42. ingatan

8.1K 582 22
                                    


Aileen tersenyum manis saat memasuki area mall, tangannya setia menggenggam tangan Sergio dengan erat seolah takut pemuda itu akan hilang.

Setelah pertemuan tidak sengaja di kafe tadi, Aileen memutuskan untuk berbelanja bersama Sergio, ada banyak juga yang ingin dia ceritakan pada Sergio. Tentang kehidupannya selama di Perancis.

"Kita nonton aja yah, aku liat lagi ada film bagus hari ini."  Sergio yang tadi menatap ke depan menoleh, ia tersenyum tipis lalu mengangguk. Tidak masalah membuat Aileen senang.

"Tentu, mau nonton apa? Horor atau roman?" tanya Sergio, genggaman tangannya semakin ia eratkan.

"Em karena ini pertama kalinya aku ketemu kamu, aku pengen nonton roman aja, gapapa kan?" Sejujurnya Aileen masih malu, namun sebisa mungkin ia bersikap santai seperti biasanya.

"Anything for you, my love."  Sergio mengecup punggung tangan Aileen, ia tersenyum manis yang membuat Aileen merona.

Jika saja Aileen tidak mengingatkan dirinya bahwa sedang berada di mall, mungkin ia akan lompat-lompat karena senang. Jelas saja, siapa yang tidak suka saat orang memperlakukanmu seperti itu.

Aileen menghela nafas, mencoba untuk menetralkan detak jantungnya yang memburu namun usahanya sia-sia. Jadi begini rasanya jatuh cinta?

Dulu saat baru bangun dari koma, Aileen benar-benar seperti orang linglung, gadis itu hanya mengenali kedua orang tuanya saja, ia bahkan tidak mengenal Varo saat itu.

Rasanya Aileen seperti mayat hidup, ia terus diam dan murung. Namun, saat Karel memberikannya sebuah cincin dan mengatakan bahwa itu adalah cincin pertunangan Aileen, Aileen perlahan membaik. Gadis itu mulai berbaur dengan sekitar, bahkan Aileen sudah mau menerima Bara dan Varo di sekitarnya.

"Kamu mau beli cemilan dulu? Aku mau beli tiket," ujar Sergio pada Aileen. Aileen yang mendadak gagu, hanya mengangguk. Ini hal-hal baru baginya. Saat nonton bersama Bara dan Varo, Aileen hanya akan menunggu di depan, karena kedua pemuda itu sudah pergi membeli tiket serta cemilan.

Aileen sama sekali tidak mengerti mengapa jantungnya berdetak kencang, padahal ia terbiasa diperlakukan bak putri raja oleh Bara dan Varo. Namun aneh saat bersama Sergio, perhatian dan bentuk kasih sayang ini terlalu asing baginya.

Padahal, Aileen sering mendapatkan perhatian seperti ini bahkan lebih. Namun, tetap saja aneh. Mungkin karena ia baru bertemu Sergio? Hm mungkin saja.

"Lin?" Aileen menoleh kaget saat Sergio menepuk pundaknya, ia tersenyum canggung. Jadi sejak tadi dia melamun?

"Sorry, aku ke sana dulu." Tepat saat Aileen ingin melangkah, Sergio menahan lengannya.

"Biar aku aja, kamu tunggu sini dan pegang tiketnya." Setelah mengucapkan kalimat itu, Sergio berlalu pergi. Aileen tersenyum miris, selama apa ia melamun? Bahkan Sergio sudah membeli tiket.

Saat mereka hendak masuk, telfon Sergio berdering. Ia berhenti melangkah lalu merogoh ponselnya. Pemuda tampan itu berdecak. "Kamu mau tunggu disini atau masuk duluan? Aku harus ngangkat telfon dulu."

"Tunggu sini aja," ucap Aileen dengan suara pelan. Wajahnya memerah karena Sergio menatapnya begitu lekat.

Sergio menghela nafas. "Jangan kemana-mana, tinggi disini." Aileen mengangguk patuh, ia duduk di kursi tunggu yang berada di depan bioskop.

Selama lima menit, Aileen menunggu akhirnya Sergio datang. Wajah pemuda itu nampak gusar dan seperti merasa bersalah.

"Ke- kenapa?" Aileen mencoba bertanya walau ia terlihat gugup.

Sergio menarik nafas panjang, "ada panggilan mendesak di kantor. Gapapa kalo kita batal nonton hari ini? Aku bakal nyari waktu luang supaya bisa jalan bareng kamu lagi," ujar Sergio.

CAHAYA dan WARNA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang