Keesokan harinya, Calista bangun lebih dulu untuk membuatkan sarapan teman-temannya. Tadi subuh Tasya telepone menanyakan keadaannya dan sehabis itu Calista bertanya tentang masakan apa yang harus ia buat jika sedang berlibur seperti ini.
Tasya hanya bilang 'masakin aja telur mie terus nasi' dan saat ini Calista tengah berkutat dengan wajan untuk membuat telur mie seperti apa yang kakaknya beritahu.
Nasi sudah masuk rice coker dan sekarang tinggal menuangkan mie yang sudah di rebus kedalam wadah berisi beberapa butir telur. Calista menyalakan kompor, menuangkan sedikit minyak dan memasukan masakannya ketika minyak panas.
Sambil menunggu masakannya matang Calista memanfaatkan waktu untuk membuat seteko susu untuk teman-temannya. Sejujurnya drinya tidak tau siapa saja yang suka susu, tapi ya sudah buat saja.
Wanda dan Ressy masih terlelap sebab kedua gadis itu semalam mengobrol dengan lima lelaki di balkon lantai atas hingga pukul dua. Entah apa yang mereka bicarakan Calista tidak tau.
Susu sudah siap di atas meja dan kini Calista kembali pada wajannya. Asik memasak sampai tidak sadar jika Abib telah memasuki dapur dan kini berada di belakang Calista tepat.
Calista tersentak kaget ketika kepala Abib tiba-tiba ada di pundaknya. Ia menoleh dan tersenyum ketika sadar mata Abib masih terpejam.
"Tidur masih ngantuk mah, ngapain ke sini?" ucap Calista. Tangannya masih sibuk dengan spatula.
"Wangi masakan lo bikin cacing gue disko." jawab Abib masih dalam posisi yang sama.
Calista geleng-geleng, "Awas, mau di angkat." Abib mengangkat wajahnya membiarkan Calista mengangkat masakannya lalu di tuangkan lagi sisa mie yang masih ada di dalam wadah.
"Masak apa, sih?"
Calista menoleh pada Abib yang sedang menyandarkan tubuhnya di pentri, "Buta mata lo?"
Kekehan keluar, "Basi basi doang, ellah!"
Calista heren, ia tidak habis pikir kenapa dirinya bisa berteman dengan Abib yang memiliki otak di bawah rata-rata dan tingkahnya yang membuatnya gila.
Calista tersentak kaget saat tiba-tiba ada tangan yang melilit di perutnya, kekagetannya hilang ketika mendengar suara Abib persis di telinga kanannya.
"Jadi pacar gue mau ga, Lis?"
Calista terdiam kaku. Abib mengucapkan itu sadar atau tidak, suaranya pun terdengar santai tapi efek yang di keluarkan laur biasa.
Calista melepaskan tangan Abib dan memutar tubuhnya hingga saling berhadapan satu sama lain, "Bib, ga usah bercanda."
Abib terdiam. Ia mengamati wajah Calista yang terlihat kaku dan tidak percaya dengan yang dirinya ucapkan. Abib menunduk menyamaratakan wajahny dengan wajah Calista, jarak wajah hanya terpaut satu jengkal tangan. Sangat dekat.
Dengan sekuat tenaga Calista menahan diri agar tidak berteriak karena ulah Abib. Dirinya berulang kali menelan silivanya. Abib sialan, lelaki itu tidak kunjung membuka suara asik menatap wajahnya saja.
"Maaf karena udah suka sama lo."
"Bib..."
"Gue serius, gue suka sama lo." katanya. Abib meneggakan tubuh dan ini adalah kesempatan untuk Calista menarik oksigen dalam-dalam untuk kelangsungan nafasnya.
Calista menunduk namun menonggak kembali ketika melihat ada tangan kekar yang mengamit tangan kanannya. Rupanya itu ulah Abib.
"Lista, mau jadi pacar Abib?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...