Pagi-pagi buta Abib sudah berada di rumah Calista dan saat ini lelaki dengan seragam khusus hari jum'atnya sedang duduk di kursi meja makan dengan Helmi di dekatnya. Kesya sedang menyiapkan sarapan di bantu oleh asisten rumah tangganya.
Sedangkan Helmi duduk santai dengan ponsel di depan matanya. Abib sendiri hanya bisa diam memandang piring kosong yang ada di depannya saat ini. Kejadian kemarin membuat Abib merasa canggung dan takut pada Helmi serta Kesya.
Tadi pagi jika dirinya tidak kepergok oleh Kesya mungkin Abib lebih memilih menunggu Calista di pos satpam atau di depan gerbang sekalian, itu jauh lebih aman dari pada kondisinya saat ini.
Helmi yang melihat gerak gerik tidak nyaman Abib pun tau mengapa teman anaknya bisa seperti itu. Kejadian kemarin memang membuat siapa saja di landa rasa canggung, "Santai aja, Bib."
Abib menoleh pada Helmi dengan senyum canggung, "Iya, Om."
Helmi meletakan ponselnya di atas meja makan, menatap Abib dengan pandangan seperti biasanya, "Ga usah canggung gitu, kaya biasa aja."
"Iya, Om. Tapi Abib minta maaf buat masalah kemarin ya, Om."
Helmi terkekeh pelan, "Gapapa, justru saya senang lihat kamu yang seperti itu, kamu menunjukan kalo kamu benar-benar tulus menjaga anak saya."
Abib menunduk membasahi bibirnya yang kering. Berada di posisi ini membuatnya tegang, "Tetap aja, Om. Abib udah lawan Kak Tasya."
Helmi menghela nafas, "Kamu tau sendiri, Bib. Sejak kejadian Gibran, Tasya jadi lebih sensitif dan gampang marah ga ada lagi Tasya yang ceria dan selalu menyebar senyum. Jadi maklumin aja, ya."
"Iya, bener kata Om Helmi, Bib."
Keduanya menoleh pada Kesya yang datang membawa nasi putih dengan wadah cukup besar itu lalu di letakan di atas meja makan, "Kamu jaga Calista dengan sungguh-sungguh sesuai ucapanmu, tapi inget pesan Tante ya, Calista di larang pacaran sampai dia menginjak kelas dua belas." ucapan Kesya di setujui oleh Helmi yang juga sedang menatap dirinya.
Abib hanya bisa menghela nafas dalam dan mengangguk. Kedua orang tua Calista tidak tau sikap Calista yang sebenarnya.
"Iya, Om, Tante."
☁
Calista dan Abib berjalan saling beriringan dengan mulut yang tidak bisa diam sejak turun dari motor tadi. Keduanya terus saja membicarakan hal-hal yang random hingga mereka tidak pernah kehabisan topik pembicaraan.
"Terus lo bilang apa pas Mama ngomongin masalah pacar?" Calista di buat penasaran dengan pembicaraan Abib bersama kedua orang tuanya di meja makan tadi. Sialnya saat ia turun keadaan langsung senyap seakan tidak ada pembicaraan apapun.
"Gue diem aja." jawab Abib singkat.
Calista tersenyum kekegirangan karena temannya ini tidak membocorkan rahasia besarnya pada mama papanya, "Aaaa! Abib, lope you." ucapnya dengan tubuh yang bergelayutan manja di tangan Abib. Abib hanya tersenyum menanggapi tingkah Calista.
Keduanya memasuki kelas dan di sambut deheman oleh Wanda, Ressy, Alif dan Fikri yang sedang berkumpul di meja Calista.
"Ada apaan nih, sampe Lista ngelayutan kek monyet gitu?" tanya Ressy penasaran. Ketika Calista sudah seperti itu pasti ada sesuatu yang terjadi.
Alif bangun dari kursi Calista. Calista meletakan tasnya di atas meja di susul dirinya yang duduk di kursi samping Wanda, "Enggak. Ya ga, Bib." Abib yang sudah duduk di bangkunya bersama Alif dan Fikri hanya mengangguk singkat.
"Gede bohong banget." nyinyir Wanda di sampingnya. Calista terkekeh dan menyandarkan kepalanya pada bahu Wanda yang sedang memainkan ponselnya.
Kelas sudah mulai ramai diisi oleh siswa siswi yang sudah mulai berdatangan seiiring bertambahnya jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...