FZ || Minta Maaf

809 70 0
                                    

Abib merasa aneh dengan perasaannya. Detak jantungnya terasa berdetak dengan tidak semestinya. Hatinya mengatakan jika ada sesuatu terjadi terhadap Calista. Setelah kejadian dua hari lalu di mana Calista bertengkar dengan Guntur dan Ressy, sejak saat itu lah dirinya tidak ada melihat Calista di tambah pesan dan panggilannya di abaikan oleh gadis itu.

Ini hari minggu, kebetulan sekali abinya sedang ada urusan di luar kota di tambah uminya menemani, ini kesempatan Abib untuk berkunjung kerumah Calista dan meminta maaf atas tindakannya pada gadis itu.

Abib bangun dari duduknya berlari ke lantai atas untuk menganti pakaianya.

Air yang mengalir dari selang terjatuh pada tanaman bunga milik mamahnya yang sudah dua hari ini tidak di siram karena mamah, papah dan kakaknya memutuskan menginap di rumah opah Jonathan yang berada di daerah bogor. Lima tahun lalu Jonathan dan istri pindah atas paksaan Axel karena pria itu memutuskan tinggal di kota itu bersama anak dan istrinya.

Mata Calista teralih dari bunga pada pagar rumah yang terbuka, di sana ada Abib dengan motor hijaunya. Cepat-cepat dirinya mematikan keran air dan berjalan dengan cepat memasuki kamarnya.

Dirinya bukan takut, tapi rasa kecewanya lah yang membuat dirinya sedikit malas untuk bertemu dengan Abib.

Kaki jenjangnya berjalan dengan cepat menaiki anak tangga dan masuk kedalam kamar. Dengan sigap dirinya mengunci pintu dan berjalan masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Di depan Abib susah payah mengejar Calista namun berakhir dirinya yang tidak di harapkan. Tapi Abib tidak patah semangat, dirinya terus mengetuk pintu kamar Calista sambil memanggil nama sih pemilik kamar.

"Lis! Buka, gue mau ngomong!" tangannya tidak henti mengetuk-ngetuk pintu kamar Calista berharap gadis itu akan membukannya pintu.

"Lis! Gue mohon!" lagi. Abib masih berusaha agar gadis itu membukakannya pintu.

Seorang asisten rumah tangga keluar dari kamar Tasya dengan membawa beberapa pakaian kotor milik Tasya dalam keranjang pakaian kotor. Abib sempat melihat jika ART itu menutup kamar Tasya mengunakan sebuah kunci, apa mungkin ART itu memikiki kunci cadangan?

"Permisi, Bi." panggil Abib menstop ART tersebut. ART itu kemudian berhenti menatap Abib heran.

"Ada apa, Den?"

"Bibi punya kunci cadangan kamar, Calista?" katanya langsung to the point tanpa basa basi. ART itu nampak diam sebelum akhirnya mengangguk.

Senyum lega terbit di bibir Abib sebab akhirnya ia bisa bertemu dengan Calista.

"Boleh tolong bukain, ga?" ART itu mengangguk. Berjalan mendekat pada pintu lalu mengambil kunci dari kantongnya.

Pintu berhasil terbuka. Abib berterima kasih dan ART itu pun pergi. Abib masuk ke kamar Calista tidak lupa menutup kembali pintu itu agar tidak ada yang menganggunya.
Di dalam kamar Calista, Abib tidak menemukan sosok gadis itu tapi dirinya dapat mendengar suara gemercik air yang berasal dari kamar mandi.

Fix, Calista di kamar mandi.

Abib berjalan mendekat pada ranjang milik Calista dan duduk di tepi kasur. Ia menoleh pada nakas yang nampak ponsel Calista di biarkan begitu saja. Abib iseng, ia mencoba mengintip dan wownya banyak pesan dan panggilan yang gadis itu abaikan termaksud pesan darinya.

Abib tersentak saat ponsel di nakas berpindah tempat pada tangan Calista yang datang dengan wajah tidak bersahabat. Abib bangun dari duduknya, berdiri tepat di depan Calista dengan raut wajah menyesal.

"Cal..." Calista acuh. Ia ingin menghindar tapi kalah cepat dengan gerakan Abib yang mencekal tangannya.

"Gue minta maaf."

Calista terdiam. Tidak, seharusnya dirinya yang meminta maaf pada Abib bukan Abib yang meminta maaf padanya. Dirinya yang salah karena mengikuti kemuaan Guntur dan mengabaikan Abib yang tidak tau apa-apa.

"Gue minta maaf kalo gue ikutan marah sama lo, gue minta maaf kalo gue asal ambil keputusan. Pasti lo kecewa sama gue, kan?"

Kaki gadis itu mundur selangkah lalu menempatkan posisi tepat di depan Abib. Bola matanya yang hitam menatap mata Abib dengan dalam tanpa sepatah kata pun.

Tangan Calista yang bebas secara sengaja melepas tangannya yang di pegangi oleh Abib. Abib melihat itu dengan nanar karena tidak pernah sama sekali dalam pertemanannya Calista menghindar dari kontak fisik yang dirinya berikan.

"Gue yang salah." ucap Calista pelan.

"Nggak. Gue yang salah, Lis."

"Gue yang ga mau tau masalah lo dan malah ngacuhin lo." sambung Abib.

Mata mereka saling tatap sebentar sebelum Calista menghela nafasnya, "Gue yang salah karena udah nurutin kemauan Guntur buat jauhin lo. Gue yang salah karena lebih milih kata Guntur yang baru gue kenal beberapa hari dari pada lo."

"Maaf, gue ga becus jadi temen lo. Sekarang gue minta maaf dan gue mohon untuk beberapa hari ini jangan hubungin gue dulu, gue mau nenangin pikiran." sambungnya. Calista berjalan mendekat pada kasurnya dan duduk di tepi kasur di susul oleh Abib di belakangnya.

Abib berdiri di depan Calista yang duduk dengan mata menatap lantai kamarnya. Tangan kanan Abib mendarat di bahu Calista, gadis itu hanya diam tidak melawan itu menandakan jika Calista menerimanya.

"Seharusnya lo bilang tentang ini sama gue, Lis-

Calista menonggak, "Semua yang lo bilang sama sekali ga ada di otak gue saat itu, gue bener-bener hilang arah karena saat itu gue lagi takut-takutnya."

"Takut?" beo Abib. Calista mengangguk.

"Gue takut sama Kakak gue sendiri karena tindakan dia. Jadi saat itu gue lebih milih cerita sama Guntur dan berakhir dia yang ngasih syarat kaya gitu." terangnya. Dalam hati Abib bersyukur karena Calista mau menatapnya dan menceritakan semuanya yang ia lewatkan. Jujur, Abib sudah takut jika Calista benar-benar marah padanya.

"Gue mau tidur, lo lebih baik pulang." tangan Abib yang berada di pundaknya Calista ambil dan menbawanya dalam kukungan tangannya.

"Gue ga marah, tapi cuma sedikit kecewa aja sama lo."

"Pulang, gue mau tidur." Calista melepaskan kukungannya dan sedikit mundur dari posisi awal dirinya duduk.

Mulut Abib terkunci rapat seakan tidak berfungsi. Dirinya mati gaya seakan telah di sulap.

"Bib..." panggil Calista lagi. Abib menatap Calista.

"Gue mau tidur." kalimat itu lagi yang terucap.

"Gue mau pergi asal lo maafin gue."

"Gue udah maafin lo. Dan gue... Juga mau minta maaf atas kesalahan gue sama lo-

"Gue udah maafin lo, Lis." potong Abib.

"Masalah Ressy-

"Biarin. Mungkin gue yang keterlaluan dan bikin Ressy ga nyaman sama gue. Untuk sementara waktu ini, gue mau coba hidup tanpa mereka dan lo."

Hati Abib sakit saat kalimat terakhir Calista terucap. Calista sakit hati dan Abib juga. Calista tertekan, Abib juga. Mereka sama-sama di tepatkan dalam satu keadaan yang sama, hanya saja Tuhan yang adil dalam membagi luka.

"Jangan ganggu gue dalu, ya." Abib tidak merespon. Ia hanya diam membisu di tempat. Calista beranjak dari duduknya, menarik tangan Abib dan membawa lelaki itu keluar kamarnya dengan paksa.

"Bye." ucapnya di akhiri oleh senyum dan berakhir dengan pintu yang tertutup. Gadis itu kembali pada ranjangnya, matanya sempat melirik ponselnya yang mana di pop up nya terdapat pesan masuk dari Ressy yang lagi-lagi dirinya abaikan.

"Lit, gue minta maaf."

👯‍♂👯‍♂👯‍♂

Up

Vote komen, janlup

Friend Zone [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang