Teras rumah Calista memang indah jika di lihat di malam hari, selain rumah ini yang teramat terang karena lampung yang di pasang begitu banyak, ada pohon-pohon rindang juga yang membuat kesan nyaman jika memandangnya dalam jangka waktu yang lama.
Saat ini Calista dan Abib duduk di bangku yang sudah di sediakan oleh Helmi. Mereka masih diam karena belum bisa menemukan pembicaraan yang tepat. Abib menoleh pada Calista yang tengah melamun dengan tatapan mata tertuju pada motor hijaunya.
Abib yang melihat merasa aneh, dirinya yakin ada sesuatu yang di sembunyikan oleh gadis di sampingnya.
"Gimana hari ini?" Abib memulai pembicaraan.
Calista menoleh dan tersenyum. Gadis itu menatap mata hitam Abib lekat mencari kenyamanan di dalamnya.
"Hai!" Abib melambaikan tangannya di depan wajah Calista.
"Apa?"
"Ada yang gue lewatkan?"
Calista terdiam, apa dirinya harus memberitahu tentang hal yang beberapa waktu ia alami. Ia sadar jika beberapa hari belakangan ini dirinya jarang sekali bercerita mengenai hal-hal yang seharusnya memang dirinya ceritakan pada Abib, tapi entah mengapa dirinya sedikit ragu dengan hal ini.
Calista mengangguk, "Kemarin Rayen-
"Ngapain?!" belum selesai Calista bercerita Abib sudah menyelang dan membuat Calista kaget karena lelaki berkaus hijau daun itu menggunakan nada tinggi.
"Apaan sih? Makanya dengerin dulu baru jawab, jangan maen asal potong aja!" kesal Calista. Abib memang selalu seperti ini jika bersangkutan dengan mantan pacarnya.
"Sorry."
Calista menatap Abib kesal tapi tak lantas membuat Calista berhenti bercerita, dirinya malah menjutkannya.
"Gue ke kelas Rayen buat antar buku, terus ada Rayen say hai sama gue."
"Lo jawab apa?"
"Cuma senyum seadaanya doang."
Senyum tipis Abib terangakat, dirinya tidak mau Calista tersakiti lagi karena lelaki-lelaki di luaran sana, "Udah, ga ada yang mau di ceritain lagi sama gue?"
Gadis itu diam, ia menunduk sebentar kemudaian menatap Abib lagi, "Yoga."
"Ada apa sama, Yoga?"
"Ga ada sih. Gue cuma papasan sama dia di belokan toilet terus di bilang maaf dan terima kasih karena udah minjemin flashdisk."
☁
"Selamat pagi, anak-anak!" sapa bu Citra sambil melangkah memasuki kelas XI IPS 2 dengan begitu anggunnya. Bu Citra adalah guru bahasa indonesia sekaligus merangkap menjadi wali kelas IPS 2 yang mana terkenal dengan kecantikannya namun juga memiliki sifat jelek yaitu tidak suka di bantah jika sedang menerangkan atau memberi perintah.
"Ketua kelas, bagaimana kondisi kelas?"
Agus bangun dari duduknya, "Aman, Bu, ga ada kasus."
Bu Citra mengangguk paham. Lantas guru itu memantau keadaan kelasnya yang cukup bising, "Wanda kamu bangun dan pindah tempat duduk sama Zio. Abib pindah sama Calista. Ari pindah sama Mia dan Fikri duduk sama Ressy."
Satu kelas nampak hening dan saling pandang. Mereka bingung mengapa bu Citra tiba-tiba saja memindahkan tempat duduk beberapa muridnya. Ini mendadak.
Abib dan Wanda sudah pindah ke tempat duduk mereka yang baru. Wanda yang berposisi di depan Calista dan duduk bersama Zio sedangkan Abib duduk di tempat Wanda yaitu di samping Calista. Sedangkan Ressy masih duduk diam di bangkunya tanpa bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...