Koridor sekolah nampak ramai diisi oleh siswa siswi yang saling berkelompok. Calista berjalan seorang diri dengan wajah bingungnya karena sejak tadi telinganya menangkap nama Tasya di dalam omongan siswa siswi tersebut.
Calista diam di tempat, berusaha mempertajam telinganya untuk mengetahui kebenaran. Mata Calista menatap tajam tiga siswa dari kelas sepuluh yang sedang bergosip dalam keadaan membelakanginya.
"Gue ga sangka, ternyata Kak Tasya gila." kata siswi berambut pendek model dora.
Siswa di sampingnya mengangguk menyetujui ucapan temannya, "Iya, padahal pas ngajar minggu lalu masih baik-baik aja."
"Kak Tasya mana, sih?" tanya temannya yang memakai hijab.
"Itu lho, Kakak yang ngajar kita silat. Simplenya Kakaknya Kak Calista." sih rambut dora menjelaskan agar temannya tau.
"Dapet kabar dari mana?"
"Gila, lo ga tau? instagram sekolah isinya Kak Tasya semua." gadis berambut panjang berbicara lagi.
Tangan Calista mengepal kuat, hatinya hancur mendengar itu. Satu sekolah pasti sudah tau tantang gosip gila ini. Gosip murahan yang sialnya kakaknya yang di jadikan bahan.
Calista mendekat pada tiga siswa tadi, mencolek salah satu gadis itu, "Jangan nyebar gosip. Kakak gue ga gila." setelah mengatakan itu Calista pergi meninggalkan tiga siswi tadi yang kaget luar biasa.
Di perjalanan telinganya lagi-lagi menangkap pembicaraan menyakitkan itu. Tapi Calista berusaha mengabaikannya, toh itu hanya gosip.
Kakinya berjalan masuk kedalam kelas dan sekali lagi kakaknya menjadi pusat pembicaraan. Teman-teman satu kelasnya di buat diam kala mendapati sosok Calista yang berdiri di ambang pintu kelas dengan mata memerah menahan tangis. Dengan kompak mereka diam seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lis." Wanda memanggilnya pelan. Calista acuh tidak membalas sapaan Wanda. Kakinya tidak berhenti di tempat duduknya melainkan di barisan terakhir dimana itu adalah tempat Alif.
Alif yang sedang minum hampir tersedak melihat kehadiran Calista, "Ke-Kenapa?"
Gadis itu memamerkan senyum tipisnya pada Alif, "Izin duduk di sini. Lo pindah di tempat gue." tanpa menolak Alif langsung membawa tasnya dan pindah di samping Abib.
Gadis itu duduk dengan kepala di letakan pada tasnya yang menjadi bantalan. Calista menangis tanpa suara.
Ressy, Wanda, Abib, Zio, Ari dan Alif saling pandang. Mereka yakin jika kabar itu sudah sampai di telinga Calista.
Ressy mendekat pada Calista, duduk di bangku kosong sampingnya, "Lis, maafin gue." tangan kanan Ressy menyentuh salah satu pundak Calista. Calista hanya diam dalam posisi yang sama.
"Gue bukan ga mau ngasih tau tentang hubungan gue sama Ari, itu semua suruhan Abib karena dia kesel sama sifat lo yang tiba-tiba-
Calista menonggak lalu menoleh menatap Ressy yang masih setia di sampingnya, "Bisa tolong jangan ganggu?" kata Calista lirih. Perlahan tangan Ressy terlepas dari pundak Calista.
"Lis, gue minta maaf. Jangan kaya gini, Lis." kata Ressy lagi. Calista masih diam membiarkan Ressy berbicara.
"Lis, masalah ga akan selesai kalo lo menghindar." celetuk Wanda yang berdiri di depan sana bersama Alif dan teman-teman yang lainnya. Calista memutar pandang memperhatikan keadaan kelasnya.
Ia kembali melirik Wanda lagi dengan senyum, "Gue ga menghindar." jawabnya pelan.
"Kalo lo ga menghindar apa namanya, Lis?" Wanda kembali mengeluarkan suaranya.
Calista berusaha mati-matian menahan emosinya agar tidak keluar dengan cara menghela nafas dan juga kedua tangannya yang menggantung di udara ia kepal kuat.
"Gue ga marah, gue cuma kecewa sama sikap kalian yang ga tau apa yang tejadi tapi langsung menghakimi gue. Coba kalian jadi gue - mata Calista melirik Ressy yang ada di sebelahnya dan Wanda serta yang lainnya di dua meja dari dirinya duduk - saat kalian ada di posisi terrendah dan satu-satunya cara adalah cerita tapi lawan cerita kalian minta bayaran karena udah nyita waktu dia buat gue." Calista menjeda ucapannya.
"Gue juga ga mau menghindar dari Abib yang tujuh belas tahun sama gue, tapi keadaan ga mihak gue saat itu." air mata Calista jatuh membasahi kedua pipi gadis itu. Abib ingin menyusul namun Ari menahan dengan mengatakan jika Calista butuh waktu untuk melampiaskan semuanya.
"Lo ga tau rasanya jadi gue saat itu, Wan. - bola mata gadis itu bergulir menatap Ressy yang masih duduk di sampinganya dengan posisi kepala menunduk - coba lo bayangin kalo Kak Restu mengang pecahan kaca depan mata lo dan di mulutnya sama sekali ga ada teriakan, apa lo kuat? Coba lo bayangin Kak Restu teriak-teriak dan nangis secara bersamaan di depan mata lo, apa lo kuat? Gue ga kuat Res, gue lemah."
Wajahnya jatuh pada meja. Bahunya naik turun dan suara isak tangis terdengar. Calista kembali menangis untuk yang kesekin kalinya. Dirinya benar-benar hancur sehancur-hancurnya.
Teman-temannya diam bingung harus melakukan apa, akhirnya mereka tau beban terbesar Calista saat ini adalah gosip Tasya. Mereka harus membersihkan nama Tasya dari gosip murahan ini.
"Lis-
"Drama banget. Itu karena Kakak lo emang gila. Seharusnya di masukin ke rumah sakit jiwa jangan di biarin di-
Brak!
Gebrakan meja terdengar cukup kencang membuat sebagian dari teman sekelasnya tersentak. Mata Calista yang hitam dan bulat melotot memandang tidak suka cewe di pojok saja yang dengan santainya mengatai kakaknya gila. Gadis itu memang dari dulu membenci dirinya.
"Kakak gue ga gila, Bangsat!" teriak Calista. Dalam keadaan yang berdiri membuat Calista jauh lebih mudah melihat gadis di pojok sana.
"Kalo ga gila apa-
"Tutup mulut lo atau gue keluarin lo dari sekolah ini!" potong Ari. Lelaki dingin itu menatap gadis bernama Lidya dengan telunjuk yang menghunus gadis itu. Lidya kicep tidak berani lagi bersuara.
Kembali pada Calista yang masih berdiri dengan tangan terkepal di tas meja. Ia menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya.
"Gue tekanin sekali lagi kalo Kakak gue ga gila!" setelah mengatakan itu Calista membawa tasnya dan pergi keluar kelas dengan begitu saja tanpa pamit. Beruntung setelah ulangan kelas free.
Ressy berjalan kembali pada kursinya yang mana ada Ari dan Alif yang menunggunya. Gadis itu menendang mejanya kuat menimbulkan keributan, "Sekali lagi gue denger ada yang ngomongin Tasya, jangan harap lo bakalan keluar dari kelas ini dalam keadaan mulus!" ok, jangan lupakan jika Ressy mantan atlet karate yang sudah lima bulan terakhir mengundurkan diri.
Kelas hening. Ari memberikan sebotol air mineral miliknya untuk Ressy yang baru saja duduk di sampingnya. Ressy menerimanya dan meneguk habis air itu tanpa sisa membuat Ari menggeleng takjub melihat tingkah kekasihnya
"Calista mau kemana, Bib!" Zio bertanya.
Abib hanya diam dengan lesu. Dirinya gagal menjaga Calista seperti apa yang ia katakan pada Helmi dan Kesya.
Tuhan, maaf.
👯♂👯♂👯♂
Up
Vote komen jangan lupa
Btw, buat cerita Tasya 2 kayanya belum bisa bulan ini deh, karena cerita ini aja belum selesai, gue baru ngetik sampe part 37 sedangkan yang di pulis baru 26.
Sabar yaMasalah tasya 2, Sebenernya gue masih ragu karena takut ngecewain kalian sih, tapi... Cba dlu deh
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...