

"Kau? Apa  jangan-jangan kau khawatir denganku?" ucapnya dengan ekspresi sedikit menyebalkan. Namun ekspresi itu langsung berubah menjadi dingin. "Kau tidak tahu apa-apa tentangku, lebih baik kau diam."

Aku menghela nafas. Aku memang tidak tahu apa-apa, tapi tidak ada salahnya kan aku membantunya walaupun itu hanya kata-kata saja? Aku tidak menjawabnya, hanya ada keheningan setelahnya. Lalu membuka plaster ditanganku lalu memasangkannya di ekor mata Zhang Yi tanpa menyentuh wajahnya.

"Baiklah aku akan diam saja. Tapi plaster itu jangan dilepas. Insya Allah, lukamu akan lekas mongering," ucapku tak lupa tersenyum.

Zhang Yi diam dan aku pun tidak mau berbicara lagi. Suasana kembali hening, tapi suasana itu lenyap saat pintu lift terbuka, aku berjalan menjauh dari pintu lift. Aku berjalan menuju halte bus, sebentar lagi bus tujuanku akan datang. Aku duduk menunggu seraya bertasbih menyebut asma allah yang baik lagi mulia.

Aku menatap jalanan di depanku, semua manusia sibuk berlalu lalang, mencari dunia. Aku tersenyum tipis, betapa beruntungnya aku yang masih diberi kesempatan oleh Allah untuk hidup dan memperbaiki diri lagi. Allah maha baik.

Saat aku sibuk mengucapkan hamdalah dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah untukku, bus tujuanku datang. Susana di bus kali ini sedikit sepi, hanya ada 5 orang saat aku masuk. Tumben?
Aku berjalan menuju kursi nomer dua dari  paling belakang. Aku duduk disamping jendela, lalu menatap hiruk-piruknya kota Seoul saat bus sudah berjalan.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Suara berat pria menyentakku, lalu aku menatap kearah belakang.

Zhang Yi tengah menatapku, masker diwajahnya masih setia bertengger. Aku menggelengkan kepalaku. "Bukan apa-apa, aku hanya merasa bersyukur."

"Bersyukur kenapa?" tanyanya.

Aku tersenyum. "Aku bersyukur karena Allah, Tuhanku, yang sudah memberikan aku kesempatan untuk hidup hari ini, aku masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diriku lebih baik lagi."

Islammu Maharku (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang