FZ || Lamaran?

769 70 2
                                    

Di balik tembok sebuah kelas ada Ari dan Vano yang sedang saling tatap dengan pandangan mereka masing-masing. Ari dengan segala ke cool'annya kini sedang bersandar di tembok dengan Vano di depannya.

"Ada apa?"

Vano diam sebentar sebab sedang memikirkan kalimat apa yang cocok untuk memulai sebuah percakapan dengan manusia es di depannya.

"Gue... Lo belum ngomong apa-apa kan sama temen-temen lo tentang gue?"

Ari tersenyum miring. Ia kira Vano memberhentikannya untuk apa taunya hanya untuk membicarakan masalahnya.

"Gue udah bilang kan, itu urusan lo sama Abib."

"Tapi-

"Sekali pun gue bilang, gue ga akan bawa-bawa lo di pembicaraan gue." potong Ari.

"Lo beneran bisa jaga rahasia kan, Ri?" masih ada sedikit keraguan dalam hati Vano mengenai masalahnya. Wajar jika ia takut Ari akan membocorkan rahasianya sebab Vano benar-benar tidak tau sifat Ari yang sesungguhnya.

"Kalo lo terus-terusan begini, gue ga segan-segan bilang ini ke Calis-

"Ga usah repot-repot, Ri. Gue udah denger."

Kompak dua lelaki itu menoleh pada sumber suara di mana ada Calista dengan tangan di lipat di depan dada sedang berjalan ke arahnya dengan wajah tenang.

"Lis,"

Calista menatap Ari yang nampak terkejut namun di alihkan.

"Apa, Ri?"

"Lo denger?"

Calista tertawa sumbang, "Iya."

"Denger apa? Kan kita ga ngomong?"

Lagi-lagi Calista tertawa, "Sebenernya gue denger pmbicaraan antara lo, Abib dan Vano di depan toilet, tapi gue butuh bukti dan sekarang gue udah dapet."

"Cal, gue-

"Lo ga salah, Van. Gue ngertiin lo kok."

Vano menatap Calista dengan pandangan kerinduan yang sangat ketara. Calista, gadis itu berjalan mendekat pada Vano lalu tersenyum manis di hadapan mantan kekasihnya itu.

Di tepuk pundak Vano dua kali seolah menyalurkan energi positif pada lelaki itu, "Gue ga masalah kok. Lagi pun gue udah bisa nerima kalo lo emnag bukan jodoh gue, Van. Bahagia sama pasangan lo ya, gue atas nama Abib minta maaf yang sebesar-besarnya karena sempat buat lo resah."

"Mungkin kisah kita harus berakhir dengan cara itu, tapi gue bersyukur karena Tuhan ngasih lelaki baik kaya lo di hidup gue walau hanya sebentar. Tapi, sepertinya Tuhan tau yang terbaik buat gue," Calista tersenyum.

"Maksud lo?" alis Vano saling bertautan pertanda jika ia bingung.

"Tuhan kasih Abib sebagai obat atas luka-luka gue yang lalu."

"Jadi, lo-

Calista terkekeh. Mungkin ini cara yang salah karena tanpa izin Abib ia membongkar rahasia yang Abib jaga dengan sangat.

"Iya. Tapi gue mohon lo jangan berisik, ya. Kalo sampe ada yang tau gue ada hubungan sama Abib mungkin status gue udah ganti."

"Maksud lo?" kali ini Ari yang bertanya. Calista kembali hanya memberikan respon senyum.

"Yaudah, bahagia ya." tepukan terakhir membuat Vano sadar jika ia harus pergi. Tanpa memberikan respon apapun Vano pergi meninggalkan Calista dan Ari membuat keduanya saling pandang.

Friend Zone [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang