45. royal hotel

9K 634 56
                                    


Aileen berjalan menuju kawasan hotel berbintang lima yang ada di daerah Jakarta. Ia tidak sendiri, di sampingnya ada Pelangi yang setia menemaninya.

Entah apa alasan Pelangi mengajaknya kesini, ia juga kurang tahu. Tapi perasaannya tidak enak, hati kecilnya sedari tadi mengatakan bahwa ia harus pulang. Namun ia tidak enak pada Pelangi.

Mereka berhenti di kamar nomor 203. Pelangi langsung mengetuk pintu, dan betapa terkejutnya Aileen saat tahu bahwa yang ada di dalam sini adalah Sergio.

"Masuk," ajak Sergio. Pelangi berjalan lebih dulu sambil menarik tangan Aileen agar ikut masuk.

Keduanya duduk di sofa, sedangkan Sergio mengambil minum yang mungkin sudah di sediakan sejak tadi.

"Ngi, ngapain kita kesini?" bisik Aileen dengan suara pelan, ia menatap Sergio tidak suka saat pemuda itu tersenyum ke arahnya.

"Dia Gio, temen aku. Dia mau cerita sesuatu, tapi aku males pergi sendiri, makanya aku ajak kamu."

"Minum dulu," ujar Sergio sambil menaruh dua gelas minuman di meja. Pelangi yang kebetulan haus langsung mengambil gelas tersebut dan meneguknya. Sedangkan Aileen masih terdiam.

"Aileen, ayo minum dulu. Gio udah nyiapin lho," ujar Pelangi. Senyumnya mengembang sinis saat melihat Aileen mulai meneguk minuman itu.

Aileen memegang kepalanya yang terasa pusing, gadis itu meletakkan kembali gelasnya ke meja. Seluruh ruangan rasanya seperti berputar-putar, matanya juga kian berat.

"Aileen?"

Aileen mengabaikan panggilan Pelangi, ia memejamkan matanya sebentar agar rasa sakitnya sedikit berkurang.

"Lin, kamu gapapa?" Pelangi lagi-lagi bertanya, ia memegang pundak Aileen agar gadis itu tetap seimbang.

"Kepalaku rasanya sakit banget," ujar Aileen lirih. Ia menggelengkan kepalanya agar kesadarannya tetap terjaga namun sia-sia. Gadis itu jatuh pingsan di sofa.

Sergio menghela nafas, ia menatap Pelangi. "Apa lo tetep mau ngelakuin itu? Kita bisa nipu dia aja! Gak perlu sampai ngelakuin hal nyatanya!"

"Gak mau! Kalau cuma nipu doang, dia bisa tes. Kalau kamu ngelakuin semuanya secara real, aku yakin dia bakal hancur!"

"Ngi, apa lo gak punya rasa kasian sama Aileen? Dia itu cewek sama kayak lo!" Sergio benar-benar tidak habis pikir, apa Pelangi pikir Niger akan mencintainya jika Aileen menghilang?

"Aileen juga gak pernah peduli perasaan aku! Jadi buat apa juga aku peduli?!"

Sergio membuang muka, dia muak dengan Pelangi. Jika saja orang tuanya tidak dalam bahaya, Sergio pastikan sudah membunuh gadis tidak tau diri seperti Pelangi ini.

"Gak usah buang waktu lagi, mending kamu bawa Aileen sekarang." suruh Pelangi, gadis itu pindah duduk ke single sofa.

Sergio menghela nafas, pemuda itu berjalan mendekati Aileen, meneliti wajah gadis itu sekali lagi. "Maaf, maafin gue, Lin."

"Ah yah, jangan coba-coba buat bohong Gio, ada kamera di ruangan itu yang terhubung langsung sama anak buah aku. Jadi kalo kamu gak ngelakuin hal yang udah aku suruh, siap-siap aja jadi yatim piatu," ujar Pelangi santai, gadis itu menyunggingkan senyuman tipis.

Sergio mendesis geram, ia memilih mengabaikan Pelangi dan mengangkat Aileen untuk memindahkannya di kamar.

"Satu lagi Gio, jangan coba-coba buat matiin kameranya. Itu sama aja kamu bunuh orang tua kamu sendiri."

Sergio rasanya ingin sekali membunuh Pelangi saat itu juga, namun ia menahannya. Kurang ajar, Pelangi ternyata lebih cerdik dari yang ia kira.

Sergio merebahkan tubuh Aileen di atas ranjang, melepas sepatu gadis itu dengan telaten. Sergio menghela nafas, ia menatap wajah Aileen sambil menggumamkan kata maaf berkali-kali.

CAHAYA dan WARNA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang