~Terima kasih untuk teman masa kecilku karena berkat kamu aku tau apa arti ketulusan dan kebahagiaan. Abib, suamiku, I love you~
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Calista Naia Mauninda binti Helmi Gioninda dengan maskawin seperangkat alat solat di bayar tunai!"
"Bagaimana, saksi, sah?"
"SAH!" sorak para tamu undangan membuat senyum di bibir Abib dan Calista mengembang. Keduanya menanda tangani berbagai surat dan terakhir buku nikah mereka.
Para tamu undangan tersenyum bahagia melihat sepasangan muda mudi itu yang bisa saling bersatu dalam waktu yang tidak terduga.
Tamu undangan yang hadir pun tidak banyak, hanya ada beberapa teman SMAnya termaksud Wanda, Ressy, Zio, Ari, Fikri dan Alif tidak lupa ada para teman Tasya yang selalu setia bersama Tasya.
Abib dan Calista sudah berada di atas pangung mini yang di buat untuk menerima tamu atau berfoto ria untuk mengabadikan momen bahagia ini.
"Terima kasih, Pak." ucap Abib tulus pada pak Uli selaku guru satu-satunya yang mereka undang.
Pak Uli tersenyum, "Kamu udah jadi suami, jangan bandel, ya."
Abib tertawa mendengar ucapan pak Uli, "Iya, Pak. Insya Allah."
Pak Uli tersenyum, "Yaudah Bapak mau ke Tasya dulu, ya." keduanya mengangguk membiarkan pak Uli menghampiri Tasya.
Tidak lama pak Uli turun panggung Alif dan Wanda menghampiri mereka dan langsung memeluk masing-masing teman mereka. Wanda menangis di pelukan Calista merasa terharu dengan keadaan. Alif menepuk-nepuk pungung Abib, "Bro, jangan lupa ponakan, ya." ucapnya saat pelukan mereka lepas.
Abib tidak merespon banyak, lelaki itu hanya memberikan senyuman saja.
"Eh! Lama!" teriakan Ressy membuat pelukan Wanda dan Calista terlepas.
"Bahagia terus ya, gue kira kita bisa kuliah bareng."
Calista terkekeh, "Abib larang gue kuliah, sayang."
"Kenapa sih, ga boleh kuliah." Wanda langsung menatap Abib yang juga sedang memperhtaikan keduanya.
"Gapapa, nanti lupa kalo udah punya suami." tawa mereka pecah. Memang ya, sifat posesifnya tidak hilang.
"Woy, bangke lama!" lagi, Ressy memang penganggu.
"Yaudah, bro kita mau makan dulu, bye!"
"Bye!!"
Selepas Wanda dan Alif turun Ressy, Ari, Fikri dan Zio langsung menyambar Abib dengan pelukan tapi tidak dengan Ressy yang memeluk Calista. Mereka saling peluk melepaskan semua kebahagiaan kereka melalui sebuah pelukan.
"Yang baik-baik jadi suami." pesan Ari.
"Bro, mau nyusul." Zio merintih.
"Sama siapa, hah!" mata Zio langsung menjelajahi rumah Calista mencari seseorang.
"Kak Naya! Mau nikah sama Zio ga?!!"
Toyoran mendadak menghujani kepala Zio ketika mereka mendengar Naya lah yang di jadikan korban Zio. Mata Restu yang berdiri di samping Naya melotot kearah Zio membuat lelaki itu memberikan cengiran bodohnya.
"Mampus, lo!" seru semua. Memang benar-benar keterlaluan Zio ini.
"Udah, mau makan!" keempat remaja itu langsung turun panggung dan menyerbu tempat makanan membuat Calista dan Abib geleng kepala.
Keduanya diam. Tiba-tiba Calista merasakan jikq tangannya di sentuh oleh seseorang yang tak lain adalah Abib.
Mereka saling tatap dengan kebahagiaan yang luar biasa.
"Makasih udah mau nerima aku." Calista tersenyum.
"Terima kasih udah mau terlibat dalam drama keluarga aku dan terima kasih kamu udah mau jadi istri aku."
"Kembali kasih untuk suamiku yang sudah berjuang keras hingga kita berada di titik bahagia ini. Maaf banyak menuntutmu."
Abib tidak menjawab namun lelaki itu mencium kening Calista, melepas ciuman kening mata keduanya saling tatap hingga tanpa sadar wajah Abib sudah mendekat pada wajah Calista.
"WOY! TAHAN! SABAR! MALEM BENTAR LAGI, TAHAN! NANTI MALAM BARU BISA SKIDIPAPAP!"
"HELMI!!!" sorak Kesya dan beberapa teman-teman mereka.
Dasar, bapak-bapak perusak suasanan!
👯♂👯♂👯♂
Alhamdullilah, akhirnya cerita ini selesai.
Semoga suka ya.
Dan alhamdullilahnya lagi gue bisa kebut tiga part terakhir di dua jam saja.
Kalian tau, gue ngetik di jam-jam daring tauuuu...hehehhe
Ok, terima kasih buat kalian semua sampai jumpa di cerita gue selanjutnya...
Dadah
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...