Ini adalah satu minggu terakhir sebelum masuk sekolah. Benar, satu mingguan lagi mereka semua akan kembali pada kegiatannya sebagai seorang pelajar. Selama liburan Calista banyak menghabiskan waktu bersama Abib walau hanya duduk di teras rumahnya sambil meminum sekaleng soda. Hanya itu, tapi rasa bahagia yang di timbulkan benar-benar nyata sebab ia melakukannya dengan orang yang disayang.
Dan, masalah mengapa Abib belum mengizinkan hubungan mereka go public sampai sekarang Abib belum memberitahunya. Abib hanya bilang jika sampai orang luar tau bahkan teman-temannya tau, hubungan mereka akan terancam.
Calista duduk di sofa ruang keluarga bersama keluarganya, hari minggu ini baik mamah dan papahnya memang di rumah sebab mereka libur. Tasya? Kakaknya itu ada kuliah tambahan dan sudah berangkat sejak pagi.
Pukul satu siang, matahari sedang berada di puncak tertinggi untuk menyinari bumi dengan cahaya dan panasnya. Panas-panas seperti ini memang enak untuk memakan makanan yang dingin. Menyegarkan tenggorokan.
Calista beranjak kembali dari sofa ruang tengah untuk berjalan kedapur, tidak lupa ponsel yang sebelumnya ia letakan di atas meja kaca ia ambil. Kesya menyadari pergerakan Calista, ia hanya diam ketika anaknya berjalan ke arah dapur.
"Mas." Helmi yang duduk di sebalah istrinya menoleh, mengangkat sebelah alis seolah mengatakan 'apa'
"Kamu ngerasa ada yang aneh ga sama Lista?"
"Aneh?" beo Helmi.
Kesya mengangguk, "Semenjak pulang dari bogor anak itu jadi lebih sering senyum dan beberapa hari ini Abib juga lebih sering ajak Calista keluar." jelas Kesya panjang menyampaikan apa yang ia rasa pada Helmi.
Sebagai seorang ibu Kesya memang peka terhadap anak-anaknya dan sifat serta sikap apa yang berbeda pada diri anaknya. Naluri seorang ibu memang tidak bisa di anggap remeh.
"Ya, kan mereka memang seperti itu, Sya." Helmi menjawab menurut pengalamannya saja. Calista dan Abib saling bersama? Itu sudah menjadi momen yang biasa saja menurutnya, jadi apa yang harus di anggap aneh?
"Enggak, Mas. Ini mereka tuh kaya orang pacaran, lengket banget."
"Seandainya memang benar, ya gapapa toh Calista sudah kelas dua belas." balas Helmi dengan santai. Dirinya kembali menyandarkan tubuh pada sandaran sofa dan menikmati kembali acara kriminal yang sedang ia tonton.
"Aku tau, Mas. Tapi masalahnya-
Dering ponsel membuat ucapan Kesya terhenti ketika melihat Helmi langsung mengambil ponsel miliknya dan ternyata asal suara itu bukan dari ponselnya melainkan ponsel Kesya yang ada di samping ponsel hitam Helmi.
"Ponselmu, tuh." kata Helmi sedikit jutek. Kesya terkekeh.
"Makanya, dering jangan di samain."
"Lho, kan kamu yang nyamain deringku, kenapa jadi aku yang kamu salahin?" Helmi menjawab. Ia tidak terima.
Kesya mengambil ponselnya, "Aku duluan yang pake dering ini, eh paginya kamu juga ikutan ganti. Hayoo!"
"Kok-
"Diam. Arka nelepon."
Wajah Helmi langsung berubah datar ketika mengetahui pria itu masih suka menghubungi istrinya. Memang tidak kapok sudah di hajar hampir mati, di masukan penjara dan sekarang bertingkah lagi.
"Angkat, lospeker." katanya dan Kesya menurutin.
"Hallo, Assalamualaikum, Ar?"
"Eh. Hallo, Lit. Kamu sibuk ga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Roman pour AdolescentsSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...