FZ || Terbawa emosi

696 69 3
                                    

Sesuai apa yang dikatakan Kesya. Calista menceritakan semua tentang apa yang sedang terjadi padanya saat ini mulai dari kisah pertemanannya dengan Abib, kisah cintanya dengan Guntur dan hal yang ia sembunyikan dari mamahnya.

Awalnya Calista nampak ragu untuk menceritakannya, tapi mamahnya meyakini jika semua akan baik-baik saja jika dirinya mau jujur. Sepuluh menit lamanya Calista diam, membuang waktunya hanya untuk menangis, meraung dan membayangkan semua kesalahannya pada Abib beberapa hari silam.

Kesya masih diam setelah mendengar kejujuran anaknya tentang hubungan asmaranya. Jujur saja, Kesya tidak marah karena putri keduanya melanggar aturan yang sudah di tetapkan oleh dirinya dan juga suami. Ia justru bersyukur karena anaknya berani jujur.

Calista memohon pada Kesya untuk merahasiakan ini dari Helmi karena takut papahnya itu akan marah.

Helmi memang selalu menampilkan kesan walcome pada kedua putrinya agar mereka tidak merasa takut pada Helmi. Tapi, Helmi tetap manusia yang memiliki emosi. Emosi Helmi jika sudah keluar sulit untuk di taklukan kecuali dirinya mendapatkan pelampiasan fisik.

Kesya menyentuh pundak anaknya yang masih mendunduk menatap rok sekolahnya. Jika seperti ini dirinya di ingatkan kembali dengan kejadian satu tahun yang lalu di mana Tasya yang datang ke kamarnya dalam keadaan menangis dan menceritakan semua yang telah menimpa hubungannya dengan Almarhum Gibran.

"Udah, jangan nangis terus." ucap Kesya menenangkn putrinya.

"Mamah ga akan bilang ini sama Papah asal kamu bisa handle semua masalah kamu sendiri. Mamah ga suru kamu putusin dia tapi sebaiknya kamu fikirin baik-baik." Kesya menangkup wajah Calista dengan kedua tangannya agar menatapnya.

"Orang seperti itu pantas untuk di pertahankan atau tidak?" tanyanya, Calista hanya diam memandang wajah Kesya yang sama sekali tidak berubah.

"Kalau kata kamu dia baik, lanjutkan. Tapi apa orang baik bisa menyuruh hal seperti itu?"

Kesya memang hebat dalam bermain kata. Kemampuannya dalam hal itu tidak pernah luntur sampai saat ini.

"Kamu kekamar sana, mandi terus istirahat." Calista mengangguk. Dirinya bangun dari duduk dan keluar kamar Kesya dengan mata sembab, wajah merah persis seperti kepiting rebus.

Sampai di kamar gadis itu langsung masuk kekemar mandi untuk menyegarkan tubuhnya seperti yang mamahnya perintah. Kurang lebih dua puluh menit lamanya Calista di dalam kamar mandi.

Gadis itu akhirnya keluar dengan sudah memakai piyama tidurnya. Ia melangkahkan kakinya menuju kasur, duduk di tepi kasur dengan pandangan kosong. Fikirannya terbagi.

Mengapa saat situasi seperti ini dirinya harus mendapatkan masalah yang terbilang rumit. Usia pacarannya baru menginjak satu minggu namun sudah banyak masalah yang datang sili berganti, belum lagi dirinya yang harus belajar untuk ulangan kenaikan kelas yang masih empat hari lagi.

Tasya masuk kedalam kamar Calista dengan amplop putih di tangan kirinya. Calista sendiri masih belum menyadari akan kehadiran kakaknya, dirinya masih sibuk dalam dunia lamunan.

"Astagfirullah." refleknya saat tiba-tiba Tasya melemparkan sebuah amplop padanya. Calista tidak langsung membukanya, ia hanya memegangginya dengan mata menatap Tasya.

"Ada apa, Kak?" tanyanya.

Tasya menyorot adiknya tajam sebelum dirinya menjawab pertanyaan adiknya, "Putusin cowo lo tau lo yang gue bunuh!"

Mulanya Calista bingung tapi ia mulai paham dengan alur pembicaraan kakaknya. Sepertinya Tasya sudah tau jika dirinya berpacaran.

"Kakak tau kalo gue pa-

Friend Zone [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang