Fikri meletakan gelas berisi jus mangga di atas lantai yang di lapisi oleh karpet permadani. Ia memandang teman-temanya lalu berucap, "Kan udah gue bilang, kalo Wanda itu masih takut sama masa lalunya."
"Gue tau." jawab Alif lesu. Matanya memandang dinding-dinding kamar Ari yang di hiasi oleh bingkai-bingkai foto keluarga dan dirinya sendiri. Ya, saat ini mereka sedang berada di rumah Ari atas usulan Ari sendiri. Awalnya mereka akan pergi ke rumah Abib tapi di karenakan di rumah Abib ada paman dan bibinya jadilah Ari yang mengusulkan rumahnya menjadi tempat berkumpul untuk pertama kalinya.
"Ri, numpang ke toilet, boleh?" Abib berkata dengan canggung. Bagaimana pun ini rumah Ari dan jangan lupakan jika Ari adalah lelaki dengan sifat dingin. Jika saat ini mereka ada di rumah Alif atau Fikri sudah pasti Abib langsung nyelonong aja tanpa perlu izin.
Ari yang semula sedang memakan cemilan yang ada di toples menoleh pada Abib, " Tuh, disana." ucapnya sambil menunjuk sisi kamar.
Abib mengangguk, lelaki itu bangkit dari duduknya langsung berlari kecil menuju kamar mandi.
"Lif," mereka yang ada di tempat kompak menenggok pada Ari yang sedang menyandarkan tubuhnya di sisi ranjang besar miliknya.
"Kenapa, Ri?"
"Saran aja, sebaiknya lo nyatain perasaan lo lagi dan yakini Wanda kalo lo beda dari mantannya."
Alif dan Fikri kompak diam terlebih Alif yang terlihat begitu berfikir keras, "Gue takut Wanda belum siap, Ri."
"Menurut yang gue denger tadi, sepertinya Wanda udah siap tapi dia masih ragu sama perasaan dia sendiri. Di samping itu dia juga takut kalo lo bakalan sama kaya mantannya."
"Sekarang mah, mending lo mantepin hati lo dan janji sama diri sendiri kalo seandainya Wanda udah jadi milik lo, lo jangan pernah buat dia merasa kalau lo adalah mantannya. Buat dia bahagia walau gue yakin dalam kisah cinta ga ada yang selalu manis." sambungnya.
Alif mengangguk-anggukkan kepala. Dalam hati ia berusaha menguatkan tekat jika dirinya bisa membuat Wanda bahagia dan berusaha menyingkirkan ketakutan Wanda tentang cinta.
"Iya, Ri. Thanks buat sarannya. Gue coba nanti malam."
Ari tersenyum tipis.
"Kalo lo sama Ressy gimana? Setelah lo udah denger kejujuran dia." kata Abib dari arah toilet datang dan duduk di sebelah Ari. Ari nampak diam, semenit kemudian lelaki itu malah menatap Fikri.
Fikri terkekeh pelan saat tau mata Ari tertuju pada dirinya. Lelaki itu tau apa yang sedang di pikirkan oleh Ari.
"Kenapa?"
Ari menelan silivanya kasar, "Gue udah tau kalo Ressy suka sama gue dan gue juga sebaliknya."
"HAH!" kompak ketiganya.
"Jadi maksud lo, lo juga suka sama Ressy?" Ari mengngguki pertanyaan Abib.
"Tembak dia, Ri. Ressy butuh pendamping kaya lo." tiba-tiba suasana mendadak suram saat Fikri mengeluarkan suaranya. Semua paham jika Fikri ingin yang terbaik untuk Ressy.
Alis Ari saling bertautan mendengar penuturan tersebut. Ada apa di antara Ressy dan Fikri? Bukan setaunya Ressy dan Fikri pernah berpacaran beberapa bulan yang lalu?
"Lo-
"Gue? Gue udah bisa lepas rasa sayang sebagai pacar buat beralih ke rasa sayang sebagai Kakak."
Abib dan Alif diam membiarkan Ari dan Fikri berbicara. Mereka pasti bisa menemukan jalan mereka dan menciptakan kebahagiaan dengan pasangan yang mereka pilih. Awal yang pahit pasti akan berakhir manis. Percaya tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...