Dari tiga hari yang lalu Kegiatan Belajar Mengajar sudah mulai berjalan dengan semestinya. Semua siswa termaksud Calista dan teman-temannya sudah mulai terbiasa dengan pelajaran kelas XII tidak banyak yang berubah hanya saja tingkat kesulitannya bertambah.
Selesai jam ketiga bell istirahat berbunyi semua murid di kelas XII IPS 1 sudah berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut mereka yang berbunyi.
Sama halnya dengan Calista dan teman-temannya, mereka kini sudah duduk di kursi dengan bakso sebagai menu makan mereka. Para lelaki hanya bisa mengikuti keinginan gadisnya tanpa bisa mengelak.
Calista memperhatikan temannya dengan seksama. Ada perasaan bahagia saat melihat senyum serta canda tawa yang dikeluarkan oleh teman-temannya. Berkali-kali ia bersyukur kepada Tuhan yang telah mengirimkan teman-teman yang baik seperti mereka.
Calista memakan baksonya dengan lahap kali ini ini tanpa menggunakan sambal atau saus sama sekali. Ia takut kejadian beberapa waktu lalu terulang bisa-bisa dia benar-benar akan menjadi manusia toilet yang sebenarnya.
Membayangkannya saja sudah membuat kepalanya pusing.
"Si Abib ke mana?" Tanya Fikri kepada semuanya.
Calista celingak-celinguk mencari keberadaan Abib. Benar, ia baru sadar jika Abib tidak ada bersama mereka. Kemana lelaki itu pergi? Kenapa tidak mengatakan apapun padanya?
"Gatau. Seinget gue tadi tuh bocah ikut kita deh." timpal Alif yang sangat yakin jika temannya itu ikut berjalan menuju kantin.
"Di gondol Mbak Kunti kali, ya?"
Zio menepuk kepala Fikri pelan, "Kalo ngomong!"
Alif Fikri mengerutkan kening, "Kenapa?"
"Heh! Mana mau Kunti sama cowo modelan Abib. Udah baperan hidup lagi, bisa-bisa tuh Kunti angkat tangan kalo nyulik Abib."
Semua tertawa mendengar penjelasan Zio yang sebenarnya. Ghibahin teman adalah kegiatan paling berfaedah. Selama makan selain dapat asupan gosip mereka juga suka tertawa hanya karena hal yang bernama ghibah.
"Parah, lo, Zi. Gue kira lo mau ngebela taunya ngejatohin." kata Wanda. Tangannya masih sibuk menyuap sebutir bakso.
"Mumpung ga ada orangnya, Wan." balas Alif.
"Hajar teros pantang berhenti - eh, mau kemana, Ri?"
Ari menoleh sebentar pada Rifki yang baru saja bertanya, "Toilet."
Fikri mengangguk. Setelah itu Ari benar-benar pergi meninggalkan kantin menuju toilet yang berada tidak jauh dari kantin berada.
Mereka kembali menikmati bakso tanpa bersuara. Sudah cukup tertawanya karena jika terlalu lama di diamkan bakso mereka akan dingin dan sudah tidak sedap lagi jika di makan.
Wanda terbatuk membuat Alif panik. Alif dengan cepat mengambil segelas teh hangat miliknya dan memberikan itu pada Wanda dengan cara di bantu, Wanda meminum dengan perlahan masih sakit di bagian perut dan tenggorokan.
"Udah?" Wanda mengangguk. Alif meletakan gelas di atas meja. Ia bangun dan mendekat pada Wanda membantu menepuk-nepuk punggung gadis itu.
"Udah enakan belum?" Alif kembali bertanya. Ia khawatir pada Wanda.
"Udah, kok-
Brak.
Gebrakan meja yang di buat oleh Zio membuat mereka tersentak. Zio bangun dan membawa mangkuk baksonya pindah ke meja sampingnya yang kosong.
"Kenapa pindah?" Fikri bertanya.
"Males-males. Ada yang lagi bucin, males lah males!"
☁
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...