20. Cinta dan Romantisme (Hayfa)

6K 957 19
                                    

HARI ini aku dan teman-temanku berada di Seoul Central Mosque, diruangan luas khusus untuk belajar islam. Melihat teman-temanku yang bersemangat untuk mencari ilmu agama membuatku bersemangat juga. Sederhana memang, hanya dengan melihat mereka bahagia mendapat ilmu agama membuatku juga merasa bahagian dan sedikit tersentil.

Sudah berapa lama diriku tidak mengkaji ilmu agama lagi. Aku takut, aku akan semakin menjauh dari Allah. Karena sejatinya Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya tapi seringkali hamba-Nyalah yang meninggalkan-Nya.

"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama." (HR. Bukhari nomor 71 dan Muslim nomor 1037).

Seperti hadist diatas Allah memang Maha Baik, tidak semua hamba-Nya mendapat kemulian seperti ini. Dan karena ini pula rasanya aku benar-benar beruntung. Berada diantara manusia-manusia mulia dan dicintai oleh Allah, Insya Allah.

Seperti seorang ustadz yang pernah kudengar ceramahnya, ia mengatakan. "Ketika terbesit ingin berubah menjadi lebih baik, disitu anda mendapat anugerah tertinggi dan tak ternilai harganya, anda sedang dicintai oleh Allah."

Aku tersenyum. Setiap orangpun juga belum tentu mendapat kemulian seperti ini. Aku yang islam dari lahirpun tidak akan menjamin mendapatkan kemuliaan seperti itu.

"Hayfa-ya, kenapa kau tersenyum sendiri?" tanya Nara mengagetkanku.

"Ha? Eung ...." Aku menggaruk ujung hidungku yang tidak gatal, ini aku lakukan ketika aku sedang gugup atau tidak tahu harus memulai percakapan seperti apa. "T-Tidak apa-apa. Mari kita mulai saja belajarnya."

Nara dan yang lain merasa antusias dann lagi-lagi aku tersenyum melihat kesungguhan dalam hati mereka. Akhirnya kami duduk melingkar menyisahkan jarak yang cukup diantara perempuan dan laki-laki agar tidak bersentuhan.

"Hayfa tolong jelaskan makna cinta dalam islam," ucap Haru.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. "Ya kurasa kami juga butuh penjelasan tentang itu," ucap Songjun.

Aku tersenyum. "Baiklah. Aku mulai."

Aku membaca doa pembuka dan sholawat untuk Nabi Muhammad agar kajian ini bermanfaat sampai ke akhirat. Lalu dilanjutkan membaca surah Al-Fatihah oleh kami.

Aku menghembuskan nafasku. "Oke. Kalian tahu, jika seorang hamba mencari ilmu agama maka malaikat berada di sisi-sisi mereka, melindungi dan mendoakan mereka?"

Semuanya kompak menggeleng. "Disamping kanan-kiri kita atau bahkan ditengah-tengah kita ada malaikat yang saat ini tengah ikut mendengarkan juga dan mendoakan kita." Aku menunjuk sisi kanan dan kiri teman-temanku yang sedikit renggang. Kulihat teman-temanku melihat kearah sisi mereka masing-masing lalu tersenyum senang.

"Wah seperti itu? Hebat sekali," ucap Eezar.

Aku tersenyum. "Maka dari itu banyak para ulama terdahulu setiap akan mengkaji ilmu agama, mereka akan berdoa terus sepanjang mendengarkan ilmu. Itu karena orang yang mencari ilmu, doanya akan cepat diijabah."

"Selain itu kemulian lain dari seorang penuntut ilmu adalah pahalanya seperti pahala orang berjihad fisabilillah," lanjutku.

"Jihat? Fi-fisabililah? Apa itu?" tanya Jaehyuk sedikit kesusahan.

"Jihad fisabilillah," ucapku membenarkan dan Jaehyuk hanya tersenyum malu. Ya aku memakluminya, bagi orang yang pertama kali masuk islam, pelafalan bahasa arab memang sedikit susah.

"Jihad fisabilillah adalah berjuang dijalan Allah, berjuang untuk agama Allah." Jaehyuk dan yang lainnya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Dan kemulian lainnya adalah ketika seorang penuntut ilmu apabila dalam perjalanan maut datang menjemputnya, Insya Allah surga balasannya," jelasku. Aku melihat ekspresi teman-temanku yang semakin antusias. Senyumku kembali terbit.

Islammu Maharku (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang