AKU berjalan menuju sebuah perumahan tidak jauh dari Seoul Central Mosque mungkin berjarak 20 menit? Entahlah. Setelah memarkirkan mobilku. aku berjalan mencari rumah yang aku cari. Ini insiatifku sendiri, aku harus mencari untuk menguatkan tekadku. Tentu saja aku meminta tolong sedikit kepada Khalid.
Rencananya hari ini aku ingin menemui seorang Muallaf atau orang yang baru masuk islam dari Korea. Kebetulan Muallaf yang akan aku ajak bertemu dan berdiskusi adalah seorang sejarawan Korea, katanya beliau sudah 10 tahun memeluk islam. Dan ya, aku sudah menghubungi beliau dua hari yang lalu.
Aku berhenti disebuah rumah dan pagar yang sederhana lalu melihat ke arah ponsel ditanganku, mencoba memeriksa kembali apakah benar atau tidak.
Benar, ini rumahnya. Aku menekan bel didepan pintu pagar rumah itu, tak lama setelah itu datang seorang wanita mungkin seumuran ibuku, kurasa dia adalah istri dari orang yang akan aku temui. Wanita itu membukakan pintu untukku, tak lupa dengan senyuman ramahnya.
"A-Asalamualaykum." Salamku.
"Wa'alaikum," balasnya ramah. "Kau Zhang Yi bukan? Ayo masuk, Nak. Suamiku sudah menunggumu." Lanjutnya.
Aku tersenyum dengan canggung lalu mengikuti wanita itu, jujur aku bingung harus memanggil beliau siapa. Sikap ramah tanpa waspada pada orang asing sepertiku membuat hatiku semakin menghangat.
Begitu sampai diruangan sederhana dan banyak buku berbaris rapi, aku melihat sosok pria seumuran Rektor Kim. Aku rasa ini ruang kerja beliau.
"Duduklah, Nak Zhang," ucap pria itu.
Pria itu beranama Ilyas Choi, sejak memutuskan memeluk islam, beliau mengubah namanya dari Choi Han menjadi Ilyas Choi.
Aku duduk di sofa depan beliau. "Apa kabar, ahjussi¹?"
Beliau tertawa. "Alhamdulillah, tidak usah kaku seperti itu, Nak Zhang. Apa yang membawamu kesini?"
"Ah seperti yang saya bicarakan lewat telepon sebelumnya, saya ingin bertanya kepada Anda," ucapku.
"Silahkan. Tanyakan apa yang ingin kau ketahui, Insya Allah kami akan menjawab sampai kau puas." Senyumnya ramah.
Aku tersenyum lalu menunduk singkat. "Tolong ceritakan kepada saya, bagaimana anda bisa memeluk islam," ucapku.
Beliau terlihat terkejut, terbukti dari matanya yang melebar tapi setelah itu ekspresinya berubah menjadi lebih lembut. "Ah kau ingin memeluk islam juga rupanya."
"Setidaknya saya perlu meyakinkan hati saya. Tidak tahu apa yang akan membawa saya ke depannya."
Mr. Choi menghela nafas. "Kejadian itu sudah lama, tapi saat aku smengingatnya, aku selalu saja merasa emosional. Bagaimana aku menemukan islam, itu tidaklah mudah."
Saat aku fokus mendengarkan, suara ketukan pintu yang menampilkan istri dari Mr. Choi membawakan minuman dan makanan ringan.
"Silahkan dimakan, Nak Zhang," timpal istri Mr. Choi.
"A-Ah ne, gamsahabnida Bu-in," ucapku lalu membungkuk.
"Aniyo. Makanlah!"
Setelah itu Nyonya Choi pergi dan menyisakan aku dan Mr. Choi kembali.
"Baik kita mulai." Aku mulai menatap serius ke arah Mr. Choi. "Awalnya, dari profesiku sebagai sejarawan, sebelum aku mantap memeluk islam, aku senang meneliti dan mencari tahu tentang sejarah Korea."
"Aku selalu haus tentang sesuatu. Jadi aku mencoba mencari jejak islam di Korea, ternyata sebelum aku menemukannya, ini sudah terungkap tapi media tidak mengeksposnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Islammu Maharku (Sudah Terbit)
EspiritualVersi Revisi ada dibuku **** "Aku mencintaimu, tapi kenapa kau menolakku? Aku tampan, pintar, populer dan aku bisa melakukan apa pun dengan mudah. Apa yang kurang dariku?" -Zhang Yi "Kau sangat tampan. Wanita mana pun jika dijadikan kekasih olehmu m...