Gadis itu tidak pulang. Saat ini ia sedang duduk di atas karpet berbulu di ruangan yang ada di sekolah, di buatkan khusus untuk dirinya. Di ruangan yang tidak terlalu besar ini hanya ada karpet yang tebentang serta bantal karakter di atasnya. Kulkas satu pintu yang isinya selalu penuh karena setiap minggu ARTnya selalu membawakan makanan serta minuman, dan satu AC ukuran setengah PK.
Ruangan ini sebenarnya bukan ruangan satu-satunya yang ada di lantai empat. Ini ruangan ke dua setelah ruangan milik Tasya yang ada di kanan ruangannya serta ruangan Ari yang ada di sebelah kirinya.
Jika ruang milik Calista selalu di singgahi oleh pemiliknya lain dengan Tasya yang hanya mengunakan ruangan itu untuk mengganti pakaian dan lain sebagainya.
Benar, ini adalah ruangan yang di bangun oleh pak Kholik selaku kepala sekolah untuk Tasya dan Calista selaku anak donatur pertama dan Ari anak donatur kedua. Ruangan yang saat ini Calista jadikan tempat singgah bukan ruangan yang luas seperti ruangan tokoh-tokoh novel yang sering dirinya baca, ini sederhana tapi bisa membuat nyaman.
Calista melepas kemaja putihnya dan di letakan di sembarang tempat menyisahkan tengtop hitam yang dirinya pakai. Ia menyalahkan AC lalu merebahkan tubuhnya di atas karpet berbulu itu. Mengambil ponselnya yang terletak tidak jauh dari jangkauannya. Dengan hati yang lapang Calista mencoba membuka instagram pribadi miliknya.
Kurang lebih lima menit bermain dengan instagram, mata Calista melotot melihat salah satu akun yang namanya tidak jelas menampilkan foto kakaknya dengan Caption
'Alumni SMA Cahaya Bintang Tasya Mauninda di kabarkan gila'
Matanya kembali memanas, emosinya timbul kembali ketika membaca postingan tidak berguna yang ia yakini ulah orang tidak bertanggung jawab.
Ada dua kemungkinan yang membuat postingan tidak berguna itu muncul. Pertama si penyebar memiliki dendam pada Tasya. Kedua, si penyebar yang ingin menghancurkan Calista dengan Tasya yang orang itu jadikan pancingan.
Calista menyeka wajahnya kasar. Ini adalah hal gila yang tidak pernah dirinya inginkan, bahkan membayangkannya saja ogah.
Jarinya tidak berhenti sampai di situ, ia mencoba melihat komentara yang jumlahnya hampir mendekati lima ratus ribu. Mata Calista memanas membaca komentar sampah yang mana Calista yakini jika semua itu adalah anak SMA Cahaya Bintang.
Dari ribuan komentar hanya sepuluh persen yang menyangkal jika kakaknya gila. Mereka mengambil keputusan jika itu adalah hoax. Calista sungguh berterima kasih karena masih ada orang baik di dunia ini walau jumlahnya sangat kecil.
Jujur, Calista bingung harus marah atau sedih dengan masalah ini. Mau menangis tidak ada gunanya karena tidak akan membawa si pelaku. Marah, apa dengan marah masalah akan selesi? Tentu tidak.
Sungguh membingungkan.
Gadis itu bangun dari tidurannya berjalan mendekat pada kulkas untuk mengambil minuman dan beberapa makanan. Calista mengambil dua kantong besar keripik singkong serta tiga botol minuman bersoda.
"Bodo amat sama perut yang baru sembuh!"
☁
Abib beserta keempat teman-temannya saat ini sedang berada di kantin untuk mengisi perut mereka. Pukul sebelas siang tapi Calista belum juga kembali ke kelas. Mentang-mentang free jadi gadis itu semaunya sendiri.
Fikri yang sejak tadi memperhatikan Abib hanya bisa diam tidak mengerti harus melakukan atau merespon apa untuk membuat suasana enak kembali.
"Kenapa sih, Bib?"
Abib menonggak menatap Fikri yang persis duduk di depannya. Lelaki itu menghela, "Kira-kira siapa, ya, yang bikin gosip Tasya gila?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...